Dede Pramayoza
Program Studi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Published : 23 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Ekspresi%20Seni

PENAMPILAN JALAN KEPANG DI SAWAHLUNTO: SEBUAH DISKURSUS SENI POSKOLONIAL Dede Pramayoza
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 16, No 2 (2014): Ekspresi Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1077.62 KB) | DOI: 10.26887/ekse.v16i2.74

Abstract

Jalan Kepang merupakan nama salah satu seni penampilan rakyat di Sawahlunto, Sumatera  Barat, yang memiliki  kemiripan  nama dengan  salah satu kesenian  di pulau   Jawa.   Keunikan   jalan   kepang   mendorong   sebuah   kebutuhan   untuk memahami  maknanya  secara  lebih jauh.   Melalui  pembacaan  yang meminjam metode  semiotika  atas  foto-foto  penampilan   Jalan  Kepang,  terbukti  bahwa kesenian ini memiliki ciri-ciri yang mirip sekaligus berbeda dengan jaran kepang di Pulau Jawa. Fakta itu menghadirkan kebutuhan untuk membaca konteks masyarakat  pendukung kesenian ini, yakni masyarakat  ‘orang rante’. Hubungan antara teks penampilan dengan konteks sejarah dan budaya ‘orang rante’ menunjukkan  bahwa  kesenian  ini  merupakan  bentuk  mimikri,  yang  berfungsi sebagai   ritual  komunitas.   Secara  keseluruhan,   jalan  kepang   adalah  bentuk peristiwa budaya poskolonial, yang memantulkan narasi sejarah dan pengalaman masa kolonial dari masalalu komunitas ‘orang rante’.
THE HYBRID PERSEMBAHAN DANCE: CROSS-CULTURAL COLLABORATION AND ART TOURISM IN PASA HARAU ART AND CULTURE FESTIVAL 2018 Fresti Yuliza; Visaka Saeui; Hasnah Sy; Dede Pramayoza
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 24, No 1 (2022): Edisi Januari-Juni 2022
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (595.281 KB) | DOI: 10.26887/ekspresi.v24i1.1576

Abstract

This paper discusses the process of creating a collaborative dance work entitled Cross-Cultural Offering Dance, which was created jointly by three choreographers of different cultural backgrounds in the 2018 Pasa Harau Art and Culture Festival. The three choreographers involved in the collaboration are Siska Aprisia (Minangkabau, Indonesia). ), Kiki Rahmatika Syaher (Lampung, Indonesia), and Visaka Saeui (Thailand). The three of them tried to create a dance offering by offering the idea of a dance with the same theme, namely a dance to welcome guests in their respective cultural backgrounds. Applying a qualitative approach with research methods centered on performance events, this paper is intended to describe the stages of the creation process, and the modes of collaboration agreed upon by the three choreographers. Primary data was collected through involved observation, namely by participating directly as a choreographer, dramaturg, and administrator of the intended collaborative dance performance process. Secondary data were collected from narrative interviews with the three choreographers and by observing the responses and reactions of the audience and dancers. The results showed that the creation of the Performance Dance by the three choreographers was a hybridization process that began with sharing views on the world of traditional dance in order to build a shared spectrum, followed by a process of division of parts in the plot, where the embodiment of the atmosphere from solemn to joyful became the common thread. The result of the collaboration is a dance number entitled Cross-Cultural Offering Dance, which not only meets the criteria as a presentation in a festival, but can also be a tourism art presentation.Keywords: Persembahan Dance; Hybrid; Cross-Cultural Collaboration; Tourism Arts; FestivalTARI PERSEMBAHAN HIBRIDA: KOLABORASI LINTAS-BUDAYA DAN SENI PARIWISATA DALAM PASA HARAU ART AND CULTURE FESTIVAL 2018AbstrakTulisan ini membahas tentang proses penciptaan sebuah karya tari kolaboratif bertajuk Tari Persembahan Lintas Budaya, yang diciptakan bersama oleh tiga koreografer berbeda latar belakang budaya dalam kegiatan Pasa Harau Art and Culture Festival 2018. Ketiga koreografer yang terlibat di dalam kolaborasi adalah Siska Aprisia (Minangkabau, Indonesia), Kiki Rahmatika Syaher (Lampung, Indonesia), dan Visaka Saeui (Thailand). Ketiganya mencoba menciptakan sebuah karya Tari Persembahan dengan menawarkan gagasan dari tari bertema sama, yakni tari penyambutan tamu di masing-masing latar budaya mereka. Menerapkan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian yang berpusat pada peristiwa pergelaran, tulisan ini dimaksudkan untuk menguraikan perihal tahapan-tahapan proses penciptaan, dan moda kolaborasi yang disepakati oleh ketiga koreografer. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan terlibat, yakni dengan ikut serta secara langsung sebagai koreografer, dramaturg, dan administrator dari proses kolaborasi Tari Persembahan yang dimaksudkan. Data sekunder dikumpulkan dari wawancara naratif dengan ketiga koreografer serta dengan mengamati respons dan reaksi penonton dan penari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penciptaan Tari Persembahan oleh ketiga orang koreograger adalah suatu proses hibridisasi yang dimulai dengan sharing pandangan atas dunia tari tradisional guna membangun spektrum bersama, dilanjutkan dengan proses pembagian bagian dalam plot, di mana perwujudan suasana dari khidmat menuju riang gembira menjadi benang merahnya. Hasil dari kolaborasi adalah sebuah nomor tarian bertajuk Tari Persembahan Lintas Budaya, yang tidak saja memenuhi kriteria sebagai sajian dalam festival, namun juga dapat menjadi sajian seni pariwisata.Kata Kunci: Tari Persembahan; Hibrida; Kolaborasi Lintas-Budaya; Seni Pariwisata; Festival
ANALISIS SEMIOTIKA ARSITEKTUR BANGUNAN PELABUHAN TELUK NIBUNG SEBAGAI WUJUD IDENTITAS TANJUNG BALAI KOTA KERANG Sri Wahyuni Panjaitan; Dede Pramayoza
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 23, No 1 (2021): Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.181 KB) | DOI: 10.26887/ekspresi.v23i1.1618

