Irene Yuniar, Irene
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Bantuan Hidup Dasar pada Anak Yuniar, Irene
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 9 (2014): Diabetes Mellitus
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.724 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v41i9.1108

Abstract

Bantuan hidup dasar pada anak merupakan hal yang harus dapat dikerjakan oleh setiap tenaga kesehatan terutama dokter. Bantuan hidup dasar pada anak berdasarkan rekomendasi American Health Association (AHA) tahun 2010 dilakukan dengan tekhnik C-A-B (circulation-airway-breathing) dengan kualitas resusitasi optimal (high quality CPR). Diharapkan dengan resusitasi yang baik, sirkulasi pasien dapat normal kembali dan gangguan neurologis pasca henti jantung dan napas dapat dihindari.Every health provider must be competent in pediatric life support. Basic pediatric life support recommendations by AHA 2010 use C-A-B maneuvers with high quality CPR. Rapid and effective bystander CPR is associated with successful return of spontaneous circulation (ROSC) and neurologically-intact survival in children. 
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Usia 4 – 12 Bulan di Kecamatan Matraman dan Sekitarnya, Jakarta Timur Rini Sekartini; oedjatmiko oedjatmiko; Corry Wawolumaya; Irene Yuniar; Rismala Dewi; Nycane Nycane; Imam D; Imam N; Adam Adam
Sari Pediatri Vol 7, No 1 (2005)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp7.1.2005.2-8

Abstract

Latar belakang: prevalensi anemia defisiensi besi masih tinggi terutama pada bayi. Deteksidini terhadap anemia pada bayi terutama bayi dengan risiko tinggi sangat diperlukanuntuk mencapai tumbuh kembang optimal.Tujuan: untuk mengetahui prevalensi anemia defisiensi besi.Bahan dan cara metode: studi deskriptif belah lintang dilakukan di empat Puskesmasdi Jakarta Timur. Populasi sampel adalah bayi umur 4-12 bulan yang tinggal di wilayahKecamatan Matraman dan sekitarnya pada bulan Maret 2004. Sampling diambil denganmetode convenient, pengumpulan data dengan pengisian kuesioner oleh ibu bayi secaraterpimpin. Pengukuran di lakukan pada panjang badan, berat badan, lingkar kepalabayi. Pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan Hemocue®, sedangkan serum feritindiperiksa di laboratorium SEAMEO-TROPMED FKUI.Hasil: sampel terdiri dari 55 bayi, 63,6% laki-laki, 58,2% berumur 8-12 bulan, dan87,3% berasal dari keluarga dengan pendapatan per kapita per bulan rendah. Sebagianbesar berstatus gizi kurang (60%), 96,4% lahir cukup bulan, 3,6% bayi lahir denganberat badan rendah pemberian ASI ekslusif 94,5%. Diantara 55 bayi 38,2% mengalamianemia dan 71,4% bayi anemia tersebut menderita anemia defisiensi besi. Prevalensianemia defisiensi besi lebih besar pada bayi 8-12 bulan daripada bayi yang lebih muda,yaitu 73,3%.Kesimpulan: tidak didapatkan hubungan bermakna antara anemia defisiensi pada bayidengan jenis kelamin, umur, tingkat pendapatan orang tua, usia gestasi, berat lahir,pemberian ASI ekslusif, susu formula yang difortifikasi besi, dan makanan pendampingASI, serta infeksi yang diderita bayi.
Pemberian Nutrisi pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang Perawatan Intensif Anak RS. Cipto Mangunkusumo Irene Yuniar; Abdul Latief; Yoga Devaera; Suci Fitrianti
Sari Pediatri Vol 16, No 4 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.4.2014.254-9

Abstract

Latar belakang. Anak yang dirawat di PICU (pediatric intensive care unit) Anak cenderung untuk mengalamimalnutrisi sejak masuk atau selama perawatan. Hal ini akan memperberat penyakit dasar dan komplikasinya,memperpanjang lama rawat, serta meningkatkan mortalitas. Perhitungan kebutuhan kalori yang tepat sertapemberian nutrisi yang adekuat dan sesuai merupakan target perawatan anak di PICU. Baik underfeedingataupun overfeeding dapat terjadi di PICU Anak selama perawatan.Tujuan. Mengetahui status gizi awal pasien masuk PICU Anak, pola pemberian nutrisi, serta faktor yangmemengaruhi pemberian nutrisi pada anak yang di PICU.Metode. Penelitian potong lintang dengan menggunakan data rekam medis pasien yang dirawat di PICUAnak dalam kurun waktu 3 bulan. Didapatkan 45 subjek ikut serta. Dari 45 data pasien didapatkan 127peresepan untuk menilai keseuaian peresepan dengan pemberian nutrisi pada pasien.Hasil. Penelitian ini mendapatkan 47,8% pasien malnutrisi saat awal masuk PICU Anak, 8,7% mengalamiobesitas. Pada hari kedua perawatan, 41,3% pasien mulai mendapat nutrisi. Underfeeding terjadi padapemberian kalori, protein, dan lemak. Selain itu, 44,9% underfeeding terjadi karena perdarahan salurancerna.Kesimpulan. Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di PICU Anak merupakan hal yang sangat penting.Perlu perhitungan kebutuhan nutrisi yang cermat, pemberian nutrisi tepat yang sesuai kebutuhan pasienagar tidak terjadi malnutrisi yang lebih berat lagi.
Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Kartu Monitoring Antibiotik Gyssens Irene Yuniar; Mulya Rahma Karyanti; Taralan Tambunan; Nanda Asyura Rizkyani
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.384-90

