Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Kekuatan Akta Jual Beli Tanah Di Pengadilan Agama (Studi Kasus Pengadilan Agama Mataram) Rina Khairani Pancaningrum; Ridwan Ridwan; Fatahullah Fatahullah
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.13

Abstract

This research examines the strength of land sale and purchase certificates in religious courts and the factors that influence them. The research objective is to find out, explain, analyze and obtain answers about the strength of the land sale and purchase deeds at the Religious Courts and the factors that influence them. This study uses normative/doctrinal legal research methods to find law in concreto cases in the form of determining the legal force of proof of land sale and purchase deeds at the Religious Courts and the factors that influence them. Based on the results of the study, it can be concluded that first, the strength of the land sale and purchase deed in the Religious Court has perfect and binding strength if the deed is not denied by the opposing party, denied by the opposing party but strengthened by other evidence or photocopy that has been nazegelen (sufficiently stamped), matched with the original which turned out to be appropriate, then the Chairperson of the Assembly was given the code, date and initial of the Chairperson of the Assembly and other evidence was strengthened, and secondly, the factors that influenced the strength of the land sale and purchase deeds at the Religious Court were the fulfillment of formal and material requirements for the deed of sale and purchase, so that the evidence has perfect and binding strength, in accordance with Article 1875 of the Civil Code / BW and the absence of denial by the opposing party on the deed submitted as evidence, the existence of land denial as ownership rights is caused by because of ignorance of one of the parties who litigated well because it did not pe have not bought the land in question, do not know of its existence or the land has been transferred, and the existence of other evidence and local examination by the Panel of Judges (descente) that supports the truth of the deed.
Prinsip Perlindungan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Dewi Sartika; Lalu Adnan Ibrahim; Fatahullah Fatahullah; Muhammad Jailani
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.31

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis mengenai prinsip perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana perspektif hukum Nasional di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sistem perlindungan hukum terhadap anak berhadapan dengan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak masih belum didukung dengan aturan teknis yang memadai tentang tahapan pencegahan, penanganan, rehabilitasi hingga reintegrasi untuk anak yang berhadapan dengan hukum. Konteks perlindungan hukum meliputi kewajiban pemberian pendampingan hukum, penanganan melalui mekanisme diversi dan pemidanaan anak menjadi fokus dalam Undang-Undang tersebut yang memerlukan kejelasan tentang ketentuan secara teknis. Prinsip perlindungan yang diberikan haruslah mengacu pada asas kepentingan terbaik bagi anak.
Problematika Keabsahan Perkawinan Beda Agama Yang Dilakukan Di Luar Wilayah Hukum Indonesia Fatahullah Fatahullah; Israfil Israfil; Sri Hariati
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v5i1.36

Abstract

Setiap manusia memiliki hak dan kedudukan yang sama dihadapan hukum, termasuk hak untuk menikah dimanapun dan kapanpun sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sekarang ini perkawinan yang tidak dibatasi oleh batas negara adalah suatu yang biasa terjadi karena dunia sekarang sudah seperti desa kecil. Akan tetapi karena perkawinan bukan hanya urusan pribadi (privat) tetapi juga menjadi urusan negara (publik), sehingga negara berhak mengatur tata cara perkawinan warga negaranya. Terkadang pengaturan oleh negara bertentangan dengan prinsip-prinsip umum dalam hukum perdata internasional maupun hukum dari negara lain, karena setiap negara memiliki system hukum masing-masing. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa keabsahan perkawinan beda agama di luar wilayah hukum Indonesia masih menjadi pro dan kontra karena ada lebih dari satu undang-undang yang mengatur keabsahan perkawinan tersebut.
Analisis Hukum Islam Terhadap Transaksi Subhat Pada Syariah Card Fatahullah Fatahullah; Supardan Mansyur; Usman Usman
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 6 No. 1 (2021): Jurna Kompulasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v6i1.69

