Perkembangan teknologi printer 3D untuk medis, memungkinkan aplikasi produksi implan pra-operasi dengan keunggulan akurasi geometri yang baik, mengurangi waktu operasi dan resiko kehilangan banyak darah. Teknologi printer 3D paling populer dan potensial untuk dikembangkan masal di Indonenesia adalah fused deposition modeling/FDM. Akan tetapi memiliki kekurangan: single material, jenis material terbatas dan temperatur yang tinggi sehingga tidak bisa dicampur dengan material/senyawa bioaktif yang sensitif terhadap panas. Pengembangan metode injection moulding berbasis printer 3D telah dilakukan pada penelitian ini dengan melakukan modifikasi alat, material, tahapan dan sistim produksi implan pra-operasi yang mengacu pada teknologi printer 3D untuk cranioplasty yang sudah dilakukan di negara maju. Untuk memastikan modifikasi ini bisa menghasilkan implan pra-operasi dengan akurasi geometri yang diinginkan, dilakukan karakterisasi terhadap deviasi dimensi implan yang diproduksi yaitu deviasi volume, deviasi tebal, deviasi panjang linear dan deviasi sudut kelengkungan permukaan implan, pada dua metode berbeda yang diuji, yaitu metode cranial/intra operatif dan metode injection moulding dengan menggunakan material polymethylmethacrylate/ PMMA.Hasil yang didapatkan adalah deviasi volume implan yaitu sebesar 1.87 ± 1.27 % (injection moulding) dibandingkan 11.39 ± 3.71 % (metode cranial), deviasi tebal sebesar 2.54 ± 0.86 % (injection moulding) dibandingkan 7.35 ± 1.43 % (metode cranial), deviasi panjang linear sebesar 2.61 ± 0.47% (injection moulding) dibandingkan 5.76 ± 0.79 % (metode cranial) dan deviasi sudut kelengkungan permukaan sebesar 0.98 ± 0 % (injection moulding) dibandingkan 15.45 ± 3.94 % (metode cranial). Dapat diambil kesimpulan bahwa metode injection moulding lebih baik daripada metode cranial/intra operatif.Perkembangan teknologi printer 3D untuk medis, memungkinkan aplikasi produksi implan pra-operasi dengan keunggulan akurasi geometri yang baik, mengurangi waktu operasi dan resiko kehilangan banyak darah. Teknologi printer 3D paling populer dan potensial untuk dikembangkan masal di Indonenesia adalah fused deposition modeling/FDM. Akan tetapi memiliki kekurangan: single material, jenis material terbatas dan temperatur yang tinggi sehingga tidak bisa dicampur dengan material/senyawa bioaktif yang sensitif terhadap panas. Pengembangan metode injection moulding berbasis printer 3D telah dilakukan pada penelitian ini dengan melakukan modifikasi alat, material, tahapan dan sistim produksi implan pra-operasi yang mengacu pada teknologi printer 3D untuk cranioplasty yang sudah dilakukan di negara maju. Untuk memastikan modifikasi ini bisa menghasilkan implan pra-operasi dengan akurasi geometri yang diinginkan, dilakukan karakterisasi terhadap deviasi dimensi implan yang diproduksi yaitu deviasi volume, deviasi tebal, deviasi panjang linear dan deviasi sudut kelengkungan permukaan implan, pada dua metode berbeda yang diuji, yaitu metode cranial/intra operatif dan metode injection moulding dengan menggunakan material polymethylmethacrylate/ PMMA.Hasil yang didapatkan adalah deviasi volume implan yaitu sebesar 1.87 ± 1.27 % (injection moulding) dibandingkan 11.39 ± 3.71 % (metode cranial), deviasi tebal sebesar 2.54 ± 0.86 % (injection moulding) dibandingkan 7.35 ± 1.43 % (metode cranial), deviasi panjang linear sebesar 2.61 ± 0.47% (injection moulding) dibandingkan 5.76 ± 0.79 % (metode cranial) dan deviasi sudut kelengkungan permukaan sebesar 0.98 ± 0 % (injection moulding) dibandingkan 15.45 ± 3.94 % (metode cranial). Dapat diambil kesimpulan bahwa metode injection moulding lebih baik daripada metode cranial/intra operatif.