Abstract

Latar belakang.Masalah infeksi yang sering ditemui di ICU anak, disebabkan berbagai pemakaian antibiotik. Peningkatan penggunaan antibiotik diikuti dengan risiko penurunan kepekaannya sehingga perlu pengendalian pemakaiannya.Tujuan.Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif di Pediatric Intensive Care Unit(PICU) dengan menggunakan alur Gyssens.Metode.Uji potong lintang retrospektif dengan mengevaluasi penggunaan antibiotik melalui kartu monitoring serta dilakukan analisis dengan alur Gyssens di PICU dari tanggal 10 Februari 2012 sampai 31 Juli 2012.Hasil.Selama kurun waktu 5 bulan, 233 pasien dirawat di ICU Anak RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 45 (19,3%) pasien menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik terbanyak pada kelompok umur 1 bulan sampai 1 tahun. Pada 83 penggunaan antibiotik, 64 antibiotik dipakai sebagai terapi empiris, 11 definitif, dan 8 profilaksis. Lima antibiotik terbanyak yang digunakan adalah sefotaksim, amikasin, piperasilin tazobaktam, meropenem, dan metronidazol. Penggunaan antibiotik yang tepat (alur Gyssens kategori I) didapatkan pada 53% pasien yang dirawat di PICU.Kesimpulan. Penggunaan antibiotik dengan justifikasi yang tepat dapat diterapkan dan diharapkan dapat menurunkan resistensi antibiotik, mengurangi beban biaya pasien serta meningkatkan kualitas pelayanan pasien di ICU Anak. Selain itu, diperlukan pelatihan pengambilan spesimen yang tepat secara berkala, serta dihimbau untuk mengisi formulir antibiotik secara tepat dan benar.
Validitas Stroke Volume Variation dengan Ultrasonic Cardiac Output Monitor (USCOM) untuk Menilai Fluid Responsiveness I Nyoman Budi Hartawan; Antonius H Pudjiadi; Abdul Latief; Rismala Dewi; Irene Yuniar
Sari Pediatri Vol 17, No 5 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.003 KB) | DOI: 10.14238/sp17.5.2016.367-372

Abstract

Latar belakang. Stroke volume variation (SVV) adalah parameter hemodinamik untuk menilai fluid responsiveness. Pengukuran SVV dapat dilakukan dengan USCOM yang merupakan alat pemantauan hemodinamik non invasif berbasis ekokardiografi Doppler.Tujuan. Mengetahui nilai cut-off point (titik potong optimal) SVV dengan USCOM sebagai prediktor fluid responsiveness pada pasien dengan ventilasi mekanik.Metode. Penelitan dilaksanakan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan menggunakan peningkatan stroke volume (SV) setelah challenge cairan ringer laktat 10 mL/kg berat badan selama 15 menit sebagai indek. Subyek penelitian adalah pasien dengan usia ≥1 bulan dan ≤18 tahun yang menggunakan ventilasi mekanik. Peningkatan nilai SV ≥10% disebut responder dan <10% disebut non responder. Pengukuran SV dengan USCOM dilakukan sebelum dan setelah fluid challenge, dan pengukuran SVV dilakukan sebelum challenge cairan.Hasil. Terdapat 32 subyek ikut serta dalam penelitian. Area under curve (AUC) subyek ventilasi mekanik adalah 76,6% (IK95%:60,1%-93,1%), p<0,05. Titik potong optimal SVV adalah 30%, dengan sensitivitas 72,7% dan spesisifitas 70%.Kesimpulan. Ultrasonic cardiac output monitor (USCOM) memiliki validitas yang baik untuk menilai SVV pada pasien dengan ventilasi mekanik. 
Perbandingan Full Outline of Unresponsiveness Score dengan Glasgow Coma Scale dalam Menentukan Prognostik Pasien Sakit Kritis Rismala Dewi; Irawan Mangunatmadja; Irene Yuniar
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.113 KB) | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.215-20

