Claim Missing Document
Check
Articles

KEBUTUHAN DESAIN AWAL PADA PILOT PLANT PENGOLAHAN MONASIT MENJADI THORIUM OKSIDA (ThO2) Nuri, Hafni Lissa; Prayitno, Prayitno; Jami, Abdul; Pancoko, M.
Eksplorium Buletin Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir Vol 35, No 2 (2014): November 2014
Publisher : Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir - BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (30.019 KB)

Abstract

Pengumpulan data dan informasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan desain awal pilot plant pengolahan monasit menjadi thorium oksida (ThO2). Kandungan thorium pada  monasit di Indonesia cukup tinggi antara 2,9 – 4,1 % dan cukup melimpah terutama di Kepulauan Bangka Belitung. Thorium dapat digunakan sebagai bahan bakar dikarenakan potensinya lebih melimpah dibandingkan uranium. Pabrik pengolahan thorium oksida dari monasit secara komersial didirikan mulai dari pilot plant untuk menguji data laboratorium. Desain pilot plant dimulai dari desain awal, basic design, desaindetil, procurement,dan konstruksi. Kebutuhan untuk desain awal  yang telah dilakukan meliputi  data umpan dan produk, blok diagram proses, deskripsi proses, penentuan kondisi proses, dan jenis alat  utama. Kata kunci:desain, monasit, thorium oksida
PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI BERKARAKTER BANGSA DALAM NILAI RELIGIUS Prayitno, Prayitno
Jurnal Kependidikan Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Kelompok Kajian Pendidikan Ikatan Alumni IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.73 KB)

Abstract

Teachers in pre-learning activities of appreciation of poetry in high school need to select appropriate learning materials in order to meet the curriculum 2013. In 2013, the educational curriculum is oriented to national values, because it is one of the parts of the character education, which consists of education of values, education of ethics, education of moral, and education of characters. One of the implementations of the character education is by selecting instructional materials for appreciation of poetry that focuses on religious and nation values. In the pre-stage of this learning activity, the teacher needs to prepare the content of the poem that contains character education, namely religious and nation values, by means of interpreting connotative words, ambiguity associated with denotative words, and interpreting the meaning of the poem to understand its meaning. An alternative learning material of appreciation of poetry in high school can be taken from W.S. Rendra’s poems called Penance, After Confession, Come O God, Prayer of Hunger, and A Soldiers Prayer Before the War. Guru dalam tahap pra-kegiatan pembelajaran apresiasi puisi di Sekolah Menengah Atas perlu melaksanakan pemilihan materi pembelajaran yang sesuai dengan Kuriklum 2013. Dalam Kurikulum 2013 nilai pendidikan tersebut berorientasi kepada 18 nilai pendidikan karakter bangsa yang merupakan bagian dari pendidikan karakter yang terdiri atas pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan watak. Salah satu implementasi nilai pendidikan berkarakter bangsa dalam pemilihan materi pembelajaran apresiasi puisi ini berfokus pada nilai religius. Pada tahap pra- kegiatan pembelajaran ini guru perlu mempersiapkan materi puisi yang mempunyai kandungan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa, yaitu nilai religius dengan cara mengartikan kata-kata konotatif dan ambiguity yang dihubungkan dengan kata-kata denotatif, dan menginterpretasi makna dalambait puisi sehingga makna puisi secara keseluruhan dapat diketahui. Alternatif pemilihan materi pembelajaran apresiasi puisi di Sekolah Menengah Atas dapat diambil puisi-puisi karya W.S. Rendra yang berjudul Tobat, Setelah Pengakuan Dosa, Datanglah Ya Allah, Doa Orang Lapar, dan Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang.
Kajian penerapan recycle, reuse dan recovery untuk proses produksi kulit web blue pada industri penyamakan kulit Prayitno, Prayitno
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 25, No 1 (2009): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2715.965 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v25i1.232

