Garis pantai Kabupaten Tangerang merupakan garis pantai yang sangat dinamis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi laju perubahan garis pantai tiap desa di Pesisir Kabupaten Tangerang periode 2011 - 2021, mengidentifikasi penyebab, dampak dan memberikan rekomendasi untuk evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan penanggulangan bencana. Metode kuantitatif teknik Digital Shoreline Analysis System (DSAS) digunakan untuk identifikasi abrasi dan akresi. Sedangkan analisis penyebab, dampak dan rekomendasi menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan semua desa di Pesisir Kabupaten Tangerang mengalami abrasi ataupun akresi selama satu dekade terakhir. Desa dengan laju dan luas akresi tertinggi berada di Desa Kohod sebesar 31,41 m/tahun dan 55,51 ha. Desa yang mempunyai laju abrasi tertinggi di Desa Tanjung burung sebesar -23,12 m/tahun dan luas abrasi tertinggi di Desa Desa Ketapang seluas 27,65 ha. Terdapat juga reklamasi di Kecamatan Kosambi seluas 78,18 ha. Adanya sedimentasi muara Sungai Cisadane sebagai penyebab akresi. Abrasi disebabkan karena kerusakan ekosistem mangrove, ketidaksesuaian kondisi eksisting dengan pola ruang hutan lindung RTRW di kawasan pesisir dan penyalahgunaan pemanfaatan sempadan pantai. Dampak kerusakan meliputi hilangnya pemukiman dan tambak, berkurangnya luas rencana hutan lindung (mangrove), mundurnya garis pantai akan memicu konflik lahan terkait pemanfaatan sempadan pantai. Beberapa rekomendasi yang diusulkan antara lain evaluasi RTRW pola ruang hutan lindung dan sempadan pantai, penanaman mangrove tepat di belakang wave breaker, pengelolaan ekowisata mangrove dan silvofishery.