p-Index From 2019 - 2024
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Muqaranah
Legawan Isa
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERLINDUNGAN KESELAMATAN KERJA MENURUT PASAL 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK DAN HUKUM ISLAM Robby Andreawan; Ema Fathimah; Legawan Isa
Muqaranah Vol 4 No 2 (2020): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.979 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v4i2.7929

Abstract

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan keselamatan kerja menurut Pasal 1 UU Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek dan bagaimana perlindungan keselamatan kerja dalam pendekatan normatif Islam. Penelitian ini termasuk ranah penelitian hukum karena sember kajian adalah undang-undang dan Hukum Islam tentang kenaga kerjaan, sedangkan jenis penelitian berupa studi kepustakaandengan sumber data primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang digunakan atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan yang terkait, jurnal, hasil penelitian, artikel, dan buku-buku lainnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran ilmiah, sebagai bahan informasi akademis tentang konsep keselamatan kerja melalui pendekatan hukum posetif dan hukum Islam. Simpulan penelitian ini ada dua poin. Pertama Perlindungan keselamatan kerja berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1992 tentangjamsostek menjamin pekerja atas hak keselamatan keamanan dan orang-orang yang ada di lingkungan kerja. Kedua Sedangkan dalam hukum Islam terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan kerja yakni untuk memperoleh kemaslahatan dengan memelihara Al-umur al- dlaruriyah, dan maqashid syari‟ah sebagai perlindungan keselamatan duniawi dan ukhrawi baik bagi pengusaha dan tenaga kerja.
BADAL HAJI UNTUK ORANG YANG TELAH WAFAT DALAM PERSPEKTIF MAZHAB MALIKI DAN MAZHAB SYAFI’I M. Saiv Mahival; Muhammad Zuhdi; Legawan Isa
Muqaranah Vol 5 No 1 (2021): Muqaranah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.116 KB) | DOI: 10.19109/muqaranah.v5i1.9211

Abstract

Badal haji untuk orangpyang telahpwafat dalam perspektif mazhab maliki dan mazhab syafi’i yakni dalam pelaksanaan badal haji adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama mazhab, adapyang membolehkanpdan adapyang tidak boleh. Yang membolehkanpialah mazhab syafi’i sedangkan yang tidak membolehkan ialah mazhab maliki. menurut mazhab maliki tidaklah boleh diwakilkan dengan alasan ibadah haji tidak dapat digantikan dengan orang lain sebagaimana shalat dan puasa sedangkan menurut sebagian ulama terkhusus mazhab syafi’i boleh diwakilkan dengan alasan jikalau seseorang yang telah memenuhi syaratnya wajib hajipnamun telah meninggalpdunia sebelumpiapmelaksanakannya maka boleh segera diwakilkan. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalahpbagaimana badalphaji untukporang yangptelahpwafat dalam pandangan mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i dan apa persamaan dan perbedaan badalphaji untukporang yangptelah wafatpmenurut mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i. Adapunpmetode yang digunakanpdalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, sumberpdata yangpdigunakan dalamppenelitian inipadalah sumberpdatapsekunder, metodeppengumpulan datapyang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang melalui studi kepustakaan yang disebut dengan Library reseach, yaitu dilakukan melalui cara mencari, mengkaji, serta menela’ah atau menganalisa pendapat dan perspektif para ulama yang terdapat dalam buku-bukunya sesuai dengan pembahasan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki bahwa siapa pun yang wajib mengerjakan haji pada rukun Islam, yaitu haji fardhu, tidaklah boleh diwakilkan kepada siapa pun untuk mengerjakan haji sebagai pengganti dirinya. Baik dia sehat ataupun sakit yang diharapkan kesembuhannya. Hal ini di dasari dengan ibadah haji merupakan ibadah yang mendominan pada fisik maka hal ini tidak holeh diwakilkan kepada orang lain. Sedangkan menurut pendapat mazhab Syafi’i bahwa badal haji boleh untuk mereka yang lemah (orang yang sakit atau sudah berlanjut usia) dan bagiporang yang telahpmeninggal dunia. Denganpsyarat orang yang meninggal tersebut belum sama sekali melaksanakan ibadah haji. Adapun persamaan antara mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i adalah bahwa kedua-duanya mengatakan ibadah haji itu wajib dilaksanakan bagi orang yangpmampu baikpsecara fisik, finansial dan keamanan. Dan keduanya sepakat juga bahwasanya badal haji itu boleh dibadalkan. Namun letak pada perbedaannya bahwa mazhab Maliki mengatakan harus memakai wasiat sedangkan mazhab Syafi’i tanpa dengan wasiat tetap dibolehkan. Kata Kunci: Badal haji untuk orang yang telah wafat. Abstract The badal hajj for people who have died is in the perspective of the maliki and shafimazhab, namely in the implementation of badal haj there are differences of opinion among mazhab scholars, some allow and some are not allowed. The ones that allow are the syafi'i schools while those who do not allow are the maliki schools. according to the Maliki mazhab it cannot be represented on the grounds that the pilgrimage cannot be replaced by other people such as prayer and fasting, while according to some scholars, especially the shafi'i school, it can be represented on the grounds that if someone who has met the requirements is obliged to do Hajj but has passed away before he performs it then he may immediately represented. As for the formulation of the problem in this study is how badal hajj for people who have died in the view of the mazhabmaliki and mazhabsyafi'i and what are the similarities and differences of badal hajj for people who have died according to mazhabmaliki and mazhabsyafi'i. The method used in this research the writer uses a qualitative approach, the data sources used in this research are secondary data sources, the data collection method used in this research is a method through library research called library research, which is done by means of looking for, studying, and analyzing or analyzing the opinions and perspectives of the scholars contained in their books in accordance with the discussion. Thepresults of thispstudy indicatepthat accordingpto the opinionpof the Maliki school, anyone who is obliged to perform Hajj in the pillars of Islam, namely haji fardhu, should not be represented by anyone to perform Haj as a substitute for himself. Either he is healthy or sick, he is expected to recover. This is based on the fact that the pilgrimage is the dominant worship in the physical so that this cannot be represented by other people. Meanwhile, according to the opinion of the Syafi'imazhab that badal haji is allowed for those who are weak (people who are sick or have aged) and for people who have died. With the condition that the person who died has never performed the pilgrimage at all. The similarities between the Maliki mazhab and the Syafi'i school are that both say that the pilgrimage is obligatory for people who are physically, financially and secure. And both of them agreed that the Hajj badal was allowed to be legalized. However, the difference lies in the fact that the Maliki school says that you must use a will, while the Syafi'i school without a will is still permitted. Keywords: Badal Hajj for people who have dead