Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

ANALISIS KEBIJAKAN RENCANA TUNTUTAN (RENTUT) DI INTERNAL KEJAKSAAN INDONESIA: ANALISIS KEBIJAKAN RENCANA TUNTUTAN (RENTUT) DI INTERNAL KEJAKSAAN INDONESIA Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 2 (2020): JURNAL DAS SOLLEN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v4i2.1414

Abstract

Kewenangan penuntutan oleh Jaksa Agung kemudian didelegasikan oleh jajaran di bawahnya, yaitu Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri, sehingga mekanisme pengajuan rentut dari Penuntut Umum harus kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan pada perkara-perkara tertentu, kepada Kepala Kejaksaan Tinggi atau Jaksa Agung. Adanya intervensi pimpinan terhadap penentuan Tuntutan Pidana tersebut, merupakan salah satu hal pokok yang mempengaruhi Independensi Jaksa selaku Penuntut Umum dalam pelaksanaan pedoman tuntutan pidana. Dalam penelitian yang dilakukan penulis mengunakan jenis penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan asas-asas hukum, hierarki dan hakikat hukum, sehingga sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang memberikan gambaran dalam fenomena dengan peristiwa kebiasaan masyarakat. Kejaksaan tidak dapat bertindak sebagai penyidik kasus-kasus khusus melainkan hanya dapat bertindak sebagai pihak yang menyetujui dimulainya penyidikan dan menerima berita acara penyidikan serta penetapan barang bukti. Upaya yang dilakukan Kejaksaan untuk menghadapi kendala dalam membuat surat dakwaan adalah mencantumkan fakta-fakta yang sama untuk setiap dakwaan yang diajukan penuntut dalam melakukan dakwaan alternatif.
PEMBERDAYAAN KKN TEMATIK DALAM MENINGKATKAN SIKAP PEMAHAMAN REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA Vivi Arfiani Siregar; Jamri Jamri; KMS Novyar Satriawan Fikri; Ali Azhar
E-Amal: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1 No 2: Mei 2021
Publisher : LP2M STP Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abuse of Narcotics and / or psychotropic substances can cause various adverse health effects and can even lead to death. But there is Narcotics and Psychotropic abuse that is rife in various countries including Indonesia. Whereas Regarding the Abuse of Narcotics and / or Psychotropics, it does not only come from adults but also from teenagers. There are also people who don't really understand what Narcotics, Psychotropics are, what bad effects can be caused by the abuse of Narcotics and / or Psychotropics and what legal sanctions they can face if they consume Narcotics and / or Psychotropics without rights or against the law. Such people are vulnerable to being targeted by drug dealers. Therefore, the implementation of this legal counseling work program is expected to increase public knowledge regarding the legal rules regarding Narcotics, Psychotropics and penalties for adolescents who commit crimes so that the community, especially teenagers, obey the applicable legal rules..
ANALISIS EKSISTENSI RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 3 No 1 (2019): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konsep restorative justice (keadilan restoratif) dalam proses penegakan hukum pidana mempertanggungjawabkan pelakunya, secara filosofis bentuk penyelesaian berbagai kasus hukum yang terjadi di luar proses peradilan pidana yang sudah ada, agar masyarakat tidak hanya tergantung pada prosedur yang ada saat ini sesuai dengan cerminan nilai-nilai Pancasila yakni “Permusyawaratan yang adil dan Beradab” guna mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Salah satu bentuk solusi yang ditawarkan adalah proses penyelesaian dalam konteks restorative justice (keadilan restoratif). Dalam penelitian yang dilakukan penulis mengunakan jenis penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan asas-asas hukum, hierarki dan hakikat hukum, sehingga sifat penelitian adalah deskriptif analitis yang memberikan gambaran dalam fenomena dengan peristiwa kebiasaan masyarakat. Dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia lewat Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) harus mengakomodir dan memasukan prinsip restorative justice (keadilan restoratif), dimana rumusan tentang jenis-jenis pidana (strafmaat) mengandung sifat restoratif. sehingga sangat mungkin sekali konsep restorative justice (keadilan restoratif) ini dapat dijadikan bagian dari pembaharuan hukum pidana di Indonesia di masa yang akan datang
Dinamika Negara Hukum dalam Sistem Demokrasi Pancasila di Indonesia Indra Muchlis Adnan; Muannif Ridwan; Vivi Arfiani Siregar; Mubarik
Jurnal Multidisiplin Madani Vol. 2 No. 3 (2022): March 2022
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.017 KB)