Abstract

Leather tanning industries are industries that process skin to produce finish leather product by using many stages of process in which for every stage of process will generate a huge amount either liquid or solid waste. If waste are not to be treated properly, it will cause environmental pollution. Implementation of 3R programs i.e. recycle, reuse and recovery will give impact on minimizing of waste problem. In leather tanning industries for producing wet blue leather however, 3R programs have to be implemented in processes of desalting, washing liquor, flesh and fat, chrome liquor and chrome-tanned waste. In implementing 3 R the waste generated can be either reused, recycled or recoveried as follow salt as swelling agent preventing in pickling process; washing liquor waste as washing liquor for dirt washing; flesh and fat as raw material for producing tallow, soap, fertilizer and livestock fodder; chrome liquor waste as chrome agent for chrome tanning and chrome-tanned waste as filler for producing material building or livestock fodder as protein sources. Keywords: tanning, 3R, waste, environment  ABSTRAK Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit tersamak. Pengolahan bahan baku kulit menjadi kulit tersamak dilakukan melalui beberapa tahap proses, dan setiap tahap proses dipastikan membuang limbah dan jika tidak diolah dengan tepat dan baik dapat mencemari lingkungan. Penerapan program 3 R (Reuse, Recycle, dan Recovery) dimaksudkan untuk memakai ulang, mendaur ulang, dan memungut ulang limbah dari setiap tahap agar limbah yang terbentuk dapat dikurangi atau ditiadakan. Program 3 R pada pembuatan kulit “wet blue” dapat dilakukan pada setiap tahap yang terdiri atas penanganan bahan baku di gudang, perendaman dan pencucian, pemisahan daging, penyamakan dan penyerutan, limbah yang ditimbulkan dari tahapan proses tersebut dapat dalam bentuk garam, air cucian, daging sisa dan lemak, larutan krom dan serutan kulit tersamak. Untuk penerapan program 3 R garam dapat didaur ulang untuk mencegah pembengkakan kulit pada proses pengasaman, bekas air cucian dapat digunakan kembali untuk pencucian tahap awal, daging sisa dan lemak dapat dipungut ulang untuk pembuatan lemak, sabun, pupuk dan makanan ternak, larutan krom dapat di pungut ulang senyawa krom untuk proses penyamakan ulang, sedang serutan kulit tersamak dapat dipungut ulang untuk material bangunan atau sumber protein untuk makanan ternak. Kata kunci: penyamakan, 3 R, limbah, lingkungan
Pemanfaatan limbah kulit ikan nila dari industri filet untuk kulit jaket Prayitno, Prayitno; Kasmudjiastuti, Emiliana; Sahadi, Nur Wachid
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 28, No 1 (2012): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.681 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v28i1.205

Abstract

ABSTRACTThe research to reuse skin waste of the Nile tilapia sp resulted from the Fishs filletindustries was done to produce leather for garment by washable tanning process. Three variableconcentrations of reactive dyes, hydrophobic fat liquoring agent and anionic water repellent wereused in this research by 10, 15, and 20% for reactive dyes and 10, 12.5, and 15% for bothhydrophobic fat liquoring agent and water repellent resulted twenty-seventh of treatment. Theresearch result saw that there is no fade and no change in color after washing and have a good ofpersperation test for all the treatment, light fastness test resulted 5 of Grey Scale whereas sofnesstest resulted in range of scale 4 to 6. Tearing and sawing tests saw that for all treatment werefulfill the SNI 06-4593-1998, Garment leather from sheep and goat. Those were in range of 19.81kg/cm to 47.70 kg/cm and 59.58 kg/cm to 98.57 kg/cm for tearing and sewing propertiesrespectively. Whereas tensile properties saw that from the 27 treatment, 15 treatment were fulfillSNI requirement with the highest value was 171,40 kg/cm2 , for elongation properties for alltreatment saw the result was runs between 69,30% and 110,00%. Optimal conditions resultedby concentration of 10% reactive dyes, 10% hydrophobic fat liquoring and 10% anionic waterrepellent.Foot note: Reactive dye, skin of the Nile tilapia, hydrophobicABSTRAKTelah dilakukan penelitian untuk memanfaatkan limbah kulit ikan Nila dari hasil sampingindustri fillet dijadikan kulit samak yang dapat digunakan untuk jaket dengan proses penyamakanyang dapat dicuci. Konsentrasi zat warna reaktif, bahan peminyakan hidrophobik dan anionikwater- repellen yang digunakan dalam penelitian ini di variasi masing-masing dalam 3konsentrasi, yaitu 10, 15 dan 20% untuk zat warna reaktiv dan 10, 12,5 dan 15% untuk bahanpeminyakan dan water-repellen, sehingga dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 27 perlakuan.Hasil penelitian menunjukan tidak adanya kelunturan dan perubahan warna untuk semuaperlakuan pada uji pencucian dan uji ketahan terhadap keringat dengan nilai pada skala 4/5 - 5Gray scale, dan kulit tetap lemas setelah pengujian dengan nilai kelemasan antara 4-6. Uji kuatsobek menunjukan semua perlakuan memenuhi persyaratan SNI 06-4593-1998 Kulit Jaket daridomba dan kambing dengan nilai terendah 19,81 kg/cm dan tertinggi 47,70 kg/cm, untuk uji kuatjahit semua memenuhi persyaratan SNI, dengan nilai terendah 59,58 kg/cm dan tertinggi 98,57kg/cm sedangkan untuk kuat tarik 15 perlakuan dapat memenuhi peryaratan SNI dengan nilaitertinggi 171,40 kg/cm2. Sedangkan uji kemuluran kulit menunjukan hasil uji terendah 69,30%dan tertinggi 110,00%. Kondisi optimal diperoleh dengan perlakuan 10% zat warna reaktive,10% bahan peminyakan hidrophobik dan 10% bahan water-repellen anionik.Kata kunci: zat warna reaktif, kulit ikan nila, hidrophobik
Pengaruh Rhizopus sp sebagai agensia bating terhadap sifat kuat tarik dan kemuluran kulit garmen domba Prayitno, Prayitno; Davinchi, Agnes C; Wasito, Samsu
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 21, No 1 (2005): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (822.376 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v21i1.312

