Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Epidemiologic profile of oral squamous cell carcinoma in Yogyakarta, Indonesia Gracia, Isadora; Utoro, Totok; S., Supriatno; Astuti, Indwiani; Heriyanto, Didik Setyo; Pramono, Dibyo
Padjadjaran Journal of Dentistry Vol 29, No 1 (2017): March
Publisher : Faculty of Dentistry Universitas Padjadjaran, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.633 KB) | DOI: 10.24198/pjd.vol29no1.11614

Abstract

ABSTRACTIntroduction: Oral cancer is a major health problem in the world, indicated by a high incidence of recurrence. In Southeast Asia, oral cancer ranks sixth from all cancers on the human body. The incidence of oral cancer, especially squamous cell carcinoma types, increases every year, but the prognosis and patients life expectancy are still unsatisfying enough and the reports about the profile of oral cancer is still limited.The objective of this research was to get the epidemiological profile of oral squamous cell carcinoma (OSCC) in Yogyakarta, Indonesia. Methods: The research method was observational analytic with cross-sectional design. All new OSCC cases in three anatomic pathology laboratory installations in Yogyakarta (January 2011-December 2015) were included in this study. Data collected were gender, age, anatomical location, and histology. All data were analyzed using statistical analysis program. Results: OSCC new cases amount increasing each year: 6 cases (6.6%) in 2011, and increased to 24 cases (26.4%) in 2015. Fifty-two of the 91 cases (57.1%) were found on male. The age group with the most cases was found in group of 41-60 years (49.5%). There is no difference in the case distribution by age between male and female. Forty-eight cases were found in the lingual part (52.7%). Histological examination showed 68 cases (74.7%) were well-differentiated carcinoma. Conclusion: OSCC profile in Yogyakarta mostly found in men with anatomical location in the lingual part in the age group above 40 years of age and were having well-differentiated histology.Keywords: Oral squamous cell carcinoma (OSCC), Epidemiologic profile, Yogyakarta 
hubungan cakupan imunisasi, ketinggian tempat, status gizi, kepatuhan pelaporan pemantauan suhu freezer terhadap kejadian campak pada balita di kabupaten sleman tahun 2015 sahayati, sri; dharmawijaya, isa; pramono, dibyo
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.919 KB) | DOI: 10.35842/formil.v3i2.182

Abstract

Latar belakang: WHO memperkirakan pada tahun 2002 terjadi sekitar 35 juta kasus campak dan 614.000 orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Lebih dari 98% kematian terjadi di negara dengan pendapatan perkapita < $1000. Sebagian besar kasus (85%) terjadi di Afrika dan Asia. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak balita. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2013, dilaporkan terdapat 11.521 kasus campak, lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 15.987 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 2 kasus, Incidence Rate (IR) campak pada tahun 2013 sebesar 4,64 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 6,53 per 100.000 penduduk, DI. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dengan IR campak tertinggi (Kemenkes, 2013). Dengan adanya kasus positif campak di kabupaten Sleman, perlu dilakukan pengamatan pada faktor-faktor memiliki hubungan dengan kejadian campak pada balita.Tujuan: Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada balita di Kabupaten Sleman tahun 2015.Metode: Studi ini menggunakan metode crossectional, dengan analisis data sekunder. Populasi survei adalah seluruh puskesmas di Kabupaten. Uji spearmen’s digunakan untuk menguji korelasi status gizi buruk dan kepatuhan pelaporan pemantauan suhu freezer dengan kejadian campak pada balita.Hasil: 21 balita dinyatakan positif campak. Dari hasil uji korelasi spearmen’s status gizi buruk menunjukkan korelasi positif (r= 0,2995, p=0,14); kepatuhan pelaporan pemantauan suhu freezer  menunjukkan korelasi negatif (r=-0,2173, p=0,29).Kesimpulan: Faktor gizi buruk memiliki hubungan positif dan kuat untuk menjadikan kasus campak pada balita di kabupaten Sleman. Pemberian makanan tambahan pada balita lewat program posyandu balita.
hubungan stres psikososial dengan kejadian bakterial vaginosis (BV) pada wanita pekerja seks (WPS) (kajian di kabupaten banyumas) yuningrum, hesti; radiono, sunardi; pramono, dibyo
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Respati Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.395 KB) | DOI: 10.35842/formil.v3i1.110

