Frans Asisi Datang
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERBANDINGAN PENGGUNAAN TANDA PISAH (--) DALAM ARTIKEL JURNALISTIK DAN KARYA SASTRA Nadia Izzatunnisa; Frans Asisi Datang
Basastra: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 10, No 1 (2022): Basastra: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/basastra.v10i1.57039

Abstract

Aturan penggunaan tanda pisah dalam bahasa Indonesia telah tertulis dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Akan tetapi, di dalam artikel jurnalistik dan karya sastra, penggunaan tanda pisah memiliki fungsi dan konvensi tersendiri. Penelitian ini mendeskripsikan perbandingan penggunaan tanda pisah dalam artikel jurnalistik dan karya sastra Indonesia serta kesesuaiannya dengan PUEBI. Data yang digunakan adalah korpus jurnalistik dan korpus sastra yang telah dikumpulkan dalam mata kuliah Kapita Selekta Linguistik, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, tahun ajaran 2016. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis isi. Ditinjau dari kesesuaiannya dengan kaidah dalam PUEBI, hasil penelitian menunjukkan fungsi penggunaan tanda pisah dalam artikel jurnalistik dan karya sastra Indonesia sama dengan aturan penggunaan tanda pisah dalam PUEBI yaitu dipakai di antara dua bilangan yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’. Adapun fungsi penggunaan tanda pisah di luar PUEBI, di antaranya digunakan untuk memisahkan nama hari dan tempat penerbitan berita dengan paragraf awal berita, menjadi pengganti kata lain yang dapat disubstitusikan, dan menambah nilai estetika atau nilai rasa pembaca. Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan kajian pemakaian tanda pisah pada genre wacana yang lain.
PENGEMBANGAN SOSIO-ONOMASTIKA DI INDONESIA: TINJAUAN KINI DAN POTENSI DI MASA DEPAN Fajar Erikha; Multamia R.M.T. Lauder; Frans Asisi Datang
Kelasa Vol 16, No 2 (2021): Kelasa
Publisher : Kantor Bahasa Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/kelasa.v16i2.213

Abstract

Penelitian berlatar onomastika mulai menggeliat akhir-akhir ini. Hal ini terlihat dalam penerbitan publikasi ilmiah dan ilmiah populer yang dilakukan tidak hanya mereka yang berlatar linguistik, tetapi juga ilmu-ilmu lainnya yang beririsan. Sementara itu, kebutuhan untuk mengkaji aspek sosial pada nama dan penamaan mulai ada karena nama hadir, diproduksi, digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Di Eropa, aspek sosial pada nama dibahas dalam kerangka sosiolinguistik sehingga kemudian disebut juga sebagai sosio-onomastika. Artikel ini mengeksplorasi onomastika, khususnya sosio-onomastika dalam cakupan tiga teoretik dasar dan lanjutan yaitu Onomastika Setempat, Kelekatan Toponimi, dan Lanskap Linguistik serta seperti apa potensi pengembangannya di kemudian hari. Guna mendapatkan gambaran komprehensif, dilakukanlah penelusuran literatur onomastika, khususnya sosio-onomastika baik berupa kajian teoretis maupun studi empiris. Artikel ini menyimpulkan kajian sosio-onomastika dengan latar Indonesia masih terbatas sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut agar terbentuk konstruksi teoretis yang lebih kaya dan tidak Barat-sentris. Diskusi berikutnya juga diperlukan agar studi berbasis sosio-onomastika dapat digunakan oleh praktisi nama-penamaan maupun pembuat kebijakan publik.
An Error Analysis of Using Punctuations in Narrative Texts Mukhammad Isnaeni; Frans Asisi Datang
ELT-Lectura Vol. 4 No. 1 (2017): ELT-Lectura Studies and Perspective in English Language Teaching
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/elt-lectura.v4i1.6292

Abstract

The objectives of this research are to find out whether the students commit punctuation errors in their narrative writing or not and to identify the types of errors which are made by the students in terms of Surface Strategy Taxonomy. This is a descriptive qualitative research. The instrument used for collecting the data is writing task in narrative text, consisting of recognition and production task. The data was, then, analyzed based on procedures used in error analysis of the descriptive approach. The results show that a number of students committed erroneous data either in recognition or production task on the use of punctuation marks in terms of omission, addition, substitution, and misplacement.
Perspektif Historis dalam Linguistik Forensik Frans Asisi Datang
IJFL (International Journal of Forensic Linguistic) Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1132.985 KB) | DOI: 10.22225/ijfl.1.1.1326.10-16

