Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Model Spatial Analysis untuk Penilaian Bangunan Cagar Budaya di Kota Gresik Putranto, Andi
AMERTA Vol 36, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2124.013 KB) | DOI: 10.24832/amt.v36i2.132-144

Abstract

Gresik is one of the old cities in Java that has experienced a period of appearing and developing for a long time. In Gresik, there are many archaeological remains in the form of old buildings, especially from the colonial period, which are scattered in several regions in the city of Gresik. The assessment of cultural heritage, especially of the types of buildings so far has been carried out, especially in the framework of preservation and cultural resource management,but not much is known about the mechanism. Therefore, in this study a valuation model is proposed using a tiered quantitative analysis method derived from spatial analysis methods with a weighting factor. In this study proposed building ratings are building class D = Poor, building class C = Moderate, building class B = Good, and building class A = Excellent. Gresik merupakan.salah satu kota lama di Pulau Jawa yang telah mengalami masa muncul dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup lama. Di Gresik banyak dijumpai tinggalan arkeologis berupa bangunan tua, khususnya dari periode kolonial yang tersebar di beberapa kawasan di Kota Gresik .  Penilaian cagar budaya, khususnya jenis bangunan, selama ini telah dilakukan terutama dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan dan kepentingan terkait dengan  pelestarian, tetapi belum banyak diketahui bagaimana mekanismenya Oleh karena itu, di dalam penelitian ini diajukan  model penilaian dengan menggunakan metode analisis kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Metode ini merupakan implementasi dari metode spatial analisis dalam kajian GIS (Geographic Information System).  Dalam penelitian ini diajukan peringkat bangunan, yaitu kelas bangunan D = Kurang, kelas bangunan C = Cukup, kelas bangunan B = Baik, dan kelas bangunan A = Istimewa
MODEL PENILAIAN KUANTITATIF BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOTA SURAKARTA (QUANTITATIVE VALUING MODEL OF HERITAGE BUILDINGS IN SURAKARTA CITY) Putranto, Andi; Pradnyawan, Dwi
Naditira Widya Vol 12, No 2 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 2 Oktober Tahun 2018
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.721 KB) | DOI: 10.24832/nw.v12i2.313

Abstract

Bangunan cagar budaya di Kota Surakarta merupakan peninggalan sejarah dari masa kolonial di Indonesia. Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan- bangunan tersebut dapat dikategorikan sebagai Bangunan Cagar Budaya jika telah melalui proses pendaftaran atau register, penilaian hingga ditetapkan sesuai dengan peringkatnya. Penilaian cagar budaya khususnya dari jenis bangunan dilakukan dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan. Bentuk penilaian tersebut belum banyak diketahui mekanismenya. Penelitian ini melakukan cara penilaian dengan menggunakan metode analisis  kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Proses perolehan hasil akhir dari penilaian dilakukan dengan menggunakan algoritma matematika, sehingga proses penilaiandapat terlihat dalam satu rangkaian proses yang berurutan dan sistematis. Hasil penilaian dengan model penilaian tersebut digunakan untuk memperoleh nilai akhir bagi sebuah bangunan dalam bentuk kelas rekomendasi untuk penetapan  bangunan cagar budaya. Dalam penelitian ini diajukan empat kelas, yaitu kelas bangunan dengan tidak atau kurang direkomendasikan, kelas bangunan direkomendasikan dengan level cukup, kelas bangunan direkomendasikan dengan level kuat, dan kelas bangunan yang direkomendasikan dengan level mendesak. Keempat level ini berkaitan erat dengan skala prioritas dalam rangkaian kegiatan penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Peneitian ini menghasilkan nilai yang bersifat kuantitatif dan terukur secara ilmiah dan memberikan dinamika positif dalam cara penilaian bangunan untuk penetapan cagar budaya. Cultural heritage buildings in Surakarta are historical relics from Indonesian colonial period. The law number 11, year 2010 of the Republic of Indonesia concerning and cultural archaelogical preservation and management classifiesthese buildings as Cultural Heritage Building, after passing through multiple registration process. The assessment of cultural heritage nomination, especially based on types of building, is carried out in the framework of preparing recommendations for its establishment. Unfortunately, the assesment mechanism has not been widely understood. This study carried out the evaluation using a tiered quantitative analysis method with a weighing factor. The process to obtain final assessment results is achieved by using a mathematical algorithm. The assessment process can be visually observed in sequential and systematic processes. By using this method, the assesment results a formula that can be used to obtain the final value for a building which classified into several recommendations for the establishment of a cultural heritage building. The study claims that at least here are four classes of recommendation levels; building classes with no or less recommended, recommended building classes with sufficient levels; recommended building classes with strong levels; and recommended building classes with urgent levels. These four levels are closely related to a priority scale in a set of activities as a cultural heritage building. This research produces values that are quantitatively and scientifically measured and provides positive dynamics in the way of valuing buildings for the establishment of cultural heritage.
Pandangan Masyarakat Gunung Kidul terhadap Pelarian Majapahit sebagai Leluhurnya (Kajian atas Data Arkeologi dan Antropologi) Andi Putranto
Humaniora Vol 15, No 2 (2003)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.277 KB) | DOI: 10.22146/jh.790

