Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Ambigu Pendidikan Deradikalisasi Bagi Terpidana Terorisme Dalam Lembaga Pemasyarakatan Pratiwi, Dian Esti; Afkar, Kardiansyah
Integralistik Vol 31, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Civic Education Program, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/integralistik.v32i2.20853

Abstract

Artikel ini membahas tentang ambiu pendidikan deradikalisasi bagi terpidana terorisme dalam lembaga pemasyarakatan. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana mekanisme pendidikan deradikalisasi bagi terpidana terorisme dalam lembaga pemasyarakatan. Hasil dari penulisan artikel ini adalah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta peraturan tekhnis pelaksana undang-undang tersebut masih menjadikan pendidikan sebagai hak dari terpidana termasuk pendidikan deradikalisasi terpidana bebas untuk menggunakan haknya tersebut baik untuk mengikuti maupun tidak mengikuti pendidikan deradikalisasi tersebut. Terkait pendidikan deradikalisasi yang dilihat berdasarkan beberapa aspek dalam peraturan perundang-undangan masih perlu adanya reformulasi terhadap ketentuan tersebut dan perbaikan terhadap model pendidikan deradikalisasi yang ada saat ini.
Criminal Liability Political Parties in Criminal Acts of Corruption: Indonesia Korea Comparison Lukitasari, Diana; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Ginting, Rehnalemken; Subekti, Subekti; Pratiwi, Dian Esti
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies) Vol 6, No 2 (2021): Indonesia J. Crim. L. Studies (November, 2021)
Publisher : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ijcls.v6i2.33917

Abstract

Political parties are often in the spotlight because of the corrupt behavior of their members with the aim of party interests. The forms of criminal acts of corruption by cadres or political party administrators have various modes, including bribery, buying and selling positions, extorting strategic sectors, harming state finances, abuse of authority and misuse of budgets in development programs. Although there are many cases where political parties are suspected of being in the vortex of enjoying the proceeds of criminal acts of corruption, until now criminal responsibility is still borne by individuals, whether cadres or administrators of political parties. This study aims to provide an overview of the criminal liability arrangements of political parties in corruption in Indonesia and to conduct a comparative study of the accountability of political parties in Indonesia and South Korea. The research method used is non-doctrinal by taking secondary data sources with legal, conceptual and grammatical approaches. The results show that Indonesia still includes political parties as corporations, however, political parties in Indonesia are legal entities that cannot be held criminally responsible. South Korea is an example of a country that regulates criminal acts of political parties through their respective laws. In general, South Korea imposes criminal responsibility on persons or administrators of party members, not on the party itself.
MODEL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PARTAI POLITIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Pratiwi, Dian Esti; Hartiwiningsih, Hartiwiningsih; Ginting, R.; Subekti, Subekti; Diana Lukitasari, Diana
Jurnal Komunitas Yustisia Vol 4, No 3 (2021): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v4i3.43737

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara demokrasi ditandai dengan banyaknya partai politik yang memegang peran penting didalamnya yang artinya proses rekruitmen pejabat publik melibatkan partai politik, dapat dimaknai partai politik merupakan satu-satunya sarana mencapai kekuasaan sehingga Tindak pidana korupsi berkorelasi langsung dengan kedudukan partai politik, politisi dan birokrasi. Penegakan hukum terkait pertanggungjawaban pidana maupun administratif partai politik belum diatur dalam Undang-Undang Nasional, sehingga selama ini yang diperkarakan hanya oknum partai politiknya saja, dilain sisi dapat kita ketahui bersama bahwa partai politik dapat dikatakan ikut menikmati hasil korupsi anggota partainya untuk mendanai kegiatan partai. Artikel ini akan membahas mengenai konstruksi ideal model pertanggungjawaban pidana yang efektif dan efisien terhadap partai politik sebagai badan hukum yang terbukti terlibat korupsi, dan pengaturan korupsi partai politik di masa mendatang dalam Hukum Pidana Nasional.
Implementasi Pengenalan Wajah Menggunakan PCA (Principal Component Analysis) Dian Esti Pratiwi; Agus Harjoko
IJEIS (Indonesian Journal of Electronics and Instrumentation Systems) Vol 3, No 2 (2013): October
Publisher : IndoCEISS in colaboration with Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.078 KB) | DOI: 10.22146/ijeis.3892