Abstract

Artikel ini membicarakan tentang Pelabuhan Teluk Nibung yang terletak di Kota Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara. Pelabuhan tersebut kini mengalami perubahan arsitektur, yang memberikan ciri khas dari kota Tanjung Balai Asahan sebagai Kota Kerang. Mengunakan metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce, tulisan ini menguraikan perihal semiotika arsitektur bangunan, yang dipandang sebagai bahasa simbol atau tanda yang dapat memberikan informasi melalui bentuk-bentuk dan pesan tertentu kepada target audience. Penelitian menunjukkan bahwa jika dilihat berdasarkan objek semiotika, yakni ikon, indeks dan simbol, maka arsitektur bangunan Pelabuhan Teluk Nibung merupakan wujud identitas kota Tanjung Balai Asahan, yang dikenal kota Kerang. Salah satu wujudnya adalah bangunan berbentuk seperti salah satu jenis cangkang kerang yaitu jenis kerang Kepah.AbstractThis article discusses the Teluk Nibung Harbor located in Tanjung Balai Asahan City, North Sumatra. The port is now undergoing architectural changes, which give the characteristics of the city of Tanjung Balai Asahan as the City of Shells. Using the semiotic analysis method of Charles Sanders Peirce, this paper describes the semiotics of building architecture, which is seen as a language of symbols or signs that can provide information through certain forms and messages to the target audience. The research shows that when viewed based on semiotic objects, namely icons, indexes, and symbols, the Teluk Nibung Harbor building architecture is a manifestation of the identity of the city of Tanjung Balai Asahan, which is known as the city of Shells. One of its forms is a building shaped like one type of clamshell, namely the Kepah type of shell.
PENDEKATAN SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF SEBAGAI METODE PENCIPTAAN FILM EKSPERIMENTAL SAYA DAN SAMPAH (POLUSI VISUAL) GANGGA LAWRANTA; DEDE PRAMAYOZA
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 23, No 2 (2021): Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (940.043 KB) | DOI: 10.26887/ekspresi.v23i2.1700

Abstract

This article describes the creative process of an experimental film entitled Saya dan Sampah which is one of the experimental films that departs from the political phenomenon in 2019, where general elections took place in Indonesia starting from the City or District, Provincial, Legislative, to Presidential elections. The experimental film Saya dan Sampah was created using a subjective point of view which aims to show that the presence of campaign props in public spaces, which are not well-organized, both in terms of design, irregular placement and uncommunicativeness, produce visual waste or visual pollution, where people's rights in the public sphere are ignored. The process of creating the experimental film Saya dan Sampah shows that basically the impact of visual pollution is public space that is neither environmentally friendly nor visually friendly, as well as long-term impacts that can dull human reasoning. Therefore, society does not have to be permissive towards the freedom to use public space, which is basically their space.AbstrakArtikel ini menguraikan tentang proses penciptaan film eksperimental berjudul Saya dan Sampah yang merupakan salah satu film eksperimental yang berangkat dari fenomena politik di tahun 2019, di mana pemilihan umum terjadi di Indonesia dimulai dari tingkat Kota atau Kabupaten, Provinsi, Legislatif hingga pemilihan Presiden. Film eksperimental Saya dan Sampah  diciptakan dengan menggunakan sudut pandang subjektif yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga kampanye di ruang publik, yang tidak tertata rapi, baik dari bentuk desain, penempatan yang tidak beraturan dan tidak komunikatif, menghasilkan sampah visual atau polusi visual, di mana hak masyarakat di ruang publik diabaikan. Proses penciptaan karya film eksperimental Saya dan Sampah menunjukkan bahwa pada dasarnya dampak dari polusi visual adalah ruang publik yang tidak ramah lingkungan maupun secara visual, begitu juga dengan dampak jangka panjang yang dapat menumpulkan daya nalar manusia. Karenanya masyarakat tidak harus bersifat permisif terhadap kebebasan penggunaan ruang publik, yang pada dasarnya merupakan ruang mereka.