Abstract

Latar belakang. Penilaian kesadaran penting dilakukan pada pasien anak dengan sakit kritis untuk memperkirakanprognosis. Modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) banyak digunakan untuk menilai kesadaran tetapi memilikiketerbatasan terutama pada pasien yang diintubasi. Terdapat skor alternatif baru yaitu Full Outline ofUnResponsiveness score (FOUR score) yang dapat digunakan untuk menilai kesadaran pasien terintubasi.Tujuan. Membandingkan FOUR score dengan GCS dalam menentukan prognosis pasien kritis, sehinggapemeriksaan FOUR score dapat digunakan sebagai alternatif pengganti GCS.Metode. Penelitian prospektif observasional pada anak usia di bawah 18 tahun yang dirawat di Unit PerawatanIntensif Anak RSCM dengan penurunan kesadaran. Waktu penelitian antara 1 Januari – 31 Maret 2011.Masing-masing subjek dinilai oleh 3 orang supervisor berbeda yang bekerja di Unit Perawatan Intensif Anak.Ketiga penilai diuji reliabilitas dalam menilai FOUR score dan GCS. Dibandingkan sensitivitas, spesifisitas, danreceiver operating characteristic (ROC) kedua sistem skor terhadap luaran berupa kematian di rumah sakit.Hasil. Reliabilitas tiap pasangan untuk FOUR score (FOUR 0,963; 0,890; 0,845) lebih baik daripadamodifikasi GCS (GCS 0,851; 0,740; 0,700). Terdapat hubungan yang bermakna antara besar skor danluaran kematian di rumah sakit dengan (pFOUR score = pGCS = 0,001). Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksipositif dan negatif serta rasio kemungkinan positif masing-masing adalah 93%; 86%; 88%; 92%; 6,6. Areaunder curve (AUC) FOUR score 0,854 dan GCS 0,808Kesimpulan. Prediksi prognostik pada pasien yang dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak dengan FOURscore lebih baik dibandingkan GCS.
Using pRIFLE criteria for acute kidney injury in critically ill children Rina Amalia C. Saragih; Jose M. Mandei; Irene Yuniar; Rismala Dewi; Sudung O. Pardede; Antonius Pudjiadi; Abdul Latief
Paediatrica Indonesiana Vol 53 No 1 (2013): January 2013
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.685 KB) | DOI: 10.14238/pi53.1.2013.32-6

Abstract

Backgi-ound Incidence of acute kidney injury (AKI) in critically illchildren and its mortality rate is high. The lack of a uniform definitionfor AKI leads to failure in determining kidney injury, delayedtreatment, and the inability to generalize research results.Objectives To evaluate the pediatric RIFLE (pRIFLE) criteria (riskfor renal dysfunction, injury to the kidney, failure of kidney function,loss of kidney function, and end-stage renal disease) for diagnosingand following the clinical course of AKI in critically ill children. Wealso aimed to compare AKI severity on days 1 and 3 of pediatricintensive care unit (PICU) stay in critically ill pediatric patients.Methods This prospective cohort study was performed in PICUpatients. Urine output (UOP), serum creatinine (SCr) , andglomerular filtration rate on days 1 and 3 of PICU stay wererecorded. Classification of AKI was determined according topRIFLE criteria. We also recorded subjects' immune status,pediatric logistic organ dysfunction (PELOD) score, admissiondiagnosis, the use of vasoactive medications, diuretics, andventilators, as well as PICU length of stay and mortality.Results Forty patients were enrolled in this study. AKI wasfound in 13 patients (33%). A comparison of AKI severity onday 1 and day 3 revealed no statistically significant differences forattainment of pRIFLE criteria by urine output only (pRIFLfu0 p;P=0.087) and by both UOP and SCr (pRIFLEcr+uo p; P= 0.577).However, attainment of pRIFLE criteria by SCr only (pRIFLEcrlwas significantly improved between days 1 and 3 (P =0.026). Therewas no statistically significant difference in mortality or length ofstay between subjects with AKI and those without AKI.Conclusion The pRIFLE criteria is feasible for use in diagnosingand following the clinical course of AKI in critically ill children.
The influence of stressor on blood pressure in school children Sudung O Pardede; Partini P Trihono; Irene Yuniar; Taralan Tambunan
Paediatrica Indonesiana Vol 43 No 2 (2003): March 2003
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.648 KB) | DOI: 10.14238/pi43.2.2003.35-7