Abstract

Gunung Kidul merupakan wilayah yang terletak di sebelah selatan kota Yogyakarta. Secara geografis, Gunung Kidul merupakan daerah pegunungan kapur (karst) yang didominasi oleh lahan tidak produktif. Wilayah Gunung Kidul meliputi Pegunungan Seribu di sebelah selatan, Cekungan Wonosari di tengah, dan Pegunungan Batur Agung di sebelah utara. Peninggalan arkeologis yang berasal dari masa Hindu-Budha (masa klasik) cukup banyak ditemukan di Gunung Kidul. Temuan yang bersifat monumental tersebut berupa bangunan candi, yang menunjukkan hasil kebudayaan agama Hindu maupun Budha (Djatiningsih, 1997:31–40 ). Selain itu, ditemukan beberapa arca dan prasasti. Peninggalan- peninggalan tersebut tersebar di wilayah Kecamatan Panggang, Patuk, Ngawen, Wonosari, Paliyan, Semanu, Tepus, Karangmojo, Semin, dan Ponjong. Pada saat ini, peninggalan-peninggalan tersebut sebagian besar hanya tinggal reruntuhan. Bagian yang tersisa hanya bagian fondasi. Meskipun demikian, masih terdapat bangunan candi yang relatif lengkap keberadaannya, yaitu Candi Risan di Kecamatan Semin.
Assessment of Old Buildings in Lasem City Based on Tiered Quantitative Analysis Method with Weighting Factors Andi Putranto; Dwi Pradnyawan
Kapata Arkeologi Vol. 14 No. 2 (2018)
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v14i2.522