Abstract

The influence of Rhizopus sp as bating agent for the tensile strength an elongation properties of sheep leather garment have been investigated. The concentration treatments for Rhizopus Sp were 0,5% and 1% of bloten weight and as comparation was used 1% of oropon OR bating agent, meanwhile the sheep skins used was grouped into 3 groups of weight bases on the fresh skin those were skin those were skin with weight less than 2 kgs, between 2 and 2.5 kgs and skin with weight more than 2.5 kgs, whereas the bating time employed was 60 minutes. The design of experimental method employed in this research was Completely Randomized Design (CRD) for factorial 3x3 with three repetitions. The testing applications parameters observed were tensile strength and elongation at break. The result showed that tensile strength of leather in this research was significantly influenced by the weight of sheep skin (p<0.01). increasing of the sheep skin’s weight would decrease tensile strength properties but elongation at break was not significantly influenced, meanwhile the kind and the dosage of bating agent affected unsignificantly (p>0.05). by concentration of 1% oropon OR; 0.5% and 1% Rhizopus sp the tensile strength and elongation at break for sheep’s skin weight of less than 2 kg fulfill the requirements of Indonesian National Standard (SNI) 06-0250-1989: Sheep/goat leather glove and jacket. Key words: Rhizopus sp, bating agent, tensile strength, elongation, sheep leather garment.  ABSTRAK Telah dilakukan penelitian terhadap pengaruh Rhizopus sp. sebagai agensia bating pada sifat kuat tarik dan kemuluran kulit garmen domba. Konsentrasi Rhizopus sp. yang digunakan adalah 0,5% dan 1% dan sebagai pembanding digakan agentia oropon sebanyak 1%, sementara itu kulit domba yang digunakan dibagi dalam 3 grup berdasarkan pada berat kulit segar yaitu kulit dengan berat kurang dari 2 kg, antara2-2,5 kg dan kulit dngan berat diatas 2,5 kg, sedang waktu bating yang di gunakan adalah 60 menit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metod eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola factorial 3x3 dengan 3 kali ulangan. Parameter uji yang diamati adalah kuat tarik dan kemuluran. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kondisi penelitian ini kuat tarik dari kulit tersamak dipengaruhi secara nyata oleh berat kulit yang digunakan sebagai bahan penelitian (p<0,01), kenaikan bobot kulit ini akan menurunkan sifat kuat tarik akan tetapi tidak berpengaruh nyata pada kemulurannya, sedangkan jenis serta konsentrasi dari agensia bating tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kuat tarik dan kemuluran kulit garmen yang dihasilkan dalam penelitian ini. Kuat tarik dan kemuluran untuk kulit domba dengan berat kurang dari 2 kg dengan pemakaian oropon OR 1% dan Rhixopus sp. 0,5% dan 1% memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-0250-1989. Kulit Sarung Tangan dan Jaket dari Kulit Domba/Kambing. Kata kunci: Rhizopus sp, agensi bating, kuat tarik, kemuluran, kulit garmen domba. 
Kajian penerapan bioteknologi pengolahan kulit untuk mengurangi limbah Prayitno, Prayitno
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 26, No 1 (2010): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2407.842 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v26i1.243