Abstract

AbstrakSistem identifikasi berkembang dengan cepat. Perkembangan tersebut mendorong kemajuan sistem keamanan berbasis biometrik. Pengenalan wajah adalah  salah satu sistem identifikasi yang dikembangkan berdasarkan perbedaan ciri wajah seseorang berbasis biometrik yang memiliki keakuratan tinggi.Eigenface merupakan salah satu metode pengenalan wajah berdasarkan Principal Component Analysis (PCA) yang mudah diimplementasikan. Eigenface dimulai dengan pemrosesan awal untuk mendapatkan hasil citra yang lebih baik. Setelah itu menghitung eigenvector dan eigenvalue dari citra wajah untuk dilakukan proses training image. Proses training wajah yaitu mencari eigenvector, eigenvalue dan average image yang  diproyeksikan ke dalam subruang PCA. Proyeksi ke dalam subruang PCA digunakan untuk menyederhanakan data citra yang tersimpan. Perbandingan terkecil proyeksi PCA antara file database dan input menentukan hasil nama pengguna. Perbandingan nilai terkecil dicari menggunakan Nearest Neighbor. Program pengenalan wajah menampilkan salah satu nama pengguna yang telah tersimpan dalam database. Pengujian menggunakan ekspresi senyum dan tanpa ekspresi pada delapan orang dan 16 wajah. Prosentase keberhasilan proses pengenalan wajah adalah 82,81%. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengenalan yaitu pencahayaan pada wajah, jarak wajah dengan webcam, banyaknya gambar wajah orang yang tersimpan dan performa komputer yang digunakan. Kata kunci— Eigenface, eigenvector, eigenvalue, average image Abstract Identification system grow quickly. The  development encourage security system progress based biometric. Face recognition is one of the identification system is developed based on different characteristic of a person’s face based biometric which has a high accuracy. Eigenface is one method of face recognition based on PCA (Principal Component Analysis) which easy to implement. It begin with initial processing to get a better image. Then computing  eigenvector and eigenvalue from face image for further training image process. Training process is finding the eigenvector, eigenvalue and average image to be projected into the PCA subspace. Projection into the PCA subspace is used to simplify the image data stored. The smallest PCA projection comparison between the database and the input file is determinants the result of username. Smallest value comparison searched using Nearest Neighbor. Face recognition program show one of username that has been stored in a database. The test using smile expression and without expression in eight people and 16 faces. The percentage of successful face recognition process is 82,81%.  Several factors that influence the success of the recognition are lighting on the face, the face distance with a webcam, sum face image of people saved and used computer performance. Keywords— Eigenface, eigenvector, eigenvalue, average image
RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SECARA “WIN-WIN SOLUTION” KASUS RESIKO ATAU KEKELIRUAN MEDIS (MEDICAL MALPRACTICE) Sulistyanta Sulistyanta; Riska Andi Fitriono; Hartiwiningsih Hartiwiningsih; R Ginting; Winarno Budyatmojo; Subekti Subekti; Budi Setyanto; Dian Esti Pratiwi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2021: Volume 7 Nomor 2 Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v7i2.459

Abstract

Pemahamam malparaktek medis harus di dasarkan pada asas praduga tak bersalah, bahwa kecil kemungkinan dokter dengan sengaja menimbulkan korban dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Sifat hubungan kontrak ini bila dihubungkan masalah malpraktik medis menjadi persoalan rumit. Sehingga penyelesaian yang lebih berkeadilan, berimbang dan bermartabat perlu dipikirkan. Tawaran alternatif penyelesaian kasus malpraktik medis dengan menerapkan restorative justice didasarkan pada asumsi bahwa penafsiran malpraktik medis secara substansif masih multitafsir dan relative. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa tidak puas, termasuk tahapan penyelesaian persoalan yang ada. Alternatif penyelesaian restoratif justice berbasis pada kesepakatan, kepercayaan dan keterbukaan, tanpa paksaan kedua belah pihak dapat menjadi alternatif penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat. Alternatif penyelesian ini didasarkan pada keseimbangan antara tugas professional tenaga medis dan perhatian terhadap korban (pasien). Suatu konstruksi penegakan hukum non litigasi yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak. Terdapat kelebihan dan kekuarangan dalam penerapan restoratif justice. Kelebihannya dapat dilakukan secara cepat, biaya murah, menghemat waktu dan tenaga. Urgensi penelitian ini antara lain (1) mengatasi persoalan malpraktik yang selama ini telah menimbulkan korban namun penyelesaiannya kurang memuaskan, (2). mencari keseimbangan antara pelayanan kesehatan dan pengguna kesehatan dengan merekonstruksi penegakan hukum yang berkeadilan. Metode dengan melakukan identifkasi dan menganalisis dan mengevaluasi kasus malpraktik medis dan kasus yang diduga malpraktik yang telah membawa korban dan penyelesaian (hukum) dilakukan. Alternatif penyelesaian atau penegakkan hukum medis yang berkeadilan ini selain berkontribusi pada tataran teoretik dalam pengembangan teori penyelesaian dan penegakan hukum di bidang medis yang berkeadilan, transparan, dan jujur, diharapkan juga dapat menjadi model ideal bagi penegakan hukum malpraktik medik di Indonesia.
KAJIAN ETIOLOGI KRIMINAL TERHADAP KASUS CYBER BULLYING DI INDONESIA Prastya Agung Mahendra; ' Hartiwiningsih; Dian Esti Pratiwi
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 9, No 3 (2020): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v9i3.47417

