Syahri Ramadhan
STIT Al Kifayah Riau

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

GAMBARAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA MUALAF Syahri Ramadhan
AN-NAFS Vol. 12 No. 1 (2018): Perilaku Religius
Publisher : UIR Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.453 KB)

Abstract

Peneltian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran Subjective Well-Being pada mualaf. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan model fenomenologi. Adapun teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam (depth interview) dan observasi. Sedangkan teknik analisis data dilakukan dengan data reduction, data display, dan verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi agama yang dialami oleh mualaf WB dan BAS berkaitan dengan Subjective Well-Being, yaitu informan melakukan evaluasi komponen kognitif dan afeksi terhadap sikap keberagamaan (religiousity) yang mereka miliki. Evaluasi kedua komponen tersebut terjadi pada fase kedua dari proses konversi (fase tidak tenang), karena agama yang diyakini tidak mampu mendatangkan kepuasan hidup serta perasaan dan emosi yang positif. Puncaknya adalah WB dan BAS konversi ke agama Islam, karena menilai Subjective Well-Being yang diperoleh dari agamanya rendah dan menilai agama Islam mampu meningkatkan Subjective Well-Being mereka. Hal ini seiring dengan munculnya fase keempat dari proses konversi, yaitu fase tenang dan tentram, dimana komitmen keislaman WB dan BAS yang semakin tinggi karena merasakan kualitas hidup yang lebih baik (good of life), seperti meningkatnya konsep diri yang positif, kebahagian, ketentraman jiwa dan raga, dan mengalami banyak pengalaman keberagamaan yang mendalam (religiousity inner-experience). Sebagai bentuk implementasi dari Subjective Well-Being yang positif dari WB dan BAS muncullah fase terakhir dari konversi, yaitu fase mengekspresikan konversi agama ke dalam kehidupan yang ditandai dengan semakin taat kepada ajaran Islam baik pada tataran kesalehan pribadinya (religious ritualistic) maupun pada tataran sosialnya (religious community).