Abstract

In its wider scope, biotechnology has been used in the tanning industry for several years, since the inception of enzyme utilization. Enzyme in leather processing can be successfully applied at the several stage of processes. At the soaking, enzyme was able to decrease soaking time from 7 hours to 4 hours for salted raw stock and from 24 hours to 10 hours for dried raw stock. At the liming and unhairing processes, however enzyme can be recover a good quality of hair with a good saleable value, recution of sodium sulfide to minimize the waste, the quality of tanned leather will increase, by using 3 % of the enzyme concentration moreover the tensile strength increased from 138,35 kg/cm2 to 209.50 kg/ cm2,while elongation at break degrease from 69.91% to 62.54%. at the bating process, the proteolitic enzyme was the only one substance and it can’t be substituted by other chemicals. At the degreasing process, the use of lipase enzyme will improve the quality of waste effluent, it was due to the application of fat solvent on contional method of tanning. The use 0.02% concentration of collagenase enzyme in vegetable tanning will increase the tanning’s substance absorption efficiency by 98%. Whereas at the waste treatment, the acidophilic fungi might absorb chromium that was liberated from the re-tanning process with 95% affectivity. Immobilized cells were also possible to be applied in effluent waste treatment of leather industry.  Keyword : biotechnology, enzyme, tanning, waste Dalam lingkup yang lebih luas, bioteknologi telah diterapkan dalam industry kulit bertahun-tahun sejak diperkenalkannya enzim. Pada proses penyamakan kulit penggunaan enzim cukup sukses pada beberapa tahapan proses. Pada proses perendaman (soaking) dapat mempercepat waktu perendaman dari 7 jam menjadi 4 jam untuk kulit awet garam dan dari 24 jam menjadi 10 jam untuk kulit awet kering. Pada proses pengapuran dan penghilangan bulu (liming dan unhairing) akan menghasilkan bulu kualitas baik yang mempunyai nilai jual dan mengurangi pengunaan garam sulfide sehingga dapat mengurangi cemaran. Kulit samak yang dihasilkan meningkat kualitas pada penggunaan 3 % ensim, sementara kuat tarik meningkat dari 138,35 kg/cm2 menjadi 209,50 kg/cm2, namun kemuluran turun dari 69,91% menjadi 62,54%. Pada proses pengkikisan protein (bating), enzim protease merupakan satu-satunya bahan bating dan tidak bias digantikan oleh kimia lain. Pada proses penghilangan lemak (degreasing) maka penggunaan enzim lipase dapat mengurangi cemaran akibat bahan pelarut lemak yang digunakan pada cara konvensional. Penggunaan enzim kolagenase sebesar 0,02 % pada proses penyamakan dengan pada cara konvensional. Penggunaan enzim kolagenase sebesar 0,02% pada proses penyamakan dengan samak nabati telah meningkatkan efisiensi penyerapan bahan penyamak sampai 98%. Sedangkan penanganan limbah dengan bioteknologi mengurangi kromium pada proses penyamakan ulang menggunakan jamur asidophilik yang efektifitas mencapai 95%. Penggunaan immobilisasi sel memungkinkan untuk diterapkan pada penanganan limbah industry penyamaan kulit. Kata Kunci : bioteknologi, ensim, penyamakan, limbah.
Penanganan limbah krom dengan metode destruksi kimia Wiryodiningrat, Suliestiyah; Kismolo, Endro; Prayitno, Prayitno
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 23, No 1 (2007): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.298 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v23i1.328

