Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Hubungan antara Prestasi Belajar pada Anak dengan Gangguan Tidur di SDN 03 Pondok Cina Depok Nuri Indahwati; Rini Sekartini
Sari Pediatri Vol 18, No 3 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.3.2016.175-81

Abstract

Latar belakang. Prevalensi gangguan tidur pada anak terbanyak terjadi pada anak usia sekolah. Di Indonesia, prevalensi gangguan tidur pada anak tergolong cukup tinggi, tetapi kesadaran orang tua masih rendah. Gangguan tidur pada anak dapat berdampak pada prestasi belajar anak.Tujuan. Mengetahui hubungan antara gangguan tidur dan faktor sosiodemografi dengan prestasi belajar anak usia sekolah.Metode. Studi potong lintang dilakukan pada Oktober 2015-September 2016 terhadap anak berusia 7-12 tahun di SDN 03 Pondok Cina, Depok. Orang tua anak mengisi kuesioner sosiodemografi dan kuesioner sleep disturbance scale for children. Prestasi belajar didapat dari nilai rapor mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Hasil. Sejumlah 154 subjek melengkapi kuesioner dan didapatkan prevalensi gangguan tidur 44,8%, dengan jenis terbanyak gangguan transisi tidur-bangun (50,6%). Gangguan tidur berhubungan dengan prestasi belajar yang rendah pada pelajaran Matematika (p=0,006) dan nilai rata-rata Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA (p=0,025). Faktor sosiodemografi yaitu usia anak, jenis kelamin, usia ibu, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, pendapatan ayah, pendapatan ibu, dan bentuk keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.Kesimpulan. Gangguan tidur dan beberapa faktor sosiodemografi berhubungan dengan prestasi belajar anak usia sekolah.
Stimulation and cognitive function in short-stature preschoolers Ika Citra Dewi; Rini Sekartini; Hartono Gunardi; Asrawati Nurdin
Paediatrica Indonesiana Vol 61 No 2 (2021): March 2021
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi61.2.2021.74-81

Abstract

Background Normal-height children generally have better cognitive function than growth-stunted, short-stature children. Children’s cognitive function reportedly improves with stimulation. However, a correlation between stimulation and cognitive function in children with a history of short stature remains unclear. Objective To assess correlation between stimulation and cognitive function in normal-height vs. short-stature preschool children. Methods A cross-sectional study with consecutive sampling was performed in four sub-district areas in Jakarta. Preschool-aged children and their primary caregivers from previous studies on short stature were eligible for inclusion. An Indonesian version of a questionnaire was used to assess stimulation. A psychologist assessed verbal IQ (VIQ), performance IQ (PIQ), and full-scale IQ (FSIQ) with the Indonesian version of the Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI). Data were analyzed using Pearson’s correlation and Chi-square tests, and P values <0.05 were considered to be significant. Results Of 62 subjects, 64.5% had normal height and 35.5% had short stature. Both normal-height and short-stature children had similar IQ outcome and history of stimulation. The stimulation was significantly correlated with FSIQ in normal-height children (r= 0.316; P=0.047), but not short-stature children (r=0.049; P=0.828). However, the percentage differences in VIQ, PIQ, and FSIQ between normal-height and short-stature children were not significant (P=0.409, 0.119 and 0.877, respectively). Conclusion There is a significant correlation between stimulation and IQ in normal-height children. Short-stature preschoolers were not worse in terms of IQ than normal-height preschoolers. Parents and caregivers should be encouraged to provide regular and adequate stimulation to their young children.
Autism spectrum disorder screening in children aged 16-30 months using the Modified Checklist for Autism in Toddlers-Revised (M-CHAT-R) Clarissa Josephine Aditya; Jenni Kim Dahliana; Ariani Dewi Widodo; Rini Sekartini
Paediatrica Indonesiana Vol 61 No 5 (2021): September 2021
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi61.5.2021.247-52

Abstract

Background Autism spectrum disorder (ASD) is a complex neurodevelopmental disorder with a global prevalence of 7.6 in 1,000 children. The Modified Checklist for Autism in Toddlers - Revised (M-CHAT-R) is one of many screening tools for ASD. It is fast, easy to use, and has been translated and validated in the Indonesian language. Objective To determine the prevalence of ASD in Indonesia and its risk factors. Methods A cross-sectional study was conducted from March to October 2020. In the first protocol (March to July 2020), 219 children aged 16-30 months from 20 hospital walk-in clinics in five districts of Jakarta were included. Subjects’ parents filled out the M-CHAT-R questionnaire during their visit. A series of questions were asked to provide information about probable risk factors associated with ASD: gender, family history of ASD, preterm birth, low birth weight (LBW), and history of seizures. The second protocol (August to October 2020) was completed by parents via an online form, where 746 children aged 16-30 months were enrolled. Therefore, a total of 965 subjects were eligible for statistical analysis. Results Of 965 subjects, 56.58% were males. Subjects’ mean of age was 22.59 (SD 4.15) months. M-CHAT-R screening showed that 34 (3.52%) subjects were at high risk of developing ASD. Only male gender was significantly associated with ASD. Conclusion We screened for ASD in healthy 16-30-month-old Indonesian children. The rate of high-risk M-CHAT-R score was 3.52%. Male gender was a significant risk factor for high-risk M-CHAT-R results.
Relationship between Covid-19 Pandemic and Changes in Sleep Pattern in Children Diagnosed with Autism Spectrum Disorder Andintia Aisyah Santoso; Adantio Rashid Santoso; R.A. Deta Hanifah; Rini Sekartini
eJournal Kedokteran Indonesia Vol. 10 No. 2 - Agustus 2022
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23886/ejki.10.82.177-85

