Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Komisi Hukum Indonesia Sebagai Solusi Dualisme Kedudukan Gubernur Dalam Sistem Hukum Di Indonesia Yuliana Yuliana; Immada Ichsani; Ratna Herawati
Jatiswara Vol 37 No 1 (2022): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v37i1.372

Abstract

Seiring dengan adanya perubahan yang cukup mendasar di dalam sistem ketatanegaraan pasca reformasi 1998, kedudukan Gubernur mengalami perubahan yang cukup signifikan di dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dalam posisinya Gubernur bertindak selaku Kepala Daerah otonom karna ia di pilih langsung oleh rakyat di dalam sebuah proses politik di wilayah yang Ia pimpin, namun disisi lain Gubernur juga bertindak selaku wakil dari Pemerintah Pusat sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini membuat posisi Gubernur menjadi dilematis dan berakibat persinggungan hubungan pusat dan daerah pun kerapkali terjadi. Dengan menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, artikel ini akan mengkaji bagaimana dualisme kewenangan Gubernur dalam sistem hukum di Indonesia, apa saja persinggungan yang terjadi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir juga mencari solusi terkait problem tersebut dengan manawarkan sebuah konsep kenegaraan baru dengan dibentuknya sebuah lembaga baru yang mewadahi kepentingan pusat dan kepentingan daerah. Posisi Gubernur yang problematik kerapkali menimbulkan friksi diantara Pemerintah Pusat dan Daerah dan didalam konsep negara kesatuan praktik semacam ini tidaklah ideal dimana seharusnya pusat dan daerah harus satu suara didalam pengambilan kebijakan maka penelitian ini mendorong untuk dibentuk sebuah lembaga non structural bernama Komisi Hukum Indonesia yang berfungsi sebagai pusat koordinasi informasi hukum, pusat koordinasi rancangan hukum dan pusat koordinasi pemasyarakataan hukum agar koordinasi antara pusat dan daerah dapat berjalan lebih baik dan sebagaimana mestinya.
Political Ethics As A Human Political Dimension In Creating A Democratic Law State Farah Diba Maria Ulfa; Ratna Herawati
ARISTO Vol 10, No 2 (2022): July
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24269/ars.v10i2.4887

Abstract

Political ethics is needed in all conditions of a country, whether they are normal, chaotic, or under control. To discuss authority in chaotic circumstances, it needs political ethics, in which every political action requires legitimacy based on values, norms, and laws. The discussion on political ethics is related to law and state power. The role of law is as a normative community institution, while power takes a role as an effective community organizing institution. The questions in this research are how do political ethics take a role in creating a modern democratic state?And what is the form of political ethics in the human political dimension? The research method used is a literature study approach. This study concludes that the human political dimension is a dimension of society as a whole. In terms of political ethics, the human political dimension can be studied in three cases. Those are humans as social beings, humans with their social dimensions, and the political dimensions of human life. Democracy is understood that state power is in the hands of the people. Thus, the people have the freedom to speak up their opinion in public. Power is needed to determine that humans obey the norms in the law. This research suggests that it is important to pay attention to the balance between the law and power to create a modern democratic state.