Abstract

The treatment of chrome waste water was conducted by chemical destruction method. Chromium recovery process that at the same time lowering the chrome content is considered the best solution so far. The treatment of chrome The treatment of chrome waste water was done by chemical process using Magnesium Oxide and Lime to produce Sludge of Chromium performed. By the process of chemical destruction method using Sulphuric Acid, Chrome Sulphate or Chromosal powder that can be used as an alternative tanning agent can be obtained. It can be concluded from the research that destruction process of Chrome Hydroxide Sludge of Lime Process requires speed of stirring 100 rpm. At this state, the content of soluble Solid Substance in Chromium Sulphate Liquor was 5.125 g/l, and the solubility of chromosal in water was 99.15%, whereas for Sludge of Chrome Hydoxide from Magnesium Oxide process, the best speed of stirring was 150 rpm, with soluble solid substance in the Chrome Sulphate was 4.085 g/l and solubility of Chromosal powder in water was 99.54%. Key word : Chrom, chemical destruction, waste water. ABSTRAKTelah dilakukan penanganan limbah krom dengan metode distruksi kimia. Proses mendapatkan kembali kromium dan sekaligus menurunkan kadar krom limbah industri penyamakan kulit adalah merupakan pemecahan masalha yang terbaik. Penanganan limbah krom dilakukan dengan proses kimiawi menggunakan magnesium oksida dan kapur untuk membentuk lumpur krom. Melalui proses distruksi kimia dengan asam sulfat, dapat diperoleh krom sulfat atau serbuk kromosal yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit alternatif. Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa pada proses distruksi lumpur krom hidroksida dari proses kapur membutuhkan kecepatan pengadukan sebesar 100 rpm. Pada kondisi ini kadar zat padat terlarut dalam larutan krom sulfat sebesar 5,125 g/l, dan nilai kelarutan dalam air pada produk serbuk kromosal sebesar 99,15%. Sedangkan untuk lumpur krom hidroksida hasil pengendapan menggunakan MgO kecepatan pengadukan terbaik dicapai pada 150 rpm, dengan nilai kadar zat padat terlarut dalam produk larutan krom sulfat sebesar 4,085 g/l dan nilai kelarutan dalam air pada produk serbuk kromosal sebesar 99,54^. Kata Kunci : Krom, destruksi kimia, limbah cair.
Peningkatan kualitas air limbah terolah industri penyamakah kulit menggunakan taman tanaman air dengan tumbuhan bambu air Prayitno, Prayitno; Sholeh, Muhammad
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 30, No 1 (2014): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (894.781 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v30i1.120

Abstract

A research of constructed wetland system vegetated with Equisetum hyemale for treating of treated tannery wastewater have been conducted. The constructed wetland was 3 m long, 1 m wide, and 1 m deep or equal with volume of 3 m3. The construction of wetland consisted of 4 main layers (from the bottom to the top): 0.3 m of rock; 0.3 m of gravel; 0.1 m of black sugar-palm fiber; and 0.3 m of sand. The wetland was operated with subsurface flow system (SSF). The detention time was varied at 3.125; 2.083; and 1.563 days. The result showed that the optimum removal were 60.60% for COD with detention time of 3.125 days, 60.17% for BOD with detention time of 2.083 days, 93.76% for TSS with detention time of 3.125 days, 89.02%  for S with detention time of 3.125 days and 96.89% for total chrome wth detention time of 2.083 days.ABSTRAKTelah dilakukan penelitian taman tanaman air (TTA) dengan tanaman bambu air untuk mengolah limbah cair terolah industri penyamakan kulit. Konstruksi TTA berukuran panjang 3 m, lebar 1 m, dan dalam 1 m, atau sama dengan volume 3 m3. Media terdiri atas empat lapisan mulai dari bawah adalah koral 0,3 m, kerikil 0,3 m, ijuk 0,1 m, dan lapisan paling atas adalah pasir 0,3 m. TTA dioperasikan dengan sistem aliran subsurface (SSF). Waktu tinggal divariasi berturut-turut pada 3,125; 2,083; dan 1,563 hari. Hasil penelitian menunjukan efektivitas penurunan COD sebesar 60,60% dengan waktu tinggal 3,125 hari, penurunan BOD sebesar 60,17% dengan waktu tinggal 2,083 hari, penurunan TSS sebesar 93,76% dengan waktu tinggal 3,125 hari, penurunan S sebesar 89,02% dengan waktu tinggal 3,125 hari dan penurunan krom sebesar 96,89% dengan waktu tinggal 2,083 hari.
Pembuatan vermikompos menggunakan limbah fleshing di industri penyamakan kulit Prayitno, Prayitno
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 29, No 2 (2013): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.766 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v29i2.194

Abstract

ABSTRACTA research on utilization of fleshing waste at the tannery industry by vermicomposting have been conducted. The growth media consist of dung, fleshing waste, and stubbles. Ratio of dung and fleshing waste were varied at 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; and 50:50 respectively. All the media were fermented for three weeks and then proceeded by incubation process of earthworm for another six weeks. The changes of the volume per weight of media, the earthworm weight, C, N, and C/N ratio were observed and measured every week. The result showed that media volume per weight value were decreased in direct proportional to weight of the fleshing waste added in the media, those were 1.66; 1.64; 1.53; 1.50; 1.39; and 1.31 cm3/g, respectively. C/N ratio were below 15 for all combination of media ratio after two weeks incubation. The optimum result was achieved for compost with dung and fleshing waste ratio of 60:40.Keywords: Earthworm, fleshing waste, C/N ratio, vermicomposting.ABSTRAKTelah dilakukan penelitian pemanfaatan limbah sisa fleshing pada proses penyamakan kulit untuk pembuatan kompos menggunakan cacing tanah. Penelitian ini dilakukan dengan membuat media pertumbuhan cacing tanah yang terdiri atas campuran kotoran sapi, sisa fleshing, dan potongan jerami. Perbandingan antara kotoran sapi dengan limbah fleshing berturut-turut 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; dan 50:50. Fermentasi campuran bahan kompos dilakukan selama 3 minggu dan dilanjutkan pemeraman cacing selama 6 minggu. Setiap minggu dilakukan pengamatan terhadap parameter keberhasilan pembuatan media habitat cacing tanah yang meliputi nilai keambanan media, berat cacing, unsur C, unsur N dan rasio C/N. Hasil percobaan menunjukan keambanan media turun seiring dengan jumlah limbah fleshing yang ditambahkan, berturut-turut sebesar 1,66; 1,64; 1,53; 1,50; 1,39; dan 1,31 cm3/g, sedangkan rasio C/N hingga dibawah 15 untuk semua perlakuan dicapai setelah inkubasi 2 (dua) minggu. Rasio C/N optimum diperoleh pada perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi dengan fleshing 60:40.Kata kunci: cacing tanah, limbah fleshing, rasio C/N, vermikompos.
Pembuatan bahan penyamak nano nabati dan aplikasinya dalam penyamakan kulit Herminiwati, Herminiwati; Waskito, Sri; Purwanti, Christiana Maria Herry; Prayitno, Prayitno; Ningsih, Dwi
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 31, No 1 (2015): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.224 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v31i1.180

Abstract

This study aimed to create nano vegetable tanning materials of acacia bark extract. The process started with size reduction of acacia bark (16.7 mm x 4.9 mm x 1.8 mm), followed by counter current extraction of acacia bark with water at 80ºC with 1:3 bark to water ratio in order to obtain extracts with density of 9-10ºBe. Drying was done with a spray dryer. Particle size of the resulting powders was measured with particle size analyzer. Planetary ball mill was used for 6 hours to obtain average particle size of 72.9 nm. A variety of vegetable tanning materials were applied in the vegetable tanning process with varied concentrations of 15, 20, and 25%. The use of 25% nano vegetable tanning material of acacia bark extract gave the best results compared to liquid extract of acacia bark and mimosa. The properties of the leather obtained were tensile strength of 27.04 kg/cm2, elongation at break of 50%, shrinkage temperature of 84oC, and degree of tannage of 79.65%.Keywords: vegetable tanning material, nano particle, acacia bark, extraction, planetary ball mill.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk membuat bahan penyamak nano nabati dari ekstrak kulit kayu akasia. Proses pembuatannya dilakukan melalui tahapan pengecilan ukuran kulit kayu akasia (16,7 mm x 4,9 mm x 1,8 mm), dilanjutkan dengan ekstraksi kulit kayu akasia secara counter current menggunakan air 1:3 dengan suhu air awal 80ºC sehingga diperoleh ekstrak dengan densitas 9-10ºBe. Pengeringan dilakukan dengan spray dryer. Serbuk hasil spray dryer diukur partikelnya dengan particel size analyzer, kemudian diteruskan dengan pengecilan ukuran menggunakan planetary ball mill selama 6 jam sehingga diperoleh partikel berukuran rata-rata 72,9 nm. Berbagai bahan penyamak nabati diaplikasikan dalam proses penyamakan nabati pada kadar 15, 20, dan 25%. Penggunaan ekstrak nano nabati kulit kayu akasia sebesar 25% memberikan hasil terbaik dibanding ekstrak cair kulit kayu akasia maupun mimosa impor. Kulit tersamak yang dihasilkan memiliki kuat tarik sebesar 27,04 kg/cm2, kemuluran sebesar 50%, suhu kerut sebesar 84oC, dan derajat penyamakan sebesar 79,65%.Kata kunci: bahan penyamak nabati, partikel nano, kulit kayu akasia, ekstraksi, planetary ball mill.