Abstract

This research discusses the dynamics of the rule of law in the Pancasila democracy system in Indonesia. This study uses a descriptive qualitative method by presenting various opinions of figures from credible library data. The focus of discussion in this research is related to the dimensions of the rule of law, politics and power which presents political parties and action theory in politic, and the concept of shifting power from a juridical point of view, then politics and power distribution discusses the distribution of power in the Constitution. 1945, the power of the presidential institution, the president and ministers, the power of the Supreme Court (MA), the power of the constitutional court (MK), the power of the Supreme Advisory Council (DPA), and the power of the regional representative council (DPD) and the power of the Supreme Audit Agency (BPK), and also discussed the political dynamics of the past; old order, new order and reform era. At pthe principle of a rule of law is to realize the protection of life for the people against government actions and the recognition and protection of human rights. Because the rule of law concept is rechtstaats, the rule of law, and the constitutional state of Pancasila. Meanwhile, there are three elements of constitutional government; government that is carried out by the public interest, government is carried out according to law based on general provisions, and constitutional government, that is, government that is carried out by the will of the people, not in the form of pressure imposed by the government.
Penyuluhan Hukum tentang Pemahaman Siswa SMK terhadap Bullying dalam Perspektif Hukum Pidana dan Perdata di SMK Dr. Indra Adnan Indragiri College Tembilahan Indra Muchlis Adnan; Muannif Ridwan; Vivi Arfiani Siregar
KANGMAS: Karya Ilmiah Pengabdian Masyarakat Vol 1 No 3 (2020): KANGMAS: Karya Ilmiah Pengabdian Masyarakat
Publisher : Neolectura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37010/kangmas.v1i3.126

Abstract

Fenomena bullying telah menjadi problem universal. Dampak perilaku bullying sering tidak disadari baik oleh korban, pelaku, maupun orang-orang di sekitarnya. Penyebabnya karena bullying bersifat psikis dan emosional, efeknya tidak dapat langsung terlihat, dan prosesnya berlangsung lama dan perlahan. Minimnya pemahaman terhadap konsekuensi hukum, terutama hukum pidana yang akan menjerat menjadi salah satu penyebabnya. Padahal dalam UU Perlindungan Anak sebenarnya juga memiliki aspek perdata, yaitu diberikannya hak kepada anak korban bullying untuk menuntut ganti rugi material/imaterial terhadap pelaku kekerasan. Tim pengabdian kepada masyarakat Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri melakukan penyuluhan hukum kepada siswa SMK yang masuk kategori kalangan remaja, khususnya di SMK Dr. Indra Adnan Indragiri College Tembilahan tentang pemahaman siswa SMK terhadap bullying dalam perspektif hukum pidana. Kegiatan ini bertujuan agar siswa SMK dapat memahami bullying dalam perspektif hukum pidana, serta memahami implikasi hukum pidana dari perilaku  bullying, baik dari sisi sebagai korban maupun sebagai pelaku. Metode pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan beberapa tahapan, dimulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, evaluasi kegiatan, hingga pelaporan hasil. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ditujukan kepada para siswa SMK. Kegiatan ini dihadiri 28 siswa SMK. Hasil kegiatan menunjukkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman siswa tentang bullying serta dampaknya dalam perspektif hukum pidana. Luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah publikasi ilmiah pada jurnal nasional dari semua rangkuman materi yang disampaikan oleh para pemateri sebagai tambahan referensi tentang perilaku bullying dalam perspektif hukum pidana. Hasil kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan pelaksanaan dan dimuat dalam jurnal ilmiah agar bisa memberikan manfaat seluas-luasnya secara akademis dan tataran praktis.
PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana pada dasarnya, metode mediasi untuk menyelesaikan kasus tindak pidana di Kepolisian tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan tentang sistem peradilan pidana. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menimbang bahwa anak adalah tunas penerus bangsa yang perlu dilindungi dari tindak pidana kekerasan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Nomor 23 tahun 2022) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-Undang 35 Tahun 2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tidak dikenal istilah chip, chip adalah alat pendeteksi keberadaan pelaku kejahatan seksual terhadap anak, chip merupakan istilah bahasa Inggris dari alat pendeteksi elektronik perlindungan khusus bagi anak korban kejahatan seksual. Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, karena penderitaan dan dampak yang dirasakan oleh korban sangat besar, sementara kalangan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) keberatan dengan materi ancaman pidana di dalam Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tersebut, khususnya mengenai pengenaan ancaman pidana hukuman mati dan tindakan kebiri kimia yang dianggap bertentangan dengan HAM.
FENOMENA KEJAHATAN CARDING BERDASARKAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA: FENOMENA KEJAHATAN CARDING BERDASARKAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA raden dimas ari wibowo dimas; Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1833

Abstract

Hukum yang salah satu fungsinya menjamin kelancaran proses pembangunan nasionalsekaligus mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai harus dapat melindungi hak parapemakai jasa internet sekaligus menindak tegas para pelaku cyber crime. Maka, pentingbagi pemerintah untuk memberlakukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan TransaksiElektronik, yang melakukan pengawasan memblokir situs-situs fraud, dan merancangsistem yang baik untuk melindungi masyarakat dari ancaman cyber crime. Dalammelakukan penulisan, memerlukan adanya masalah pokok sebagai perincian pembahasanberupa pengaturan kejahatan carding dalam hukum pidana Indonesia dan upaya hukumdalam penanggulangan terhadap kejahatan carding Di Indonesia. Dilihat dari jenisnya,penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh data yang menggambarkan secaramenyeluruh, jelas dan sistematis. Dalam kaitannya dengan tindak pidana kejahatan cardingdi Indonesia, sanksi yang di tetapkan terhadap terdakwa didasarkan pada Undang-UndangITE sebagai lex specialis. KUHP sebagai lex generais, tergantung pada penilaian hakimterhadap fakta persidangan dan alat bukti yang dihadirkan. Peningkatan upaya pencegahandini terhadap kemungkinan terjadinya potensi suatu gangguan keamanan dan ketertibanumum serta pelayanan masyarakat meliputi kegiatan penyuluhan hukum seperti melakukanseminar kesadaran hukum di masyarakat, patroli atau razia di tempattempat tertentu yangterindikasi adanya kejahatan carding, dan mengadakan koordinasi dengan instansi terkaitdan masyarakat dengan tujuan memperdayakan
FENOMENA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Vivi Arfiani Siregar; Indra Mukhlis Adnan; Wandi Wandi; Muhsin Muhsin; Jamri Jamri; Nurhan Nurhan; Feni Puspita Sari; Muannif Ridwan
J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 2 No. 2: Juli 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Regional and village funds are one of the sources of village funding based on regional funds as regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages. Anticipations that the corruption of regional and village funds in Indragiri Hilir Regency does not continue to develop depends on how the implementation of law enforcement itself not only involves natural humans but can also be easily found in corruption cases involving legal entities. Metode community service by direct means of sources of information that are adjusted to the results of observations, because this approach in community service is carried out using a field approach. Criminal liability in corruption cases is broader than the general criminal law because perpetrators in corruption crimes are still held accountable for their actions even though the perpetrator has died but are only limited to deprivation of confiscated goods.