Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYERAPAN KOSAKATA BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA MASA KINI (JAVANESE VOCABULARY ABSORPTION INTO CURRENT INDONESIAN LANGUAGE) Edi Suwatno
Kadera Bahasa Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Kadera Bahasa
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2269.252 KB) | DOI: 10.47541/kaba.v8i2.29

Abstract

Absorption of Javanese to Indonesian vocabulary will enrich vocabularies besides finding its similarities excluded in Indonesia language. The absorption is conducted fully or according to vocal cord or letter or its pronunciation. The absorption is conducted because the two languages have different sound system and symbol. The sound difference of both languages is stimulated by specialty of Javanese language out of Indonesia language order. Besides that, pronunciation between the two languages are different. Those two language use sound symbol called alphabet using latin writing, but there is Javanese language letter sound that Indonesia language does not have; like sound letter /th/-ţ ,/dh/-ḍ, last rounded vowel /a/-/ᴐ/, diacritics /é, è/; front unrounded vowel /ᴐ/, rounded last vowel and absorption of EYD appropriation.
WACANA SULUK PEDALANGAN DALAM BAHASA JAWA BERDASARKAN BENTUK DAN FUNGSINYA [Suluk Pedalangan Discourse in Javanese Language Based on Forms and Functions] Edi Suwatno
TOTOBUANG Vol. 5 No. 1 (2017): TOTOBUANG, EDISI JUNI 2017
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.89 KB) | DOI: 10.26499/ttbng.v5i1.50

Abstract

This research aims to discuss suluk pedalangan discourse in Javanese language based on forms and functions that is  dealing with tembang (songs) sung by dalang while began a scene in all night long wayang performance. Based on situation and song type, suluk pedalangan is classified into three, pathetan, sendon, and ada-ada.Wayang kulit performance is assisted by particular suluks that is classified into three periods, pathet nem, pathet sanga, and pathet manyura. There is improvement on suluk by dalang in particular scene. The suluk are Suluk Abimanyu, Suluk Irim-Irim, Suluk Jingking, Suluk Plencung, and Suluk Tlutur.They are built to improve the performance atmosphere such as grief, joy, regret, annoyed, weak, etc. The suluk contain messages about virtue. That character becomes idol of men like gentle, loyal to country, to relationship between man and God.         Penelitian ini membahas tentang wacana suluk pedalangan dalam bahasa Jawa berdasarkan bentuk dan fungsinya berkaitan dengan nyanyian (tembang) yang dinyanyikan oleh dalang ketika akan memulai suatu adegan (babak) dalam pertunjukkan wayang yang dilakukan semalam suntuk. Berdasarkan suasana dan sifat lagu, suluk pedalangan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni pathetan, sendon, dan ada-ada. Pementasan wayang kulit yang berlangsung semalam suntuk diiringi suluk-suluk tertentu yang dibagi menjadi tiga periode, yakni pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura. Dalam pementasan wayang yang berlangsung semalam suntuk terdapat beberapa suluk yang ditembangkan oleh dalang, khusus pada waktu-waktu tertentu. Beberapa jenis suluk pedalangan itu antara lain; Suluk Abimanyu, Suluk Irim-Irim, Suluk Jingking, Suluk Plencung, dan Suluk Tlutur. Suluk pedalangan yang berlangsung semalam suntuk berfungsi untuk membangun suasana bermacam-macam antara lain dalam suasana; susah, gembira, kecewa, geram, kendur atau melemah, dan sebagainya. Suluk pedalangan yang berbentuk nyanyian (tembang) atau syair mengandung pesan tentang keluhuran budi pekerti. Sifat-sifat luhur itu menjadi dambaan manusia seperti sifat kesatria, setia kepada negara, kebajikan, sampai hal-hal yang mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya.