p-Index From 2019 - 2024
5.933
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Bestari Jurnal Studi Pemerintahan STUDIA ISLAMIKA Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Jurnal Pendidikan Islam Jurnal Sosiologi Reflektif Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnal Kawistara : Jurnal Ilmiah Sosial dan Humaniora Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman Jurnal Ilmu Komunikasi Jurnal Adabiyah Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Wawasan : Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Profetika Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya Journal of Governance and Public Policy Jurnal Orientasi Baru Journal of Governance Jurnal Studi Komunikasi Journal of Government and Civil Society SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora Langkawi: Journal of The Association for Arabic and English Al-Albab JWP (Jurnal Wacana Politik) Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Iseedu: Journal of Islamic Educational Thoughts and Practices Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Society Jurnal Sosiologi Agama Al-Qalam MUWAZAH: Jurnal Kajian Gender Dialogia: Jurnal Studi Islam dan Sosial Journal of Local Government Issues Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat MEMBANGUN NEGERI Politicon : Jurnal Ilmu Politik Maarif Journal of Government and Politics (JGOP) Jurnal Magister Administrasi Publik East Asian Journal of Multidisciplinary Research (EAJMR) Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin JRP (Jurnal Review Politik)
Claim Missing Document
Check
Articles

KEMENANGAN KANDIDAT KHONGHUCU PADA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020 DI KOTA MANADO Syamsul Bahri Abd. Rasyid; Zuly Qodir
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 6, No 2 (2021): JWP (Jurnal Wacana Politik) Oktober
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jwp.v6i2.33590

Abstract

Pada setiap pergelaran pemilihan umum, kandidat-kandidat yang termasuk sebagai bagian dari mayoritas, cenderung lebih berpotensi untuk memenangkan kontestasi dibandingkan kandidat-kandidat minoritas. Kendati demikian, hal ini tidak berarti bahwa minoritas akan kalah pada saat pergelaran pemilu, tergantung dari strategi yang dipakai oleh kandidat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang strategi politik Schroderian yang dibingkai dalam praktik sosial ala Bourdieusian pada diri Andrei Angouw yang beragama Khonghucu. Metode penelitian kualitatif-studi pustaka menjadi dipilih dalam penelitian ini. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keuntungan Andrei dalam membangun modalitas politik (anggota dan ketua DPRD Sulawesi Utara), sosial (merakyat dan transformasi modal politik), ekonomi (pengusaha, Direktur PT. Gapura Utarindo), kultural (kearifan lokal), dan modal simbolik, yang kemudian ia bingkai ke dalam strategi politiknya dalam meraup suara pemilih, berhasil mengantarkannya menjadi pemenang pada kontestasi pilwalkot (ranah) Manado 2020.
Dominasi Internet di Ruang Publik: Studi Terhadap Penyebaran Wacana Gerakan Bela Islam 212 di Indonesia Hasse Jubba; Tawakkal Baharuddin; Mustaqim Pabbajah; Zuly Qodir
Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Vol 15, No. 1, Mei 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/ai.v0i0.1631

Abstract

The emergence of the term new media is very closely related to the presence of the internet in human life. Even though in its development, new media is not only limited to the Internet, but the Internet is a tool or media that is used in the era of new media, such as in the events of Bela Islam 212 in Indonesia. The Islamic defense action is known as the Gerakan 212 in coverage in many secular mainstream media and community media among diverse Muslims. The Gerakan Bela Islam 212 was later appreciated as a peaceful act. That is because the action was demonstrated through such a large mass mobilization. This study aims to analyze and study how the dominance of the Internet in public spaces over the spread of discourse on the 212 Islamic movements in Indonesia. The results of this study found that the Internet and social media are new media, with its users able to easily participate, share, and create new spaces in distributing news and discourse on Gerakan Bela Islam 212. Stable Internet penetration and also the use of media networks online is a form of social control tool in a democratic system. Social media is considered capable of mobilizing the masses of the Gerakan Bela Islam 212 in Indonesia to be actively involved and present at the Jakarta Monas. This proves that the Internet dominates public spaces related to the issue of reporting and discourse of Islamic action by the use of social media networks.
KULIAH MENULIS ONLINE: UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI DOSEN DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Hasse Jubba; Mega Hidayati; Zuly Qodir
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat MEMBANGUN NEGERI Vol 4 No 2 (2020): Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Membangun Negeri
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/pkm.v4i2.875