Abstract

Bangunan tua di Kota Lasem merupakan peninggalan sejarah dari masa Kolonial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan-bangunan tersebut dapat dikategorikan sebagai Bangunan Cagar Budaya jika telah melalui proses pendaftaran dan penilaian hingga pada akhirnya dilakukan penetapan oleh pemerintah sesuai dengan peringkatnya. Kegiatan penilaian terhadap bangunan tua di Kota Lasem yang dinilai memiliki ciri sebagai bangunan cagar budaya harus dilakukan terlebih dahulu sebagai dasar untuk membuat rekomendasi bagi pemerintah dalam melakukan penetapan sebagai bangunan cagar budaya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian cagar budaya khususnya dari jenis objek bangunan selama ini telah dilakukan terutama dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan namun tidak diketahui mekanisme penilaian yang diterapkan. Oleh karena itu, penelitian ini mengenalkan mekanisme model penilaian yang menerapkan metode analisis kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Metode ini biasa digunakan dalam berbagai penelitian di bidang ilmu eksakta khususnya dalam penilaian evaluasi lahan. Metode ini merupakan adaptasi dari metode analisis spasial yang berbasis pada algoritma. Hasil penilaian dengan model ini akan mampu menyusun formula yang diharapkan serta dapat menghasilkan nilai akhir untuk sebuah objek bangunan agar memperoleh kelas dalam kaitannya dengan rekomendasi untuk penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Dalam penelitian ini diajukan empat kelas rekomendasi, yaitu kelas bangunan dengan tidak atau kurang direkomendasikan, kelas bangunan direkomendasikan dengan level cukup, kelas bangunan direkomendasikan dengan level kuat, dan kelas bangunan yang direkomendasikan dengan level mendesak. Keempat level ini berkaitan erat dengan skala prioritas dalam rangkaian kegiatan penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Hasil penelitian ini diharapkan akan memperoleh suatu nilai kuantitatif dan terukur secara ilmiah dalam tata cara penilaian bangunan untuk penetapan sebagai bangunan cagar budaya.Old buildings in Lasem City are a historical heritage from the colonial period. Based on Law Number 11 of 2010 on Cultural Heritage, these buildings can be categorized as Cultural Buildings if they have gone through the process of registration and assessment and finally designated by the government according to their rank. The assessment of old buildings in Lasem City which are considered to have the characteristics of a cultural heritage building must be performed first as a basis for making recommendations for the government in making the designation as cultural heritage buildings following applicable laws and regulations. The assessment of cultural heritage, especially from the types of building objects has been performed mainly in the context of preparing recommendations for designation, but the assessment mechanism applied is unknown. Therefore, this research introduces the mechanism of assessment model that applies tiered quantitative analysis methods with weighting factors. This method is commonly used in various research in the exact sciences, especially in evaluating land. This method is an adaptation of the spatial analysis method based on the algorithm. The results of the assessment with this model will be able to formulate the expected formula as well as can produce the final value for building object in order to obtain a class in relation to recommendations for designation as cultural heritage buildings. In this research, four recommendation classes were proposed, namely building which is not suitable or not recommended, recommended building with sufficient level, recommended building with strong level, and recommended building with urgent level. These four levels are closely related to the priority scale in a series of designation as cultural heritage buildings. The results of this research are expected to obtain a quantitative value and scientifically measured in the procedure for assessing buildings for designation as cultural heritage buildings.
ALTERNATIF MODEL PENILAIAN NILAI PENTING PADA BANGUNAN DIDUGA CAGAR BUDAYA DI KOTA DONGGALA, SULAWESI TENGAH [THE ALTERNATIVE MODEL OF SIGNIFICANT VALUES ASSESSMENT ON SUSPECTED BUILDINGS OF CULTURAL HERITAGE IN DONGGALA CITY, CENTRAL SULAWESI] Sandy Maulana Yusuf; Andi Putranto
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 7 No. 2 (2021): KINDAI ETAM VOLUME 7 NOMOR 2 TAHUN 2021
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/ke.v7i2.103

