Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Sebagai Lokomotif Perekonomian Desa Di Desa Jeringo Kec.gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Muh. Risnain; Gatot Dwi Hendro Wibowo; Kaharuddin Kaharuddin; Sri Karyati
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.27

Abstract

Kegiatan ini bertujuan : pertama, menyamakan persepsi antara anggota badan Permusayawaran dan kepala desa terkait prosdural dan substansi pembuatan perdes, kedua, meningkatkan pemahaman kepala desa dan anggota BPD tentang prosedur dan mekanisme pendirian BUMDES. Pemecahan masalah di atas dilakukan dengan melakukan pelatihan singkat kepada anggota Bamusdes dan pendampingan pembentukan BUMDES . Pelatihan ini akan memberikan materi terkait perubahan yang terjadi dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 dan Permendagri Nomor 111 tahun 2016 tentang Pembentukan peraturan Desa, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Pelatihan dilakukan secara dialogis dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada peserta pelatihan untuk berdiskusi dengan pelatih yang telah memiliki pengalaman di bidang penyusunan peraturan perundang-undangan. Kepada peserta diharapkan untuk menyediakan draf perdes untuk dibahas dan diskusikan bersama dengan pelatih ketika dilakukan pelatihan. Pendampingan pengurusan pembentukan BUMDES dilakukan dengan membantu Kepala desa menyiapkan persyaratan-persyaratan pendirian BUMDES seperti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pelaksanaan kegiatan ini berkesimpulan bahwa Misi pendirian BUMDES sebagai lokomotif perekonomian desa harus terus ditingkatkan pencapaiannya. Pendampingan pembentukan dan pendirian BUMDES adalah salah satu usaha untuk mendapatkan legitimasi yuridis pendiran BUMDES sebagai Badan Hukum. Pendirian BUMDES pada tahap berikutnya adalah melakukan pencatatan di Notaris dan pendaftaran di kementerian Hukum HAM diharapkan BUMDES memiliki dasar hokum untuk melakukan kegiatan usaha. Langkah selanjutnya dalam rangka pendampingan BUMDES adalah pendampingan operasional ketika BUMDES melaksanakan kegiatan usahanya. Maka hendaknya perguruan tinggi sebagai Center of excellent dengan tridharma nya harus terus melakukan pendampingan BUMDES guna mewujudkan BUMDES yang sehat dan penggerak perekonomian desa.
Konsep Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945 Galang Asmara; Muh. Risnain; Zunnuraeni Zunnuraeni; Sri Karyati
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.28