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan strategi yang dilakukan oleh para akademisi dalam hubungannya dengan upaya peningkatan produktivitas menulis di masa pandemi Covid-19. Kondisi yang tidak kondusif tidak mengurangi minat mereka untuk terus meningkatkan kemampuan menulisnya. Kondisi pandemi Covid-19 menciptakan kreativitas baru bagi para akademisi untuk terus belajar dengan aktif mengikuti webinar. Salah satu lembaga yang menyediakan ruang belajar secara online adalah Kertagama Global Akademia (KGA) Yogyakarta. Secara kontinyu, KGA mengisi ruang virtual dua kali seminggu dengan menyajikan materi dasar mengenai cara menulis artikel ilmiah, baik teori maupun praktik. Artikel ini menegaskan bahwa pandemi Covid-19 tidak menjadi penghalang bagi para akademisi untuk terus meningkatkan kemampuan menulisnya, bahkan dengan kondisi demikian mereka memperoleh banyak kesempatan untuk belajar meskipun dilakukan secara virtual/daring. Menyikapi kebutuhan para akademisi yang semakin tinggi untuk tetap produktif menulis di tengah kondisi yang kurang mendukung, perlu disediakan ruang-ruang diskusi berkelanjutan untuk menjamin produktivitas menulis para akademisi yang tidak saja berorientasi pada proses, tetapi juga pada output program.
Transisi New Normal Akibat Pandemi Covid-19 Sebagai Refleksi Perbaikan Ekonomi Sosial Di Indonesia Tawakkal Baharuddin; Salahudin Salahudin; Zuly Qodir; Hasse Jubba
Journal of Government and Politics (JGOP) Vol 3, No 1 (2021): Juli
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jgop.v3i1.5351

Abstract

Tujuan penelitian ini sebagai respon terhadap situasi pandemi COVID-19 dan munculnya isu-isu penerapan new normal di Indonesia. New normal sebagai upaya merehabilitasi sebuah wilayah atau daerah yang sedang mengalami situasi pandemi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat analisis menggunakan Nvivo 12 Plus dan Google Trend. Hasil studi ini menjelaskan bahwa, new normal merupakan proyeksi terhadap perbaikan ekonomi secara nasional selama periode COVID-19. Upaya diberlakukannya new normal sebagai kontribusi perbaikan pada aspek ekonomi nasional, sosial, politik dan pemanfaatan teknologi. Adapun dalam penerapannya juga diperlukan beberapa kajian dari pemerintah untuk mengukur dan mengetahui standar kesiapan wilayah-wilayah yang masih masuk dalam kategori rentan. Selain itu, juga diperlukan partisipasi aktif pemerintah dan masyarakat secara bersama di dalam fase transisi new normal tersebut. Dalam periode transisi, penerapan new normal juga perlu memperhatikan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Hal ini berimplikasi pada partisipasi masyarakat yang secara bertahap dapat belajar dan beradaptasi melalui interaksi sosial tentang keseimbangan dan fase-fase yang baru di dalam komunitas sosial.
Contesting Ethnic and Religious Identities in the 2019 Indonesian Elections: Political Polarization in West Kalimantan Zuly Qodir; Hasse Jubba; Mega Hidayati
Studia Islamika Vol 29, No 1 (2022): Studia Islamika
Publisher : Center for Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36712/sdi.v29i1.12940

Abstract

During Indonesia’s 2019 presidential election, significant religious and ethnic contestations occurred using hatred and stigma in expressing support for favored candidates. This article focuses on the case of West Kalimantan Province which has a divided society and memories of ethnic-based bloody communal violence in the early 2000s.  This article notifies that wherein ethnic Dayak, Javanese, and Chinese voters tended to support Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin, while ethnic Malay, Madurese, and Buginese voters tended to back Prabowo Subianto-Sandiaga Uno up in the election. However, such ethnic and religious contestations in West Kalimantan did not generate violent conflicts during the election. Instead, voters continued to interact peacefully and harmoniously among different ethnic and religious groups. This contestation coincided with the emergence of political awareness among the Dayaks, Chinese, and Malays of West Kalimantan, which further contributed to Jokowi’s electoral victory.  Nevertheless, this political contestation produced the political identity.
ISLAMISM AND CONTEMPORARY INDONESIAN ISLAMIC POLITICS Zuly Qodir; Hasse Jubba; Mega Hidayati
Jurnal Adabiyah: Humanities and Islamic Studies Vol 22 No 1 (2022): Islamic Humanities
Publisher : Faculty of Adab and Humanities - Alauddin State Islamic University of Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jad.v22i1a9