Abstract

Bangunan tua di Kota Donggala adalah bangunan bersejarah yang berasal dari periode kolonial. Akan tetapi, bangunan-bangunan ini hingga sekarang belum ditetapkan sebagai cagar budaya karena terbatasnya tenaga ahli cagar budaya di instansi kebudayaan Kota Donggala. Selain itu, metode asesmen penilaian bangunan diduga cagar budaya yang ada umumnya rumit dan tidak komperehensif. Tulisan ini bertujuan memberikan alternatif metode penilaian nilai penting yang sederhana untuk bangunan-bangunan yang diduga cagar budaya, dan dapat dipraktikkan pekerja bidang kebudayaan di instansi pemerintah lokal. Terdapat enam nilai penting yang diamati pada bangunan yaitu nilai sejarah, arsitektural, estetika, sosial, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Metode penilaian menggunakan pemberian skor pada masing-masing nilai kriteria yang ditentukan. Pemeringkatan bangunan diklasifikasikan menjadi tiga peringkat yaitu utama, madya, dan minor. Bangunan yang diobservasi ialah Kantor Pusat Koperasi Kopra Daerah (PKKD) Donggala dan Gudang PKKD Donggala, dua peninggalan dari masa kolonial yang berhubungan dengan perdagangan kopra. Dari penilaian yang dilakukan diperoleh hasil yakni Kantor PKKD Donggala memiliki total skor 21 dan berperingkat madya. Gudang PKKD Donggala memiliki total skor 29 dan berperingkat utama. Dengan adanya alternatif model penilaian nilai penting yang lebih sederhana, maka diharapkan pemerintah lokal, dalam hal ini Dinas Kebudayaan yang berwenang, dapat lebih mudah melakukan asesmen awal terhadap bangunan-bangunan yang diduga sebagai cagar budaya meskipun tanpa bantuan tenaga ahli. Some old buildings in Donggala City are historical heritages from colonial period. Thus far, these buildings have not been designated as cultural heritage due to the limited number of experts in the field. In addition, assessment methods for indicated cultural heritage buildings are generally complex and not comprehensive. This research aims to provide an alternative assessment method that can be practiced by cultural workers. There are six important values observed in buildings i.e. history, architecture, aesthetic, social, scientific, and educational. This method used a score for each of those specified criteria values. Building ratings were classified into primary, intermediate, and minor. Based from the assessment, the Donggala PKKD office has a total score of 21, middle ranked. While PKKD Donggala Warehouse has a total score of 29, top ranked. This alternative model as a simpler assessment of significant values can be easily carry out by local government without the help of experts.
MODEL PENILAIAN KUANTITATIF BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOTA SURAKARTA (QUANTITATIVE VALUING MODEL OF HERITAGE BUILDINGS IN SURAKARTA CITY) Andi Putranto; Dwi Pradnyawan
Naditira Widya Vol 12 No 2 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 2 Oktober Tahun 2018
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v12i2.313

Abstract

Bangunan cagar budaya di Kota Surakarta merupakan peninggalan sejarah dari masa kolonial di Indonesia. Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan- bangunan tersebut dapat dikategorikan sebagai Bangunan Cagar Budaya jika telah melalui proses pendaftaran atau register, penilaian hingga ditetapkan sesuai dengan peringkatnya. Penilaian cagar budaya khususnya dari jenis bangunan dilakukan dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan. Bentuk penilaian tersebut belum banyak diketahui mekanismenya. Penelitian ini melakukan cara penilaian dengan menggunakan metode analisis  kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Proses perolehan hasil akhir dari penilaian dilakukan dengan menggunakan algoritma matematika, sehingga proses penilaiandapat terlihat dalam satu rangkaian proses yang berurutan dan sistematis. Hasil penilaian dengan model penilaian tersebut digunakan untuk memperoleh nilai akhir bagi sebuah bangunan dalam bentuk kelas rekomendasi untuk penetapan  bangunan cagar budaya. Dalam penelitian ini diajukan empat kelas, yaitu kelas bangunan dengan tidak atau kurang direkomendasikan, kelas bangunan direkomendasikan dengan level cukup, kelas bangunan direkomendasikan dengan level kuat, dan kelas bangunan yang direkomendasikan dengan level mendesak. Keempat level ini berkaitan erat dengan skala prioritas dalam rangkaian kegiatan penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Peneitian ini menghasilkan nilai yang bersifat kuantitatif dan terukur secara ilmiah dan memberikan dinamika positif dalam cara penilaian bangunan untuk penetapan cagar budaya. Cultural heritage buildings in Surakarta are historical relics from Indonesian colonial period. The law number 11, year 2010 of the Republic of Indonesia concerning and cultural archaelogical preservation and management classifiesthese buildings as Cultural Heritage Building, after passing through multiple registration process. The assessment of cultural heritage nomination, especially based on types of building, is carried out in the framework of preparing recommendations for its establishment. Unfortunately, the assesment mechanism has not been widely understood. This study carried out the evaluation using a tiered quantitative analysis method with a weighing factor. The process to obtain final assessment results is achieved by using a mathematical algorithm. The assessment process can be visually observed in sequential and systematic processes. By using this method, the assesment results a formula that can be used to obtain the final value for a building which classified into several recommendations for the establishment of a cultural heritage building. The study claims that at least here are four classes of recommendation levels; building classes with no or less recommended, recommended building classes with sufficient levels; recommended building classes with strong levels; and recommended building classes with urgent levels. These four levels are closely related to a priority scale in a set of activities as a cultural heritage building. This research produces values that are quantitatively and scientifically measured and provides positive dynamics in the way of valuing buildings for the establishment of cultural heritage.
Desain Konten Pendidikan Warisan Budaya 4.0 bagi Warga "Aisyiyah Kota Surakarta pada Webpage Lembaga Kebudayaan Pimpinan Daerah "Aisyiyah Kota Surakarta Mimi Savitri; Andi Putranto
Bakti Budaya: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2149.647 KB) | DOI: 10.22146/bb.50893