Abstract

Politik hukum fungsi legislasi DPR RI terdapat dalam konstitusi yang mengalami perubahan yang fundamental pasca amandemen. Fungsi legislasi yang sebelum diamandemen dipegang oleh presiden, setelah perubahan konstitusi kewenangan legislasi dimiliki oleh DPR. Perubahan kewenangan tidak saja dimaksudkan untuk terciptanya proses check and balance dalam proses pembentukan undang-undang, tetapi juga dihajatkan untuk menjawab kebutuhan pembangunan hukum nasional yang berkualitas.Pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI setelah perubahan konstitusi tidak dapat dijalankan secara maksimal karena diindikasikan dengan minimnya produk legislasi dan tidak berkualitasnya undang-undang yang dihasilkan DPR. Capaian legislasi yang tidak tercapai sesuai target legislasi dan banyaknya UU yang diajukan judicial review di MK menjadi tolok ukur pelaksanaa fungsi legislasi DPR RI.Konsep penguatan fungsi legislasi DPR RI dapat dilakukan dengan mereposisi Badan Legislasi DPR RI sebagai Law center , memperkuat Supporting system DPR RI, melakukan pembuatan blue print penguatan pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI. Pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI yang optimal harus didukung oleh kelembagaan pada alat kelengkapan DPR RI yang fungsional dan didukung oleh supporting system yang handal. Oleh karena itu DPR dan Presiden hendaknya mendesain kelembagaan dan supporting system pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI dalam UU MD3.Kebijakan reposisi Badan Legislasi DPR RI sebagai Law center, memperkuat Supporting system DPR RI, melakukan pembuatan blue print penguatan pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI hendaknya dilakukan DPR RI dengan melakukan perubahan terhadap UU MD3.
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PENGELOLAAN RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Ni Ketut Citrawati; Lalu Husni; Muh. Risnain
Jurnal Education and Development Vol 8 No 2 (2020): Vol.8.No.2.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (886.896 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui dan memahami kedudukan dan kewenangan pengelolaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan permasalahan Bagaimana pengaturan kewenangan Rutan di Indonesia dan kedudukan Rutan diluar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Adapun teori yang dipakai yaitu teori negara hukum, teori kewenangan, teori kelembagaan dan teori sistem peradilan pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang terkait dengan kedudukan dan kewenangan pengelolaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, berdasarkan pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan konsep. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen, kemudian dilakukan pengolahan bahan hukum dan dianalisis secara normatif preskriptif dengan menggunakan logika deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pengaturan kewenangan pengelolaan Rutan di Indonesia sudah dimulai sejak masa penjajahan yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang disebut Jawatan Kepenjaraan yang berada dibawah Departemen Van Justitie atau Departemen Kehakiman, setelah kemerdekaan sampai saat ini urusan pengelolaan Rutan tetap menjadi kewenangan Departemen Kehakiman yang sekarang menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun kedudukan Rutan diluar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hanya berkedudukan sebagai Cabang Rutan dari Rutan yang daerah hukumnya meliputi Cabang Rutan yang dikelola Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SATPOL PP HONORER DALAM BERTUGAS DI DAERAH Yudi Permana Saputra; Gatot Dwi Hendro Wibowo; Muh. Risnain
Jurnal Education and Development Vol 8 No 2 (2020): Vol.8.No.2.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.784 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum pegawai honor Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini berangkat dari analisis Peraturan Perundang-Undangan, dikaji dari aspek-aspek yang mengatur tentang Tenaga Honorer dan Aparatur Sipil Negara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang- Undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan mengadakan sistematisasi kemudian dilakukan analisa deskriptif kualitatif dan menarik kesimpulan dengan cara deduktif. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 kedudukan Tenaga Honorer tetap berkedudukan sebagai Tenaga Honorer sampai menunggu adanya Peraturan Pemerintah. Untuk perlindungan yang diberikan Pemerintah setelah berlakunya Undang–Undang Nomor 5 Tahun 2014, Pemerintah masih belum bisa memberikan perlindungan hukum secara penuh, apalagi dalam ketentuan ini kedudukan tenaga honorer dihilangkan dan digantikan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
PELAKSANAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (STUDI DI KOTA MATARAM) Irawan Kusumahadi; Kaharudin .; Muh. Risnain
Jurnal Education and Development Vol 8 No 2 (2020): Vol.8.No.2.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (123.381 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah di Kota Mataram. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis sosiologis (empiris) dengan Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan Sosiologis (Sociological Approach). Hasil studi menunjukkan bahwap elaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah di Kota Mataram dengan menggunakan saluran teknologi informasi melalui aplikasi yang diberi nama Partner (patisipasi masyarakat dalam pembentukan regulasi daerah) berbasis handphone, yang dipandang dapat mengatasi kendala-kendala dalam proses partisipasi yang manual, belum terlaksana sepeuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya pada pemenuhan ketentuan pelibatan partisipasi masyarakat dalam proses pembentuka nperaturan daerah yang mengacu pada Pasal 354 Ayat (1), (3), (4) dan (5) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undangNomor 9 Tahun 2015 dan Pasal 2, 3 dan Pasal 4 Peraturan PemerintahNomor 45 Tahun 2017 tetang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dikarenakan aplikasi tersebut tidak didukung dengan legalitas pemanfaatannya maupun sumberdaya manusia yang mengelolaa plikasi tersebut. Sehingga pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturand aerah di Kota Mataram belum maksimal dan peraturan daerah yang dihasilkanpun belum dapat dikatakan berkarakter hukum yang responsif.
Intervensi Negara Dalam Pembatasan Kebebasan Berkontrak Di Indonesia Muh. Risnain; Gatot DH Wibowo; Kaharuddin Kaharuddin; Dyah Eka Suryawati
Unizar Law Review (ULR) Vol 2 No 2 (2019): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.124 KB)

Abstract

Hakikat intervensi Negara dalam pembatasan kebebasan berkontrak dalam peraturan perundang-undangan Indonesia adalah bentuk perlindungan negara terhadap hak asasi manusia warga Negara lain dan bentuk perlindungan Negara terhadap kondisi perekonomian nasional yang sehat dan berdaya saing. Bentuk intervensi Negara dilakukan dalam bentuk pengaturan bentuk dan substansi kontrak yang dibuat oleh Negara. Konsep pembatasan kebebasan berkontrak dalam hukum Indonesia dilakukan dalam kerangka hokum pasal 28 UUD NRI 1945 melalui instrumen undang-undang yang dibentuk melalui keterlibatan public yang optimal dan dalam kerangka menjaga pertumbuhan perekonomian nasional yang sehat dan berdaya saing. Di samping itu hendaknya ada mekanisme pengawasan publik melalui lembaga independen yang memberikan pengawasan terhadap proses dan pelaksanaan kontrak yang berpengaruh pada kepentingan umum.
Optimalisasi Peranan Hukum Perdata Internasional Sebagai Hukum Antar Tata Hukum Ekstern Dalam Pembangunan Perekonomian Nasional Dan Globalisasi Muh. Risnain
Unizar Law Review (ULR) Vol 1 No 2 (2018): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.79 KB)