Abstract

Studies showed that COVID-19 lockdown has caused changes in sleep-wake rhythms and sleep disturbances in a large percentage of the population, related to limitation of activities. Specific populations such as ASD children were predicted to experience greater difficulties due to disruption of strictly bound daily routine. This review aimed to systematically investigate whether children diagnosed with ASD during the COVID-19 pandemic experienced any changes in their sleep patterns. We performed a journal search from PubMed, Cochrane Library, EBSCO, Proquest, and Scopus databases starting on January 1st 2020 until August 12th 2021. The searches were limited to study with ASD children (0-18 years) population samples without other neurodevelopmental disorders. Of 12 articles screened, 4 studies were included. Our included studies found that in ASD children there is no significant difference (p>0.05) in sleep duration changes between pre-pandemic and during the pandemic period while several sleep quality problems such as longer sleep latency, anxiety at bedtime, sleep terrors, daytime sleepiness, and night wakings showed a significant increase (p<0.05). COVID-19 pandemic is thought to disrupt children with ASD sleep patterns and multifactorial aspects need to be evaluated further. Keywords: autism spectrum disorder, children, COVID-19, pandemic, sleep patterns.   Hubungan Pandemi COVID-19 dengan Perubahan Pola Tidur pada Anak Terdiagnosis Autism Spectrum Disorder Abstrak Beberapa studi menunjukkan bahwa lockdown pada pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan ritme tidur-bangun dan terjadinya gangguan tidur pada sebagian besar populasi, berkaitan dengan terbatasnya aktivitas. Populasi spesifik seperti anak dengan autism spectrum disorder (ASD) diperkirakan mengalami tantangan yang lebih besar karena adanya perubahan pada rutinitas harian yang semula sangat teratur. Tinjauan ini dibuat untuk menelusuri apakah anak ASD mengalami perubahan pola tidur selama pandemi COVID-19. Kami melakukan pencarian jurnal melalui basis data PubMed, Cochrane Library, EBSCO, Proquest, dan Scopus yang dipublikasikan mulai 1 Januari 2020 hingga 12 Agustus 2021. Pencarian terbatas pada populasi sampel yakni anak dengan ASD (0-18 tahun) tanpa adanya gangguan perkembangan saraf lainnya. Dari 12 artikel terpilih, empat di antaranya memenuhi kriteria untuk dimasukkan ke dalam tinjauan ini. Studi-studi yang kami temukan menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan (p>0,05) pada pola tidur anak ASD sebelum pandemi dibandingkan selama pandemi sementara beberapa masalah kualitas tidur seperti latensi tidur yang lebih lama, kecemasan pada jam tidur, sleep terrors, rasa mengantuk pada pagi hari, dan terbangun di malam hari menunjukkan peningkatan yang signifikan (p<0,05). Pandemi COVID-19 dipikirkan dapat mengganggu pola tidur anak dengan ASD dan berbagai aspek multifaktorial perlu dipelajari lebih lanjut. Kata kunci: anak, autism spectrum dIsorder, COVID-19, pandemi, pola tidur.
Kekerasan terhadap Remaja serta Faktor-Faktor yang Memengaruhi pada Masa Pandemi COVID-19 Irene Audrey Davalynn Pane; Rini Sekartini
Sari Pediatri Vol 25, No 1 (2023)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp25.1.2023.46-53

Abstract

Latar belakang. Pandemi COVID-19 telah membuat pemerintah mengeluarkan peraturan untuk tetap berada di rumah. Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh meningkatkan durasi aktivitas remaja di rumah dan menimbulkan faktor lain yang berkaitan dengan kejadian kekerasan. Setiap tahunnya, kekerasan terhadap remaja terus meningkat. Dengan dampak buruk yang diakibatkan oleh kekerasan, timbul kepentingan mendesak untuk melakukan penelitian mengenai kejadian kekerasan terhadap remaja dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi.Tujuan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi kekerasan terhadap remaja di masa pandemi COVID-19 beserta faktor yang memengaruhi.Metode. Penelitian observasional menggunakan analisis deskriptif dan bivariat dengan metode desain studi potong-lintang dengan pengisian kuesioner secara daring. Dilaksanakan pada bulan oktober hingga November 2021, dengan metode total population sampling dengan kriteria inklusi setiap anak yang berusia 10-18 tahun, mampu memahami dan menguasai Bahasa Indonesia, dan berdomisili di Indonesia, dan memiliki ponsel/ gadget jenis apapun milik sendiri yang dapat dipakai untuk mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi subjek adalah anak yang tidak memiliki gangguan kognitif serta gangguan komunikasi dan  tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.Hasil. Didapatkan total subjek yang diteliti yakni 106 subjek. dengan sebaran terbanyak berdasarkan usia 14-17 tahun 61,3%, jenis kelamin perempuan 66%, posisi anak terakhir 34%, dan mengikuti pembelajaran jarak jauh sebanyak 96,2%. Remaja yang taat pada protokol kesehatan 21,7% dan tidak taat 78,3%. Jenis keluarga terbanyak ialah keluarga inti 83% dan orang tua remaja yang bekerja sebanyak 91,5%. Pendidikan orang tua tertinggi adalah sarjana, ayah (47,2%) dan ibu (36,8%). Sebanyak 67,9% remaja mengalami kekerasan dengan jenis kekerasan tertinggi ialah penelantaran (50,9%). Seluruh faktor pada penelitian secara statistik tidak berhubungan bermakna.Kesimpulan. Kekerasan terhadap remaja tidak berhubungan secara statistik dengan faktor anak (usia, jenis kelamin, posisi anak, pembelajaran jarak jauh) dan faktor lingkungan (jenis keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta tingkat ketaatan terhadap protokol kesehatan)