Aldorio Flavius Lele
Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Ketaatan menurut Kitab Daniel Aldorio Flavius Lele
Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 2, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Jaffray

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25278/jitpk.v2i2.598

Abstract

Daniel adalah salah satu tokoh Alkitab yang dikenal karena konsistensinya dalam menaati perintah Tuhan. Salah satunya adalah dengan tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja Nebukadnezar (Dan. 1:8). Ketaatan Daniel ditunjukkan melalui ketetapan hatinya kepada Tuhan yang tidak berubah sekalipun situasi dan kondisi berubah begitu drastis. Menariknya, kata Ibrani syama yang diterjemahkan “taat” dalam kitab Daniel hanya muncul sekali dalam keseluruhan kitab ini (Dan. 9:6). Meskipun demikian, sebagian besar hikayat dalam kitab Daniel memuat tema tentang ketaatan yang begitu nyaring. Hal ini nampak dalam setiap tindakan para tokoh yang mengasihi Allah secara khusus Daniel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membawa pembaca memahami dan mendalami konsep ketaatan dari sudut pandang kitab Daniel melalui pendekatan hermeneulik biblika. Berdasarkan hasil uraian dan analisis penulis tentang ketaatan menurut kitab Daniel, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: ketaatan menurut kitab Daniel didasarkan pada pengenalan yang benar akan TUHAN, pengakuan iman dan penyangkalan diri. Dengan demikian, maka ketaatan berarti mendengarkan apa yang TUHAN katakan; menjauhi apa yang Ia larang serta melakukan dengan setia apa yang Ia perintahkan. Jadi, ketaatan berbicara tentang sebuah relasi, yakni hubungan seseorang dengan TUHAN dan doa adalah kunci untuk memulai sebuah hubungan pribadi dengan TUHAN.Kata-kata Kunci: Daniel, Ketaatan, Kitab Daniel, Makna, Relasi. Daniel is one of the biblical figures known for his consistency in terms of God's commandments. One of them is not to defile himself with the food of King Nebuchadnezzar (Dan. 1:8). Daniel's obedience was shown by remaining steadfast to God who did not change even though the situation and conditions changed so drastically. Interestingly, the Hebrew word shama which is translated simply “obedient” in Daniel appears once in the entire book (Dan. 9:6). Nevertheless, most of the stories in the book of Daniel contain the big theme of obedience so loud. This is seen in every action of the characters who represent God specifically Daniel. The purpose of this study is to understand and explore the concept of observation from the perspective of the book of Daniel through a biblical hermeneutic approach. Based on the results and the author's analysis of obedience to the book of Daniel, the conclusions obtained are as follows: obedience to the book of Daniel is based on true knowledge of God, confession of faith and self-denial. Thus, obedience means paying attention to what God says; supports what he forbids and faithfully does what he commands. So, the relationship of obedience speaks of a relationship, namely a person with God and prayer is the key to starting a personal relationship with God.
Kedaulatan Allah atas kehidupan Manusia: Kajian Narasi Kitab Ayub 42:7-17 Aldorio Flavius Lele
Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Jaffray

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25278/jitpk.v3i2.764

Abstract

AbstrakKedaulatan Allah menjadi isu yang penting dalam kitab Ayub terkait penderitaan yang dialaminya. Konklusi dan tujuan dari semua pengalaman yang ia jumpai di tulis secara mendarat pada bagian epilog dari kitab ini. Beragam pertanyaan teologis tentang kedaulatan Allah menjadi dasar penelitian ini, sehingga peneliti menelusuri topik ini dari sudut pandang pendekatan metode Narasi. Penjelasan tentang kedaulatan Allah terfokus: pertama, pada kesediaan TUHAN untuk berfirman kepada manusia sekalipun dalam masa kesukarannya; kedua, kedaulatan TUHAN untuk mendengar setiap doa dan menerima doa orang yang berkenan kepada-Nya, ketiga, kedaulatan TUHAN untuk memulihkan segala sesuatu, keempat, kedaulatan TUHAN untuk memberkati kehidupan yang telah diberikan kepada manusia. Berdasarkan kedaulatan Allah terhadap Ayub, dan semua tokoh yang terlibat dalam narasi ini, maka dapat dibuat dua implikasi yang menjadi acuan bagi kehidupan manusia secara khusus orang percaya, yaitu: pertama, setiap orang percaya sudah sewajarnya hidup sesuai dengan identitasnya sebagai umat Allah, yakni menjalani kehidupan yang benar; kedua, sekalipun dalam penderitaan orang percaya harus tetap setia untuk memperkatakan yang benar. 
Makna Teks “Engkau Akan Berahi Kepada Suamimu Dan Ia Akan Berkuasa Atasmu” Berdasarkan Kejadian 3:16 Priskila Riohvine Rondonuwu; Aldorio Flavius Lele
Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia Vol 3, No 2 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46445/jtki.v3i2.618

Abstract

Penelitian ini lebih berfokus kepada menentukan makna teks dan impliksinya berdasarkan langkah-langkah hermeneutik yang digunakan oleh penulis yakni menggunakan kajian Hermeneutik Biblika metode Gramatikal Historis dengan pendekatan dari Douglas Stuart.  Dalam Kejadian 3:16, terdapat beberapa perbedaan pandangan maupun penafsiran berkaitan dengan teks ini, yang menyangkut peran, kesetaraan, dan tugas dari laki-laki maupun perempuan sehingga mempengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hubungan suami isteri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan langkah-langkah hermeneutik yang digunakan adalah bahwa makna teks ‘Engkau Akan Berahi Kepada Suamimu Dan Ia Akan Berkuasa Atasmu’ dalam Kejadian 3:16 ialah seorang isteri akan memiliki keinginan untuk mendominasi atau memiliki hasrat untuk menguasai atau mendominasi suami, sehingga suami harus menguasainya. Dalam kehidupan pernikahan, baik laki-laki maupun perempuan harus berusaha keras dalam membangun keharmonisan dalam pernikahan. Suami dan isteri harus berjuang bersama-sama untuk menghadapi konsekuensi yang telah ditimbulkan dari peristiwa kejatuhan.
Gereja Virtual: Integrasi Gagasan Menjaga Persekutuan Jarak Jauh Menurut Paulus Juan Rikson; Aldorio Flavius Lele
Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Jaffray