Abstract

Ketentuan HPI dalam Pasal 16,17, dan 18 AB sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum untuk pembangunan ekonomi nasional dan globalisasi. Pengaturan HPI dalam Undang-undang Penanaman Modal, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-undang Arbitrase Indonesia harus diharmonisasikan dengan norma-norma HPI yang berlaku secara universal. Kebutuhan akan undang-undang HPI menjadi penting untuk menjawab dua persoalan di atas. Untuk merealisasikan gagasan di atas maka DPR dan Presiden hendaknya memasukkan RUU HPI dalam Prolegnas 2019-2024 untuk kemudian dibahas, ditetapkan dan diundangkan.
Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Terhadap Kewenangan Legislasi DPD RI Dikaitkan Dengan Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Muh. Risnain
Unizar Law Review (ULR) Vol 4 No 1 (2021): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian menghasilkan satu simpulan bahwa putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 berimplikasi pada tiga hal terkait kewenangan legislasi DPD dalam pembentukan undang-undang, pertama, implikasi terhadap Perencanaan Pembentukan Undang-undang dimana DPD memiliki kewenangan yang sama dengan Presiden dan DPR untuk mengusulkan RUU masuk dalam prolegnas, kedua, Implikasi terhadap pembahasan RUU, DPD memiliki kewenangan yang sama dengan Presiden dan DPR untuk membahas RUU yang menjadi kewenangan DPD sampai pada pembicaraan tingkat I,dan, ketiga, implikasi terhadap pengesahan RUU, DPD tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan RUU pada pembicaraan tingkat II pada sidang paripurna DPR untuk mengesahkan RUU. Oleh karena itu hendaknya DPD RI dalam pembahasan penguatan kewenangan DPD dibidang legislasi menjadikan perspektif bentuk negara NKRI dan cita pembangunan hukum nasional yang telah tertuang dalam RPJP sebagai fondasi dasar berpikir untuk mendesain kewenangan legislasi DPD dalam pembentukan undang-undang.
Rezim Provinsi Kepulauan Dalam Dalam Perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wawasan Nusantara, Dan Otonomi Daerah Muh. Risnain
Unizar Law Review (ULR) Vol 3 No 1 (2020): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.017 KB)

Abstract

Keberadaan rezim provinsi kepulauan sebagai bentuk desentralisasi asimetris-geografis dalam bingkai NKRI sesungguhnya memperkokoh eksistensi NKRI. Perspektif wawasan nusantara provinsi kepulauan merupakan konsep baru dalam pengelolaan wilayah perairan Indonesia dapat mengokokhkan konsep wawasan nusantara. Konsep provinsi kepulaun dengan desentralisasi asimetris yang didasarkan pada kondisi geografis daerah sesungguhnya sejalan (inline) dengan sistem penyelenggaran pemerintahan pemerintahan daerah yang dianut dalam undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
Model Kebijakan Hukum Pencegahan dan Pemberantasan Destructive Fishing Di Nusa Tenggara Barat Any Suryani Hamzah; Muh. Risnain; Zunnuraeni Zunnuraeni
Unizar Law Review (ULR) Vol 3 No 2 (2020): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Isu destructive fishing merupakan problem serius yang dihadapi pemerintah provinsi NTB maupun pemerintah pusat. Destructive fishing berdampak pada kerusakan ekologis, ekonomis dan yuridis terhadap ekossistem perikanan. Kebijakan pemerintah provinsi NTB dan pemerintah pusat belum membuahkan hasil maksimal terhadap pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB.Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah, pertama, Bagaimanakah problem destructive fishing di NTB ?, kedua, Apakah problem hukum pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di ?, ketiga,Bagaimanakah konsep pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB ?.Hasil pembahasan menyimpulkan Konsep Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB dapat dilakukan dengan mengkombinasikan konsep pencegahan dan pemberantasan. Pencegahan dilakukan sebagai upaya pendahuluan untuk menghindari terjadinya destructive fishing sedangkan pemberantasan dilakukan untuk menyelesikan terjadinya destructive fishing. Pencegahan destructive fishing dilakukan dengan cara, membentuk Peraturan daerah tentang Pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB, Dukungan Anggaran Opersional Patroli Kepada Penegak Hukum, dan Mencetak nelayan professional dan sadar lingkungan. Pemberantasan destructive fishing dilakukan dengan cara, Optimalisasi Pelaksanaan Tupoksi Forum Koordinasi Untuk Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan, Pembentukan Pengadilan Perikanan di NTB, dan Penerapan Pertanggung jawaban korporasi.Untuk menjalankan konsep Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB maka hendaknya pemerintah provinsi NTB khususnya DKP mengusulkan rancangan peraturan daerah tentang pencegahan dan pemberantasan destructive fishing di NTB sebagai landasan hokum kebijakan tersebut. Disamping itu hendaknya DKP provinsi NTB melaksanakan rencana strategis dan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan destructive fishing di NTB.