Abstract

AbstrakKajian etiologi kriminal diperlukan sebagai dasar pengambil keputusan untuk menangani kasus cyber  bulling yang meningkat dewasa ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kajian etiologi terhadap tindak pidana cyber bullying dan upaya pencegahannya. Metode penelitian ini menggunakan kombinasi penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendorong pelaku tindak pidana cyber bullying adalah: (a) faktor intern: kekecewaan, kekesalan, dan ketidaktahuan pelaku bahwa tindakannya dilarang oleh undang-undang; (b) faktor ekstern: kemajuan teknologi informasi yang melahirkan banyak bentuk dan jenis kriminalitas, pola asuh permisif dan otoriter di keluarga, teman sebaya, budaya masyarakat yang kacau, penuh prasangka dan diskriminasi, dan konflik mendorong anak/remaja menjadi pelaku cyber bullying. Upaya penanggulangan hukum atas terjadinya tindak pidana cyber bullying di Indonesia adalah dengan upaya penal dan non penal. Upaya penal dengan tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dan non penal dengan pendekatan moral.Kata kunci : Etiologi Kriminal, Cyber Bullying AbstractA criminal etiology study is needed as a basis for decision makers to handle cases of cyber bulling which  are increasing today. The research aim to look at the etiological analysis of someone who commits the crime of cyber bullying and the prevented. This research uses a combination of juridical normative and empirical juridical research. The results showed that the factors that led to the perpetrators of cyber bullying were: (a) internal factors, including disappointment, resentment, and the perpetrator’s ignorance that his actions were prohibited by law; (b) external factors: advances in information technology that give birth to many forms and types of crime, permissive and authoritarian parenting in families, peer, chaotic, prejudiced and national cultural in society, and conflict encourages children or teenagers to become cyber bullying. Legal countermeasures against cyber bullying are criminal and non-penal measures. Penal efforts with actions taken by law enforcement officials and non-penal with a moral approach.Keywords : Etiology of Crime, Cyber   Bullying
Ambigu Pendidikan Deradikalisasi Bagi Terpidana Terorisme Dalam Lembaga Pemasyarakatan Dian Esti Pratiwi; Kardiansyah Afkar
Integralistik Vol 31, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Civic Education Program, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/integralistik.v32i2.20853

Abstract

Artikel ini membahas tentang ambiu pendidikan deradikalisasi bagi terpidana terorisme dalam lembaga pemasyarakatan. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana mekanisme pendidikan deradikalisasi bagi terpidana terorisme dalam lembaga pemasyarakatan. Hasil dari penulisan artikel ini adalah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta peraturan tekhnis pelaksana undang-undang tersebut masih menjadikan pendidikan sebagai hak dari terpidana termasuk pendidikan deradikalisasi terpidana bebas untuk menggunakan haknya tersebut baik untuk mengikuti maupun tidak mengikuti pendidikan deradikalisasi tersebut. Terkait pendidikan deradikalisasi yang dilihat berdasarkan beberapa aspek dalam peraturan perundang-undangan masih perlu adanya reformulasi terhadap ketentuan tersebut dan perbaikan terhadap model pendidikan deradikalisasi yang ada saat ini.