Abstract

Latar belakang: Bakterial Vaginosis (BV) terjadi akibat terganggunya keseimbangan normal bakteri di vagina, terjadi pada wanita dengan seksual aktif termasuk Wanita Pekerja Seks (WPS). Dampak BV meningkatkan risiko terinfeksi HIV dan penyakit gonore serta infeksi klamidia. Tingkat stres dapat menyebabkan perubahan dalam kekebalan vagina. Prevalensi BV di seluruh dunia cukup tinggi dan bervariasi yaitu pada wanita hamil (28,1%), remaja (20%), HIV positif (36%), WPS (62,9%).  Prevalensi BV di Indonesia, berkisar antara 30,7%-32,5%. Kejadian BV pada WPS di Kabupaten Banyumas tahun 2011 (56,4%), 2012 (48,8%), 2013 (62,9%). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stres psikososial dengan kejadian BV pada WPS.Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian case control. Kasus adalah WPS dengan diagnosis BV positif. Kontrol adalah WPS dengan diagnosis BV negatif. Besar sampel sebanyak 164 WPS (kasus: 82 WPS dan kontrol: 82 WPS). Instrumen penelitian adalah kuesioner terstruktur. Analisis data menggunakan univariabel, bivariabel menggunakan uji chi-square dan multivariabel dengan menggunakan logistic regression.Hasil: Hasil analisis bivariabel menunjukkan hasil yang signifikan yaitu stres psikososial dengan kategori tinggi, penggunaan kondom tidak konsisten dan vaginal douching dengan frekuensi ≥ 4 kali/minggu. Umur, merokok, jumlah pasangan seksual dan pemakaian alat kontrasepsi tidak bermakna secara statistik. Hasil analisis multivariabel menunjukkan stres psikososial dengan kategori tinggi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian BV (OR=2,83, CI 95%=1,15-6,95, p-value=0,023).Kesimpulan: Kejadian BV akan berpeluang lebih besar pada orang yang mempunyai stres psikososial tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai stres psikososial rendah. Perlu mengelola dan meminimalkan stres psikososial yang dialami dengan baik sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan TB dalam Active Case Finding untuk Mendukung Case Detection Rate Pratiwi, Rita Dian; Pramono, Dibyo; Junaedi, Junaedi
Journal of Health Education Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Semarang cooperate with Association of Indonesian Public Health Experts (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jhe.v2i2.20917

Abstract

Latar Belakang: Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus melakukan pelaporan TB Case Detection Rate (CDR) ke Dinas Kesehatan secara teratur untuk mendukung TB DOTS, Namun CDR di Kabupaten Wonosobo adalah 70% masih di bawah standar nasional. Hal ini disebabkan keterbatasan fasilitas surveilans pendukung terutama Tenaga Kerja . Oleh karena itu, Kelambu Kasus TB adalah Kasus Pasif yang Mencari dan Mempromosikan. Oleh karena itu, studi evaluasi dan intervensi pada kader kesehatan dilakukan untuk mendukung active case finding (ACF). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus baru serta mendukung DOTS selain itu juga meningkatkan upaya mencegah penyebaran dan dampak penyakit. Metode: rancangan penelitian yang dilakukan adalah one group post test study design&nbsp; dengan responden 181 kader kesehatan TB di Kabupaten Wonosobo, evaluasi jangka pendek dilakukan dengan pre dan post test sedangkan evaluasi jangka panjang didapatkan dari hasil pemantauan angka penjaringan kasus TB selama 3 bulan untuk menentukan keberhasilan hasil kinerja kader kesehatan dalam melakukan ACF. Hasil: Dari 181 kader kesehatan diketahui bahwa 63 orang (34,81%) memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dan 105 orang (58,01%) bekerja pada sebagian besar kader kesehatan kurang dari 5 tahun. Setelah dianalisis dengan uji Wilcoxon, diketahui terdapat peningkatan pengetahuan pada 10 item pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p &lt;0,001. Evaluasi jangka panjang sejak trimester 2 sampai 4 ditemukan 385 tersangka (21,56%) dan 6 kasus smear (+) Kesimpulan: Meningkatnya jumlah temuan kasus yang didukung oleh kehadiran kader yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga promosi kesehatan diterapkan secara langsung dan peningkatan Pelaporan CDR TB. Kata kunci: Tuberkulosis, &nbsp;CDR TB,&nbsp; kader kesehatan, one group post test study design
Premature Loss dan Perkembangan Rahang Anggraini, Laelia Dwi; Utomo, Rinaldi Budi; Sunarno, Sunarno; Pramono, Dibyo
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.7297