Abstract

After the 2019 election, Indonesia is facing changes in political and religious life. In political life, the use of ethnic identity appears as a voter. Meanwhile, in terms of religion, the forces of Islamic conservatism and populism have emerged that have disrupted electoral democracy. The issue of identity politics, Islamic conservatism and populism will continue to grow if the moderate Islamic forces of Muhammadiyah and NU do not appear in political and religious life. The hope of a civilized and non-discriminatory democratic life in the strength of moderate Islam. If the power of moderate Islam is weak, then the power of Islamic conservatism with the power of identity politics and Islamic populism will become a real form of challenge to Indonesian democracy. This article aims to explain the three main challenges of Indonesian democracy after the 2019 Presidential Election, namely the rise of Identity politics; the rise of political Islamism which is compounded in Indonesian political practices. How both of them come into contact with political practices in Indonesia, so that it has an impact on Islamic politics today. ملخص توجه الإندونيسيا تفرق الحياة السياسية و الدينية بعد الانتخاب العامي سنة ٢٠١٩ حيث ظهرت هوية العرقية في الحياة السياسية كعاملة منجمة الصوت، بينما في الحياة الدينية ظهرت قوة المحافظة و الشعوبية الإسلامية تتدخل في الديمقراطية الانتخابية. صارت سياسات الهوية و المحافظة والشعوبية الإسلامية دائما تتطور إذا كانت قوة الوسطية الإسلامية المحمدية و نهضة العلماء غير مرئية أمام الحياة السياسية والدينية. كان الأمل بالحياة الديمقراطية حضارية و غير تمييزة في قوة الإسلام المعتدل. إذا ضعفت قوة الإسلامية الوسطية ستصبح قوة التيار الإسلامي المحافظ بقوة سياسات الهوية والشعبوية الإسلامية شكلاً حقيقيًا من أشكال التحدي للديمقراطية الإندونيسية. هذا المقال سيبين ثلاث التحديات الأولى في الديمقراطية الإندونيسية بعد الانتخاب العامي لرئيس الجمهور سنة ٢٠١٩ وهو ايقاظ سياسات الهوية و الإسلام السياسي الذي يتحد في ممارسة السياسة الإندونيسية و كيف يتعامل كلاهما في السياسة الإندونيسية بحيث يكون لها تأثير في السياسة الإسلامية اليوم.
The Formalization of Sharia in Aceh to Discipline the Female Body Zuly Qodir; Hasse Jubba; Mega Hidayati; Dyah Mutiarin
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 60, No 1 (2022)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2022.601.63-90

Abstract

The formalization of sharia (particularly regional regulations on sharia in Aceh) since 2001 up to 2019 had incorporated economic and political contents between local and national elites. Such condition was a result of local and national elite interests gaining political advantages wherein sharia was utilized as a tool by the elites to dominate civilians. Due to political interests, civilians became marginalized by sharia. The current article demonstrates that local and national political elites had used sharia for their political interests without considering the substantial purpose of sharia itself. Women, in particular, are disadvantaged by the various regulations (qanun) issued by wilayatul khisbah as the guardians of sharia in Aceh. The article also aims to show existing contradictions between the ideal aspirations of wilayatul khisbah and the actual practice of regional regulations pertaining to sharia on the ground, namely the involvement of political elites in advocating sharia, which has not made people become more religious but provoked them to resist in secret instead. Data in the article were acquired through literature study, field observations, and in-depth interviews with a number of informants[Formalisasi syariah Islam di Aceh melalui Peraturan Daerah (Qanun) sejak 2001 telah melibatkan kolaborasi ekonomi dan politik antara elit lokal dan nasional. Situasi tersebut menyebabkan kepentingan elit lokal dan nasional berebut keuntungan politis sebagai alat mendominasi warganya, sehingga menyebabkan kepentingan warga termarjinalisasi. Artikel ini membahas elit lokal dan nasional yang memanfaatkan syariat Islam untuk kepentingannya sendiri tanpa mempertimbangkan tujuan utamanya. Perempuan sering dirugikan oleh sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh tim penegak syariat Islam (wilayatul khisbah). Artikel ini juga memperlihatkan kontradiksi antara  aspirasi ideal dan praktik di lapangan lembaga wilayatul khisbah yang mana keterlibatan elit politik dalam advokasi syariat Islam tidak mendorong lebih religius tetapi justru mendorong warga melawan diam-diam. Data artikel ini didapatkan dari studi literatur, observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan.]
Government Website Performance During the COVID-19 Pandemic: Comparative Study of Yogyakarta and South Sulawesi, Indonesia Tawakkal Baharuddin; Zuly Qodir; Mohammad Jafar Loilatu
Journal of Governance and Public Policy Vol 9, No 2 (2022): June 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jgpp.v9i2.11474