Abstract

Kajian linguistik forensik yang banyak berdengung selama ini sebagian besar berkaitan dengan bidang kajian fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan wacana serta berkaitan dengan aspek kepengarangan (authorship), plagiarisme, bahasa dalam proses persidangan, bahasa dalam proses penyidikan, dan bahasa undang-undang. Dari beberapa kasus yang pernah saya hadapi sebagai ahli bahasa, aspek kesejarahan bahasa juga diperlukan dalam sebuah kasus, terutama dalam kasus pemalsuan dokumen. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah beberapa kasus yang berkaitan dengan aspek kesejarahan linguistik forensik. Pengetahuan tentang sejarah bahasa diperlukan untuk memperjelas sebuah kasus pemalsuan dokumen. Hasil analisis mengungkapkan bahwa dari aspek kesejarahan bahasa, bahasa selalu dalam proses perubahan. Perubahan bahasa merupakan hal yang wajar dan tak dapat ditolak. Untuk membuktikan palsu atau tidaknya suatu dokumen, sebagai ahli bahasa penulis menganalisis dokumen yang menjadi alat bukti dari segi sejarah dan perkembangan bahasa Indonesia. Ada empat aspek yang diteliti dalam hal ini: ejaan, morfologi, diksi, dan kalimat. Kesimpulannya bahwa salah satu tugas utama linguistik forensik adalah membuktikan keotentikan atau palsu-tidaknya sebuah dokumen.
Lampungic Maintenance in Urban Areas: The Differences Based on Student’s Response Wuri Syaputri; Njaju Jenny Malik Malik; Frans Asisi Datang
ELT-Lectura Vol. 9 No. 2 (2022): ELT-Lectura Studies and Perspective in English Language Teaching
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/elt-lectura.v9i2.10510

Abstract

Lampungic is a local language used in Lampung province. Besides Lampungic, Lampung province also has many speakers who speak other languages such as Bali language, Basemah language, Bugis language, Java Language, and Sunda language. While the Lampungic has four dialects, namely Abung, Pesisir, Pubian, and Komering dialects. The Abung dialect is spread across the districts of North Lampung, Way Kanan, Central Lampung, Metro City, and East Lampung. The Pesisir Dialect is located in the districts of Pringsewu, Tanggamus, South Lampung, West Lampung, Tulang Bawang, West Pesisir, Bandar Lampung City, and Pesawaran District. The Pubian dialect is spread in the areas of South Lampung, Central Lampung, and North Lampung. While the Komering dialect is in the speech community of the North Lampung region. This study is using descriptive quantitative method. The quantitative used to get the different results in Lampungic used in Bandar Lampung city (the city close to the government center) and Metro City (the city far from the government center). The quantitative data result got from SPSS with Mann Whitney formula. The descriptive is used to describe the data count result based on respondents’ answers. Respondents were the students from primary school until university who speaks Lampungic and leave in Bandar Lampung and Metro cities. The result shows that language maintenance has no differences between Bandar Lampung and Metro cities.
Knowledge Management in Southeast Asia Countries Company Diah Lutfiani; Tamara Adriani Salim; Frans Asisi Datang
Khizanah al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Vol 11 No 1 (2023): June
Publisher : Program Studi Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/kah.v11i1a3

Abstract

Knowing the connection between company’s success factor from knowledge management will be a great finding for other companies. The purpose of this research is to analyze how companies implement Knowledge Management (KM) based on the four KM lifecycles by Bukowitz and Williams The data comes from any scientific paper about the implementation of KM in companies in Southeast Asia from 2016 until 2022. This research utilized Systematic Literature Review (SLR) based on the PICOC methodology. This systematic literature review observes and identifies the KM implementation through the KM lifecycle. KM lifecycle consists of four cycles: get, use, learn, and contribute. The get stage consists of three main modes of implementation: company ways of seeking information to decide, company ways of seeking information to solve a problem, and company ways of seeking information to innovate. The use stage consists of two main modes of implementation: company ways of combining information in new/different ways and company ways of combining information in exciting practices. The learning stage consists of one primary mode of implementation: company ways of learning from experiences to create a competitive gain. The contribute stage consists of one primary mode of implementation: employee ways of dispatching their knowledge to the communal knowledge base.
REDUPLIKASI DALAM BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA: STUDI KONTRASTIF Muhamad Athfan Radhi Billah; Abdul Muta’ali; Frans Asisi Datang
Linguistik : Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 8, No 1 (2023): LINGUISTIK: Jurnal Bahasa & Sastra
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/linguistik.v8i1.24-33