Abstract

Premature loss adalah kondisi dimana gigi desidui yang sudah tanggal sebelum waktunya sementara gigi permanen pengganti belum tumbuh. Kehilangan gigi desidui yang terlalu dini akan berpengaruh pada keberhasilan erupsi gigi apabila ada pengurangan ruang pada lengkung gigi. Kondisi premature loss terkait pula dengan perkembangan rahang. Rahang adalah bagian dari struktur total kepala dan setiap rahang bisa mempunyai hubungan posisional yang bervariasi terhadap struktur lain dari kepala, variasi semacam itu bisa terjadi pada ketiga bidang yaitu sagital, vertikal, dan lateral. Setiap kondisi patologis yang mempengaruhi pertumbuhan rahang bisa menimbulkan efek besar terhadap oklusi gigi. Pertumbuhan maksila dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, pertumbuhan tulang cranial dan nasal septal memberikan pengaruh signifikan terhadap pergerakan maju mundur maksila. Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat mobile dan merupakan tulang yang sangat penting karena terlibat dalam fungsi-fungsi vital antara lain pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara, dan ekspresi wajah. Gerakan pertumbuhan mandibula pada umumnya dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di maksila. Pertumbuhan prosesus alveolaris sangat aktif selama erupsi dan berperan penting selama erupsi serta terus memelihara hubungan oklusal selama pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula. Kesimpulan dari telaah literatur ini yaitu kondisi rongga mulut karena premature loss secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada tumbuh kembang rahang.
Pengaruh Pelatihan Mikroskopis Tuberkulosis Terhadap Kualitas Sediaan dan Slide Positivity Rate di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga Kurniawan, Dede; Rintiswati, Ning; Pramono, Dibyo
Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal Vol 4 No 2 (2015): Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada
Publisher : Lembaga Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.69 KB)

Abstract

Introduction: Microscopic examination of sputum is a key component of the diagnosis of tuberculosis. In Purbalingga district, was conducted in 24 peripheral laboratories. Five technicians were trained in 2011-2012 and 12 technicians in 2003-2009 by National Tuberculosis Programs. Seven technicians have not trained. In 2011 slide positivity rate an average of 9.1%, 73.4% poor smear quality and 11.5% poor staining, 1.4% error rate at 34.7% laboratoriy. In 2012 slide positivity rate an average of 8.9, evenness was the highest of poor smear quality (77.7%), and 4.6% error rate at 66,7% laboratory. Therefore, need refresher training and initial training. Objective: To determine impact of training to smear quality and slide positivity rate. Methods: The research design was analytic quasi experimental with 5 days microscopic training. The research subject were 18 technician microscopic. They were divided into experimental and control group each 9 technicians with purposive sampling. The differences of smear quality and slide positivity rate were analyzed by independent t-test and Mann-Whitney test with 95% CI. Results: Training has increased the average of knowledge test score 40.7 points and average of test score the good smear quality : specimen quality increased 90 points, staining 84.4, cleanness 85.6, thickness 91.1, smear size 88.9, evenness 87.8 and increase the average of smear readings score test 22 points. The mean of smear quality and slide positivity rate of the experimental group were higher than control group. Statistical test of smear quality between eksperimental group with contol group were: specimen quality p=0.03, staining quality p=0.03, cleanness p=0.02, thickness p&lt;0.001, size p&lt;0.001, good evenness p&lt;0.001, and slide positivity rate p=0.02 Conclusion: The mean of smear quality and slide positivity rate of the experimental group were higher than control group, there were significant differences of smear quality and slide positivity rate between experimental group with control group at 3 months after training.
Socio-Economic and Environmental Risk Factors of Tuberculosis in Wonosobo, Central Java, Indonesia Pratiwi, Rita Dian; Pramono, Dibyo; Junaedi, Junaedi
KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 16, No 1 (2020)
Publisher : Department of Public Health, Faculty of Sport Science, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/kemas.v16i1.12636