Abstract

Cultural Institution of Regional Leaderships of ‘Aisyiyah in Surakarta has not been able to carry out its programs including cultural heritage education. The webpage of the Cultural Institution in the website of the Regional Leadership of ‘Aisyiyah in Surakarta should be used as an effective medium for cultural heritage education in the 4.0 era. Based on the problem above, this community service aims to provide cultural heritage education to members of ‘Aisyiyah by using internet. The questions raised in this community service:1."Which part of the history of Surakarta which is important used as cultural heritage education material in 4.0 era for 'Aisyiyah members in Surakarta?" And "How were the efforts made to determine the design and content of the webpage which was easy to understand by ‘Aisyiyah members?" The method used is to interview ‘Aisyiyah members to determine the right place of Surakarta for the webpage. Then some discussions were also carried out by the community service team to produce attractive and effective content designs which was in accordance with the needs of ‘Aisyiyah members in Surakarta. The results of the interviews and discussions demonstrate that the Surakarta Palace and the Surakarta Grand Mosque as the focus of the webpage of the Cultural Institution. Furthermore, the selected building’s elements are displayed in attractive photographs with popular scientific language so that the content displayed is easy to understand.--------------------------------------------------------------Lembaga Kebudayaan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kota Surakarta merupakan bagian dari organisasi perempuan ‘Aisyiyah yang dibentuk untuk menyelesaikan persoalan budaya masyarakat Kota Surakarta. Pada kenyataannya, Lembaga Kebudayaan ini belum dapat menjalankan programnya secara maksimal, terutama dalam hal memberikan pendidikan warisan budaya kepada warganya. Padahal, pendidikan warisan budaya penting diberikan untuk mempertegas identitas warga ‘Aisyiyah beserta generasi pada masa mendatang. Webpage Lembaga Kebudayaan yang ada pada website Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kota Surakarta sebagai media efektif untuk pendidikan warisan budaya pada era digital 4.0 ini belum digunakan sama sekali oleh lembaga tersebut. Pengabdian yang dilakukan ini berusaha untuk menentukan bagian mana dari Kota Surakarta yang penting untuk dijadikan konten webpage Lembaga Kebudayaan serta menciptakan desain yang menarik dan efektif untuk pendidikan warisan budaya bagi warga ‘Aisyiyah pada era digital ini agar mereka paham dan sadar terhadap tinggalan budaya kota mereka. Pengabdian ini bertujuan mengaktifkan webpage Lembaga Kebudayaan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah kota Surakarta. Webpage pada website merupakan media yang efektif dan penting untuk pembelajaran, khususnya tentang kebudayaan. Wawancara terhadap warga ‘Aisyiyah serta diskusi-diskusi dilakukan oleh tim pengabdian untuk menghasilkan desain konten yang menarik dan efektif bagi warga ‘Aisyiyah Kota Surakarta. Wilayah Keraton Surakarta, khususnya Keraton Kasunanan Surakarta serta Masjid Agung Surakarta, merupakan fokus dari konten webpage pada website Lembaga Kebudayaan yang di-link-kan dengan website Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kota Surakarta. Elemen-elemen bangunan terpilih ditampilkan dalam bentuk foto yang menarik dengan bahasa ilmiah populer agar konten yang ditampilkan mudah dipahami. 
Model Spatial Analysis untuk Penilaian Bangunan Cagar Budaya di Kota Gresik Andi Putranto
AMERTA Vol. 36 No. 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v36i2.132-144