Abstract

Dunia yang tanpa batas karena arus globalisasi saat ini masyarakat membutuhkan alat pembayaran yang mudah dan praktis. Kartu kredit atau dalam istilah syariah disebut syariah card menjadi kartu yang dikeluarkan oleh bank sebagai alat pembayaran maupun penarikan tunai yang sah. Sehingga dalam kartu tersebut ada beberapa pihak yang terlibat sekaligus memiliki prinsip yang berbeda. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analisis. Sedangkan sumber datanya adalah data sekunder yang dikumpulkan dari studi kepustakaan, baik yang diperoleh dari bahan hukum primer maupun sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa; pertama, secara yuridis formal syariah card telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan walaupun dengan istilah yang kurang tepat yakni kartu kredit syariah. Karena dalam ekonomi islam sejak berlakunya UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah istilah kredit telah diganti dengan istilah pembiayaan. Konotasi kredit melekat dengan bunga yang hukumnya riba/haram. Jadi akad syariah card telah diakui mulai dari UU 7 tahun 1992, UU No. 10 tahun 1998 keduanya tentang perbankan dan UU. No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah; kedua, akad syariah card atau kartu kredit syariah telah di praktekkan oleh beberapa perbankan syariah walaupun ada sebagian orang yang meragukan kesyariahannya akibat dari beberapa hal. Kesyariahan kartu kredit syariah/syariah card telah mendapatkan legitimasi melalui fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 54/DSN-MUI/X/2006. DSN memberikan penekanan bagi bank syariah yang mengimplementasikan fatwa tersebut dalam produk/akad syariah card harus mematuhi ketentuan misalnya transaksi tidak boleh bertentangan dengan syariah dan denda harus masuk semuanya sebagai dana sosial.
Penyuluhan Tentang Penyelesaian Restorative Justice Terhadap Anak Berhadapan Hukum Dalam Masyarakat Di Desa Gegerung Dewi Sartika; Joko Jumadi; Lalu Adnan Ibrahim; Fatahullah Fatahullah
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 2 No. 2 (2021): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v2i2.56

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan mngkaji tentang poa penyelesaian restorative justice terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui penguatan kelembagaan dan peran serta masyarakat ditingkat desa. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Restorative Justice yang digunakan sebagai cita hukum dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak masih teradapat beberapa kekurangan dan didalam Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan dari Undang-Undang tersebut secara teknis juga belum mampu menjawab permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum, penguatan peran serta masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan ditingkat Desa menjadi penting dalam mewujudkan keadilan restoratif sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Desa Gegerung merupakan Desa yang berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat.
Pentingnya Putusan Pidana Korporasi Di Bidang Lingkungan Sebagai Dasar Pembatalan Hak-Hak Atas Tanah M. Yazid Fathoni; Fatahullah Fatahullah
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i1.85

Abstract

Walaupun telah ditetapkan sebagai tujuan dari Undang-undang Pokok Agraria 1960, namun masyarakat belum bisa merasakan secara penuh keadilan yang diiginkan oleh UUPA. Pemanfaatan Hak-hak atas tanah ini seringkali dimanfaatkan oleh korporasi tanpa mengindahkan lingkungan sekitar sehingga merugikan masyarakat. Namun demikian penerapan pidana terhadap korporasi pemegang hak atas tanah terkadang sulit untuk diterapkan. Hal ini berimplikasi kepada sulitnya negara untuk membatalkan hak atas tanah yang dimiliki oleh suatu korporasi. Padahal, Dengan adanya putusan pidana terhadap korporasi maka hal ini sebagai jalur cepat dan pasti dalam menentukan suatu kondisi atau perbuatan tertentu. Penegakan hukum pidana terhadap korporasi dibidang lingkungan merupakan dasar yang kuat bagi negara untuk untuk menentukan bahwa pemegang hak atas tanah (korporasi) tidak menggunakan tanah sesuai dengan peruntukan dan mengabaikan fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana yang ditegaskan dalam UUPA. Dasar ini kemudian menjadi acuan yang kuat bagi negara untuk melakukan pembatalan hak atas tanah