Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam putusan Nomor 128/PUU-XII/2014 membatalkan ketentuan Pasal 33 huruf g, yang menentukan bahwa calon kepala desa terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat minimal dalam 1 tahun. Dengan dibatalkan ketentuan pasal 33 huruf g tersebut dimungkinkan calon kepala desa bukan penduduk desa tersebut, yang mana jika calon kepala desa bukan penduduk desa setempat maka tidak sesuai deangan asas otonomi desa. Penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutuskan kurang cermat dan mengabaikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia khususnya pada Pasal 18B ayat (2) serta asas otonomi. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa membuat syarat yang terdapat dalam Pasal 33 hurus g yang hakim Mahkamah Konstitusi membatalkan nya dengan pertimbangan bahwa setiap orang berhak mengaju diri sebagai pemimpin, sangat tidak tepat karena memang dalam konstitusi dijamin hak-hak tersebut, namun konstitusi merupakan norma yang sangat abstrak sehingga undang-undanglah sebagai peraturan yang mengatur hal lebih detail. Dan hak politik juga memiliki batasan yang batasan tersebut di atur oleh undang-undang. Yang mana seharusnya hakim mempertimbangkan beberapa hal tersebut dalam memutus kan perkara dengan Nomor 128/PUU-XII/2015.