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25278/jitpk.v4i1.848

Abstract

Penelitian ini menyinggung maraknya gereja virtual dalam hal pemafaatan teknologi. Namun masalah yang dihadapi ialah sulitnya membangung sebuah persekutuan sebagai salah satu tujuan gereja. Unik untuk diperhatikan bahwa persekutuan jarak jauh sudah ada sejak jemaat mula-mula terbentuk. Paulus berhadapan dengan persekutuan yang jarak jauh dan – sama seperti sekarang – memaksa Paulus menggunakan media yang ada (surat) untuk berinteraksi. Tetapi bagaimana gagasan Paulus tentang persekutuan jarak jauh sehingga Paulus mampu mempertahankan persekutan adalah fokus utamanya. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menerapkan prinsip hermeneutik terhadap Alkitab dan studi kepustakaan lainnya. Dari hasil penelitian, dijumpai beberapa hal dalam exordium Paulus tentang gagasan Paulus membangun persekutuan jarak jauh, diantaranya: (1) Mengingat jemaat dalam doa. Persekutuan jarak jauh membawa Paulus untuk selalu mengingat dan menggumuli persekutuan jarak jauh dalam doa. (2) Mengecek kehidupan rohani. Dalam suratnya, Paulus sering menyinggung tentang ungkapan syukurnya terhadap iman jemaat, yang menandakan Paulus memang sering mencari dan mendengar kabar iman dari jemaatnya. (3) Mengusahakan perkunjungan. Paulus menyadari kekurangan yang besar akan persekutuan yang dibangun dari jarak jauh, sehingga banyak kali dijumpai Paulus ingin mengadakan pertemuan secara langsung untuk persekutuan yang lebih dekat lagi dengan jemaatnya. AbstractThis research alludes to the rise of virtual churches in terms of the use of technology. But the problem faced is the difficulty of building a fellowship as one of the goals of the church. It is unique to note that long-distance fellowship has existed since the early church was formed. Paul was dealing with a long-distance fellowship and – just like now – forced Paul to use existing media (letters) to interact. But how Paul's idea of long-distance fellowship so that Paul can maintain the fellowship is the main focus. This study uses qualitative research by applying hermeneutic principles to the Bible and other literature studies. From the results of the research, several things were found in Paul's exordium regarding Paul's idea of building a long-distance fellowship, including (1) Remember the church in prayer. Long-distance fellowship led Paul to always remember and struggle with a long-distance fellowship in prayer. (2) Check spiritual life. In his letters, Paul often mentions his expression of gratitude for the faith of the congregation, which indicates that Paul often seeks and hears news of faith from his congregation. (3) Undertake visits. Paul was aware of the great shortage of fellowship that was built remotely, so many times he encountered Paul wanting to hold meetings in person for even closer fellowship with his congregation.
Kajian Biblika Tentang Makna Frasa Bertolong-Tolonglah Menanggung Bebanmu Berdasarkan Galatia 6:1-5 dan Implikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini Renard Lolongan; Christopher James Luthy; Nyoman Lisias F. Dju; Aldorio Flavius Lele
Jurnal Kala Nea Vol. 1 No. 2 (2020): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Immanuel Sintang Kal-Bar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61295/kalanea.v1i2.96

Abstract

The purpose of writing this thesis is to find out the meaning of the phrase “help bear your burdens,” based on Galatians 6:1-5. The research method used is a qualitative research method with inductive reasoning, using an exegesis approach through the application of the principles and methods of Biblical Hermeneutics by Hasan Sutanto. After doing the research, the writer came to the following conclusions: First, the meaning of the phrase help bear your burdens is a form of command to believers who accidentally slip into a violation because they take the wrong step in his faith. Fellowship of believers must help bear the heavy burdens of fellow transgressors, so that he has greater and faster opportunites to recover from his transgressions (6:1b), so that in the end he returns to true faith and experiences spiritual growth in Jesus Christ. Second, the meaning of the phrase help bear your burdens states that Paul’s command in verse 2a and his statement in verse 5, do not contradict each other. Third, the meaning of the phrase help bear your burdens reveals God’s truth about the call of life for believers to bear two kinds of burdens in life. The first burden is a burden that must be borne together as a community, because it is very burdensome and cannot be borne alone (6:2a). Then the second burden is the work of service that God has given to each believer to bear (6:5).
Yesus Mengutuk Pohon Ara Berdasarkan Matius 21:18-22 dan Implikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini Julianus Buyi; Aldorio Flavius Lele
Jurnal Kala Nea Vol. 2 No. 1 (2021): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Immanuel Sintang Kal-Bar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61295/kalanea.v2i1.103

Abstract

The purpose of this article is to find out the meaning of Jesus cursed the fig tree based on Matthew 21:18-22 and the implications for those who believe today. This study uses qualitative research methods with inductive reasoning and the application of biblical hermeneutic principles and methods (biblical interpretation). The conclusion of this article is, Jesus' curse on the fig tree is a symbol and lesson of faith. Some of the differences found in Matthew and Mark occur because of differences in writing contexts and different purposes, a life that produces fruit, a life with a pure heart, a life that cares about the environment, and a life that relies on God.