Abstract

This paper analyzes government websites and social media accounts during the COVID-19 pandemic. In a crisis, the government must provide real-time information to store and share information using websites and social media. This paper also compares government websites and social media during the COVID-19 pandemic. This study used a qualitative analysis method with NVivo 12 Plus and Similar-web as analytical tools to assist in capturing data and mining data from government-owned websites and social media accounts. This study’s results explained that local governments' use and availability of websites and social media was the government's response to ensure that access and public information services could run well during a crisis. The performance of government websites was influenced by the intensity of relationships on social networks, such as social media. The higher the engagement of government websites with social media, the higher the level of information dissemination in the community. The findings of this study also indicated that the performance of government websites greatly influenced public trust. The limitation of this research lies in the research method, which only took data for a certain period. Hence, this research still requires further development by using observation or interviews.
Muhammadiyah Memperkuat Moderasi Islam Memutus Radikalisme Zuly Qodir
MAARIF Vol 14 No 2 (2019): Memperkuat Kembali Moderatisme Muhammadiyah: Konsepsi, Interpretasi, Strategi da
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v14i2.58

Abstract

Tulisan ini menjelaskan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan, tetap berijtihad untuk menyemaikan gagasan Moderasi Islam di Indonesia. Ijtihad ini memiliki konsekuensi logis Muhammadiyah tidak akan berada pada posisi liberal atau ultra liberal maupun fasisme kiri yang juga ada komunisme di sana. Muhammadiyah mendorong moderasi dalam berislam karena Indonesia memiliki kultur Islam yang tidak sama dengan Islam di Timur Tengah. Islam Indonesia lebih berkarakteristik washatiyah-tengahan, tidak ke kanan atau pun ke kiri. Dalam memperjuangkan gagasan Islam Moderat ini, Muhammadiyah mengembangkan pelbagai aktivitas yang dikenal sebagai amal usaha dalam bidang pendidikan, rumah sakit, panti asuhan dan belakangan pemberdayaan kaum mustadhafin. Gagasan ini, sekalipun tidak serta merta mengatakan Kami Indonesia, Kami Pancasila dan NKRI Harga Mati, buat Muhammadiyah keindonesiaan harus terus dijaga dan tidak boleh dirobohkan oleh kelompok manapun sebab negara ini merupakan negara kesepakatan banyak elemen bangsa yang telah bersusah payah merebutnya dari kolonialisme-penjajahan.
GERAKAN SOSIAL BARU INDONESIA: STUDI GERAKAN GEJAYAN MEMANGGIL 2019 Sanny Nofrima; Zuly Qodir
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 16, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v16i1.2163

Abstract

The Gejayan Calling Movement 2019 becomes an interesting phenomenon of the development of new student social movements in Indonesia. Using social media platforms (#tranding topics) as a means of mass mobilization, this action succeeded in managed around 15,000 protesters. This article aims to elaborate the 2019 Gejayan Menanggil Movement in more detail, covering the background of the action, the means of mass mobilization, the consolidation process, and the issues raised. The research method uses a qualitative approach with data collection techniques through virtual observations on social media, data searches on the Drone Emprit website, and in-depth interviews with members of HMI DIPO, HMI MPO, IMM, GMNI, and ARB (Aliansi Rakyat Bergerak). The collected data were analyzed using NVivo Plus software. The results show that the Gejayan Calling Movement has become the starting point for changes in social movements in Indonesia, where the foundations built are no longer based on material resistance, but are more based on issues of humanity, injustice, politics, the environment and women. Therefore, the ideology of the movements has also changed from a class resistance to an identity resistance.Gerakan Gejayan Memanggil 2019 menjadi salah satu fenomena menarik dari perkembangan gerakan sosial baru mahasiswa di Indonesia. Melalui platform media sosial (tranding topic) sebagai alat mobilisasi massa, aksi ini telah melibatkan 15.000 (lima belas ribu) demonstran. Artikel ini bermaksud untuk mengelaborasi Gerakan Gejayan Memanggil 2019 secara lebih mendalam, meliputi latar belakang aksi, sarana mobilisasi massa, proses konsolidasi, dan isu yang diangkat. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi virtual di sosial media, penelusuran data di situs internet Drone Emprit, dan wawancara mendalam terhadap anggota HMI DIPO, HMI MPO, IMM, GMNI, dan ARB (Aliansi Rakyat Bergerak). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan software NVivo Plus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gerakan Gejayan Memanggil ini telah menjadi titik tolak perubahan gerakan sosial di Indonesia, dimana pondasi yang dibangun tidak lagi berbasis pada perlawanan yang bersifat material, tetapi lebih berbasiskan pada isu-isu kemanusiaan, ketidakadilan, politik, lingkungan dan perempuan. Oleh sebab itu, ideologi yang berkembang berubah dari hal yang bersifat perlawanan kelas menjadi perlawanan identitas.