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan membandingkan reduplikasi yang terjadi dalam bahasa Arab dan Indonesia. Artikel ini mencoba menunjukkan hal apa yang menjadi persamaan dari reduplikasi dalam kedua bahasa meskipun reduplikasi jarang terjadi dalam bahasa Arab. Reduplikasi utuh terjadi dalam kedua bahasa, tetapi reduplikasi sebagian dan imitatif hanya terdapat dalam bahasa Indonesia. Dengan analisis deskriptif yang telah dilakukan, ditemukan 11 fungsi reduplikasi dalam bahasa Arab, yaitu urutan berseri, formasi kata, distribusi, penekanan, intensitas, permohonan, tahapan, sumpah, peringatan, subordinasi, dan bagian dari bagian. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia ditemukan sedikitnya 16 fungsi, yaitu pluralitas, membentuk adverbia, klausa konsesif, klausa korelatif, bentuk kasual, kontinuitas, intensitas, belum terjadi, urutan berseri, merendah diri, penekanan, varietas, diminutif, kuantifer, timbal balik, indefinit, dan lain-lain. Dengan analisis kontrastif, ditemukan bahwa urutan berseri, penekanan, intensitas, dan adverbia (distribusi dan tahapan) adalah fungsi-fungsi reduplikasi kata yang dapat ditemukan dalam kedua bahasa.
ISTILAH KEKERABATAN PADA MASYARAKAT CINA BENTENG Sonya Ayu Kumala; RMT Multamia Lauder; Frans Asisi Datang; Winci Firdaus
Widyaparwa Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/wdprw.v51i1.1372

Abstract

Language as part of our culture refers to both general and specific aspects. Specifically, a language has a distinctive aspect that makes it different from other languages. One of the distinguishing aspects can be seen from the greeting or register in terms of kinship. The term kinship in the discipline of linguistics falls into the scope of sociolinguistics. The term kinship according to Wardaugh (2009) is a characteristic in a language that is generally found in every language. The term kinship is being used to address or refer to other people in relation to ourselves (ego) in a structural system that is connected by blood relations, descent, or the occurrence of marriage. The Chinese Benteng community in Tangerang uses a different and distinctive kinship term compared to the Chinese community in other cities in Indonesia. In general the Benteng Chinese community no longer uses their original language as a whole, but speaks Indonesian with a mix of surrounding languages, namely Sundanese and Javanese. The language of their ancestors is still found used by the older generation, trading activities, traditional rituals, and kinship. In addition to the aspect of language use, other forms of cultural acculturation also can be seen such as in dance, musical instruments, and culinary arts. In general, it can be said, China Benteng has a peculiarity that is still upholding the culture of the ancestors but also absorbs the surrounding culture well. This study aims to describe the terms in the Chinese Benteng kinship system, namely through the classification of kinship terms (Chaer, 1997) and analysis of the language distribution of kinship terms. This study was structured using a qualitative descriptive approach. The interview method was used in extracting information from informants, besides that note-taking techniques were also used to document data mining. The results of the analysis show that the terms of kinship in the Cina Benteng community are grouped into three, namely the terms of direct kinship, indirect kinship, and due to marital relations. The distribution of forming languages or used in Chinese Benteng kinship terms are Chinese, Sundanese, and Javanese.Cina Benteng dan Tangerang menjadi satu kesatuan yaitu sebagai objek dan konteks yang potensial dikaji dari sudut pandang bahasa dan budaya. Cina Benteng dengan kemampuan adaptasi dan akulturasi yang unik serta khas apabila dibandingkan dengan model komunitas Tionghoa lain yang ada di Indonesia. Pada tingkat kebahasaan, istilah kekerabatan menjadi hal yang universal yaitu ditemukan di semua bahasa dan juga sekaligus unik yaitu mencirikan masyarakat pemilik istilah kekerabatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan istilah dalam sistem kekerabatan Cina Benteng yaitu melalui klasifikasi istilah kekerabatan yang dianalisis secara semantis dan analisis bahasa pembentuk istilah kekerabatan. Penelitian ini disusun dengan menggunakan ancangan deskriptif kualitatif. Metode wawancara digunakan dalam menggali informasi dari informan, selain itu juga digunakan teknik catat untuk mendokumentasikan penggalian data. Hasil analisis menunjukan istilah kekerabatan dalam komunitas Cina Benteng dikelompokkan menjadi tiga yaitu istilah kekerabatan langsung, tidak langsung, dan karena hubungan perkawinan. Hasil analisis menunjukan bahwa istilah kekerabatan Cina secara umum masih mengikuti struktur dan sistem kekerabatan seperti Tionghoa pada umumnya di kota lain di Indonesia, misalnya perbedaan sebutan kerabat dari pihak ayah dan ibu. Akan tetapi juga sekaligus menunjuk kekhasan dengan mengkombinasikan istilah kekerabatan tionghoa yang beradaptasi dengan konteks budaya dan bahasa yang bersinggungan. Distribusi bahasa pembentuk atau yang digunakan dalam istilah kekerabatan Cina Benteng adalah bahasa Cina, Indonesia (Melayu), Sunda, dan Jawa.