Abstract

This study discusses the dominant socio-economic and environmental risk factors for TB disease. The design of this study was a case-control study with 70 case samples and control with a contribution of n = 1. Variables from this study contacted personal, ventilation of the house, humidity, the temperature of the house, density of the house, kitchen, and family earnings. Multivariate data analysis uses multiple logistic regressions. The study notes that from 140 samples, 47% have basic education, and 30% are farmers. People who had a past of contact with TB cases were ten times more likely to contract TB than those who had no contacted (OR = 10.00; p <0.001). Personalities who live in poorly ventilated homes who have a risk of contracting TB are 2.2 times greater than those who live in homes with standard ventilation (OR = 2.20; p <0.018). The moisture increases the risk of TB by four times the low moisture (OR = 4.00; p = 0.001). Living in a house with a higher temperature of TB is 3.8 times higher than a lower temperature (OR = 3.80; p = 0.009). Living in a high population density of the house improves TB five times more than living in a lesser home (OR = 5.00; p <0.001). Kitchen gas enhances the risk of TB 2.5 times greater than gasless (OR = 2.50; p = 0.007). Low family earnings raise the risk of TB three times greater than high family earnings (OR = 3.00; p = 0.002). A past of contact, poorly ventilated homes, high humidity, hothouse temperature, population density, kitchen gas, and low family earnings, are risk factors for TB in Wonosobo, Central Java.
Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan TB dalam Active Case Finding untuk Mendukung Case Detection Rate Pratiwi, Rita Dian; Pramono, Dibyo; Junaedi, Junaedi
Journal of Health Education Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Semarang cooperate with Association of Indonesian Public Health Experts (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jhe.v2i2.20917

Abstract

Latar Belakang: Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus melakukan pelaporan TB Case Detection Rate (CDR) ke Dinas Kesehatan secara teratur untuk mendukung TB DOTS, Namun CDR di Kabupaten Wonosobo adalah 70% masih di bawah standar nasional. Hal ini disebabkan keterbatasan fasilitas surveilans pendukung terutama Tenaga Kerja . Oleh karena itu, Kelambu Kasus TB adalah Kasus Pasif yang Mencari dan Mempromosikan. Oleh karena itu, studi evaluasi dan intervensi pada kader kesehatan dilakukan untuk mendukung active case finding (ACF). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus baru serta mendukung DOTS selain itu juga meningkatkan upaya mencegah penyebaran dan dampak penyakit. Metode: rancangan penelitian yang dilakukan adalah one group post test study design dengan responden 181 kader kesehatan TB di Kabupaten Wonosobo, evaluasi jangka pendek dilakukan dengan pre dan post test sedangkan evaluasi jangka panjang didapatkan dari hasil pemantauan angka penjaringan kasus TB selama 3 bulan untuk menentukan keberhasilan hasil kinerja kader kesehatan dalam melakukan ACF. Hasil: Dari 181 kader kesehatan diketahui bahwa 63 orang (34,81%) memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dan 105 orang (58,01%) bekerja pada sebagian besar kader kesehatan kurang dari 5 tahun. Setelah dianalisis dengan uji Wilcoxon, diketahui terdapat peningkatan pengetahuan pada 10 item pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p <0,001. Evaluasi jangka panjang sejak trimester 2 sampai 4 ditemukan 385 tersangka (21,56%) dan 6 kasus smear (+) Kesimpulan: Meningkatnya jumlah temuan kasus yang didukung oleh kehadiran kader yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga promosi kesehatan diterapkan secara langsung dan peningkatan Pelaporan CDR TB. Kata kunci: Tuberkulosis, CDR TB, kader kesehatan, one group post test study design