Abstract

Gresik is one of the old cities in Java that has experienced a period of appearing and developing for a long time. In Gresik, there are many archaeological remains in the form of old buildings, especially from the colonial period, which are scattered in several regions in the city of Gresik. The assessment of cultural heritage, especially of the types of buildings so far has been carried out, especially in the framework of preservation and cultural resource management,but not much is known about the mechanism. Therefore, in this study a valuation model is proposed using a tiered quantitative analysis method derived from spatial analysis methods with a weighting factor. In this study proposed building ratings are building class D = Poor, building class C = Moderate, building class B = Good, and building class A = Excellent. Gresik merupakan.salah satu kota lama di Pulau Jawa yang telah mengalami masa muncul dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup lama. Di Gresik banyak dijumpai tinggalan arkeologis berupa bangunan tua, khususnya dari periode kolonial yang tersebar di beberapa kawasan di Kota Gresik .  Penilaian cagar budaya, khususnya jenis bangunan, selama ini telah dilakukan terutama dalam rangka penyusunan rekomendasi untuk penetapan dan kepentingan terkait dengan  pelestarian, tetapi belum banyak diketahui bagaimana mekanismenya Oleh karena itu, di dalam penelitian ini diajukan  model penilaian dengan menggunakan metode analisis kuantitatif berjenjang dengan faktor pembobot. Metode ini merupakan implementasi dari metode spatial analisis dalam kajian GIS (Geographic Information System).  Dalam penelitian ini diajukan peringkat bangunan, yaitu kelas bangunan D = Kurang, kelas bangunan C = Cukup, kelas bangunan B = Baik, dan kelas bangunan A = Istimewa
Penggunaan Wahana Digital dalam Promosi dan Pemasaran Batik sebagai Kontekstualisasi Pelestarian Cagar Budaya Andi Putranto; Aditya Revianur; Syifa Oktavia; Candrika Ilham Wijaya; Yasmin Shafitri Zein; Intan Puspitasari; Fatin Adilia; Mohammad Yudi Sulistyo; Jalu Naufal Falah
Bakti Budaya: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 5 No 1 (2022): 2022: Edisi 1
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/bakti.4074

