AbstrakProstitusi atau pelacuran sebagai masalah sosial sementara ini dilihat dari hubungan sebab-akibat dan asal mulanya tidak dapat diketahui dengan pasti, namun sampai sekarang pelacuran masih banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan ada di hampir setiap wilayah di Indonesia, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Karena hukum pidana positif Indonesia belum mengatur secara jelas dan tegas tentang perbuatan prostitusi baik dalam KUHP maupun Undang-Undang diluar KUHP. Kasus prostitusi artis di Surabaya yang melibatkan artis VA dan AS, polisi langsung menetapkan muncikari sebagai tersangka. VA dan AS sebelumnya berstatus hanya sebagai saksi dan korban saja, tetapi status VA berubah menjadi tersangka dalam kasus tersebut karena telah melanggar Pasal 27 ayat (1) UndangUndang Informasi Transaksi Elektronik) namun pengguna hanya menjadi saksi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pengguna jasa prostitusi serta Bagaimana pembaharuan kebijakan hukum pidana sebagai upaya yang efektif untuk menanggulangi prostitusi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis empiris yakni penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Dan penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya.Kata Kunci: Pemidanaan, Pengguna Jasa, Prostitusi, Aspek Keadilan. AbstractProstitution or prostitution as a temporary social problem is seen from the cause-and-effect relationship and its origin cannot be known with certainty, but until now prostitution is still widely found in everyday life and exists in almost every region in Indonesia, both overtly and secretly. Because Indonesia's positive criminal law has not clearly and unequivocally regulated the act of prostitution both in the Criminal Code and laws outside the Criminal Code. In a case of artist prostitution in Surabaya involving VA and US artists, the police immediately named muncikari as a suspect. Va and U.S. previously had the status of witnesses and victims only, but VA's status changed to suspect in the case because it violated Article 27 paragraph (1) of the Electronic Transaction Information Act) but the user only became a witness. The problems in this study are how to implement the punishment of criminal offenders who use prostitution services and how to update criminal law policies as an effective effort to overcome prostitution in Indonesia. This research uses an empirical juridical research approach, namely legal research regarding the implementation or implementation of normative legal provisions in action at every certain legal event that occurs in society. And this study also uses a normative juridical approach. The normative juridical approach is an approach that is carried out based on the main legal materials, examining matters of a theoretical nature that concern legal principles, legal conceptions, views and doctrines of law, regulations and legal systems using secondary data, including principles, rules, norms and legal rules contained in laws and regulations and other regulations.Keywords: Punishment, Service Users, Prostitution, Aspects of Justice.