Abstract

Background Physical and psychological stress such as child anxi-ety, can increase blood pressure.Objective To evaluate the role of vein puncture as a stressor caus-ing alteration of blood pressure in school children.Methods This study was a descriptive, pre and post test study asa part of a screening study on primary school children at Cibubursubdistrict in East Jakarta. Blood pressure was measured beforeand after a vein puncture procedure in 449 children. Nine childrenwere excluded because of incomplete data.Results The increase of systolic blood pressure was found in 121(27.5%) subjects, decrease in 42 (9.5%), and no change in 227(63%). Diastolic blood pressure increased in 123 (28.0%) subjects,decreased in 38 (8.6%), and did not change in 279 (63.4%). Theincrease of both systolic and diastolic blood pressure was found in61 (13.8%), increased systolic with no change of diastolic in 58(13.2%), and increased systolic with decreased diastolic in 2 (0.5%)children. Decreased systolic with increased diastolic was found in2 (0.5%) subjects, decreased systolic with no change of diastolicin 26 (5.9%), and decrease of both systolic and diastolic in 14 (3.2%)children. No changes in both systolic and diastolic blood pressurewere found in 195 (44.3%); no change in systolic with decreaseddiastolic blood pressure was found in 22 (5.0%) children.Conclusion In most of the school children, vein puncture proce-dure did not cause alteration on blood pressure
Lactate profiles of pediatric shock patients in Cipto Mangunkusumo General Hospital 2015: a pilot study Irene Yuniar
Paediatrica Indonesiana Vol 57 No 1 (2017): January 2017
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.982 KB) | DOI: 10.14238/pi57.1.2017.12-7

Abstract

Background The 2015 Surviving Sepsis Campaign (SSC) guidelines for management of shock recommend blood lactate to assess the success of resuscitation in shock. However, a study in adults found that 1/3 of septic shock patients had normal lactate levels (alactatemia) and lower mortality rates.Objective To evaluate lactate profiles, possible factors affecting lactate levels, and mortality outcomes in pediatric shock patients in the emergency room (ER) and pediatric intensive care unit (PICU).Methods This was a retrospective study on pediatric shock patients aged 1 month to 18 years in the ER or PICU  from June 2014 to December 2015. Data were taken from subjects’ medical records including lactate levels, examination data required to calculate a PELOD score, and mortality outcomes.Results Of 223 shock patients evaluated, only 92 cases (41.2%) underwent lactate examinations. Of these, 59 (64.1%) had alactatemia and 33 (35.9%) had hyperlactatemia. A total of 23.7% of the alactatemia group and 36.4% of the hyperlactatemia group died, thus, the initial lactate level was not significantly associated with patient outcomes (P=0.197). The mortality rates of patients with <10% and ³10% lactate clearance were 31.3% and 17.6%, respectively (P=0.362).Conclusion In alactatemia patients, lactate level can not be used as a goal for resuscitation. Further study is needed to find a biomarker for assessing the success of pediatric shock resuscitation. Moreover, the clinical relevance of alactatemia is uncertain in pediatric shock patients.
Corticosteroids for pediatric septic shock patients Irene Yuniar; Vembricha Nindya Manusita; Sonya Leonardy Low
Paediatrica Indonesiana Vol 59 No 2 (2019): March 2019
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.95 KB) | DOI: 10.14238/pi59.2.2019.67-71

Abstract

Background Septic shock remains a major cause of mortality and admission to the pediatric intensive care unit (PICU) in children. Management includes adequate fluid resuscitation, followed by catecholamine infusion, if needed. Corticosteroid therapy is advised for catecholamine-refractory shock, although this practice is controversial, as it was not beneficial in other studies. Objective To assess corticosteroid use in pediatric septic shock patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods This cross-sectional study included all patients aged 1 month-18 years with a diagnosis of septic shock during the study period of January 2014 to July 2018 admitted in PICU Dr. Cipto Mangunkuskumo Hospital, Jakarta. Data obtained from medical records were, age, sex, immunology status, port d’entrée of sepsis, inotropic and vasopressor usage, mechanical ventilation, corticosteroid type, hospital length of stay (LOS), and mortality outcome. Results Of 217 children with septic shock, 12 patients (5.5%) received corticosteroid therapy. The most common corticosteroid given was hydrocortisone (80%), with a 2 mg/kg BW loading dose, followed by a continuous infusion dose of 2-50 mg/kg BW/day. Almost all patients (11/12) received corticosteroid therapy until they died. Median duration of corticosteroid use was 2 (range 1-7) days, median number of inotropes and vasopressors used was 3 (range 2-4) agents, median LOS was 3 (range 1-9) days, and mortality rate was 100%. Conclusion A small proportion of pediatric septic shock patients received corticosteroid therapy. Their mortality rate was 100%. Further clinical study is needed to evaluate the benefit of corticosteroid therapy in pediatric septic shock patients.