Abstract

The development of marketing has increasingly taken advantage of digital platforms. The use of digital marketing through social media can effectively and efficiently promote Candi Banyunibo and batik Banyunibo. Batik Banyunibo is a handicraft which is made by the local community. The digital promotion has many advantages because it can attract more tourists to visit Candi Banyunibo to know Batik Banyunibo. This program contributes to producing and promoting Batik Banyunibo using a digital platform based on the preservation of cultural heritage. Promotional activities using Instagram by creating promotional content in the form of videos on the reels feature. The content contains many information, i.e. natural, cultural, and economic products based on cultural heritage. This article discusses promotion and marketing using digital platforms integrated with aspects of cultural heritage preservation. The benefits of using digital platforms can attract tourist interest in Candi Banyunibo, a community of cultural heritage observers, and increase knowledge and understanding of cultural heritage and Batik Banyunibo. ==== Perkembangan pemasaran produk dalam masyarakat pada masa kini semakin banyak memanfaatkan wahana digital. Penggunaan digital marketing melalui media sosial dapat secara efektif dan efisien mempromosikan dan memasarkan Candi Banyunibo serta hasil kerajinan batik yang dibuat oleh masyarakat sekitar. Promosi dan pemasaran digital memiliki banyak keunggulan karena dapat menjaring lebih banyak wisatawan domestik ataupun mancanegara untuk mengunjungi candi serta mengenal Batik Banyunibo. Program pengabdian masyarakat ini berkontribusi dalam usaha produksi dan promosi Batik Banyunibo menggunakan wahana digital berbasis pelestarian cagar budaya. Kegiatan promosi candi dan batik Banyunibo menggunakan media sosial Instagram dengan cara membuat konten promosi. Konten di sini berupa video pada fitur reels yang berisi informasi potensi alam, budaya, hingga potensi ekonomi yang menghasilkan produk berupa Batik Banyunibo. Artikel ini membahas promosi dan pemasaran menggunakan wahana digital diintegrasikan dengan aspek pelestarian cagar budaya. Manfaat dari penggunaan wahana digital adalah membangun minat wisatawan terhadap Candi Banyunibo, membantu menemukan komunitas pemerhati cagar budaya, dan menambah pengetahuan serta pemahaman tentang Candi Banyunibo.
KARAKTERISTIK BENTANGLAHAN ARKEOLOGI DI WILAYAH LASEM, JAWA TENGAH Andi Putranto
Naditira Widya Vol 16 No 2 (2022): Naditira Widya Volume 16 Nomor 2 Tahun 2022
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v16i2.481

Abstract

Studi bentanglahan arkeologi atau bentang arkeologi ditujukan untuk mengetahui bentuk dan pola persebaran data arkeologi pada suatu bentanglahan fisik tertentu. Wilayah Lasem di Jawa Tengah merupakan suatu kawasan yang dikategorikan sebagai suatu bentang arkeologi, yang anasir pembentuknya berupa bentanglahan fisik sebagai lokasi keberadaannya. Dalam upaya mendapatkan variabel-variabel yang dapat menjadi penentu kriteria suatu bentanglahan arkeologi, maka perlu penelitian mendalam tentang karakteristik bentanglahan di kawasan Lasem. Dengan demikian, dapat diketahui sejauh mana keterkaitan variabel-variabel tersebut sebagai faktor pendorong perkembangan budaya di wilayah Lasem. Sintesis penelitian berdasarkan data bentanglahan dan kesejarahan wilayah Lasem menunjukkan bahwa kawasan tersebut mengandung dua karakteristik bentang arkeologi yang dilandasi, a) aspek kronologi atau pendekatan waktu, yaitu periode Klasik, Islam, dan Kolonial; b) aspek ekologi yang berkaitan dengan keletakannya pada suatu topografi dan bentuklahan. Berdasarkan atas fungsinya, karakteristik bentang arkeologi dari tiga periodisasi tersebut, dapat dikelompokkan dalam kategori fungsi-fungsi ekonomi, sosial, politik, dan budaya.The study of archaeological landscapes aims to determine the shape and distribution pattern of archaeological data on a particular physical landscape. The Lasem area in Central Java is a region that is categorized as an archaeological landscape, whose constituent elements are physical landscapes as its location. To obtain variables that can determine the criteria for an archaeological landscape, it is necessary to carry out in-depth research on the characteristics of the landscape in the Lasem area. Thus, to what extent these variables are related to the driving factors of cultural development in the Lasem region can be understood. Based on the landscape and historical data of the Lasem area, the research synthesis shows that this region contains two characteristics of the archaeological landscape which are established by aspects of a) chronology or approach to time, which are the periods of Classic, Islamic and Colonial; and b) ecology, relating to its location in topography and landforms. Based on their functions, the characteristics of archaeological landscapes from the three periods can be grouped into economic, social, political and cultural functions.