- Ruswahyuni
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Published : 34 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

HUBUNGAN KERAPATAN RUMPUT LAUT DENGAN SUBSTRAT DASAR BERBEDA DI PERAIRAN PANTAI BANDENGAN, JEPARA Ain, Nur; Ruswahyuni, -; Widyorini, Niniek
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.926 KB)

Abstract

Pantai Bandengan adalah salah satu pantai pesisir utara Jawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki potensi sumberdaya pesisir yang besar ditinjau dari keberadaan garis pantainya lebih dari 72 Km. Pantai Bandengan ini juga sebagai habitat rumput lautyang merupakan tumbuhan laut dasar perairan (fitobentos), makroalga, dan termasuk Thallophyta. Rumput laut tergolong tanaman yang hidupnya melekat pada substrat, seperti karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya atau bahkan melekat pada tumbuhan lain secara epifitik.Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kerapatan rumput laut dengan substrat dasar berbeda di perairan Pantai Bandengan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif menggunakan line transek sepanjang 100 meter dan kuadran transek 1x1 meter dengan tiga kali pengambilan. Setiap kuadran transek dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia meliputi kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu air, dan pH (untuk mendukung hasil data sampling).Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah sembilan jenis rumput laut yaitu Halimeda opuntia; Halimeda descoides; Halimeda macroloba; Chordoria flagelliformis; Padina crassa; Sargassum yendoi; Sargassum piluliferum; Sargassum confusum; dan Sargassum duplicatum. Kerapatan tertinggi ditemukan pada Halimeda opuntia (18,19%) atau total 103 individu dengan penutupan substrat (12,54 m2, terbanyak pada substrat pecahan karang). Sedangkan penutupan tertinggi terdapat pada jenis Sargassum duplicatum yaitu 15 m2. Berdasarkan hasil analisa data Chi Kuadrat didapatkan nilai X2 hitung sebesar 72,00 dan nilai X2 tabel sebesar 21,026. Hal tersebut dapat dinyatakan ada hubungan kerapatan rumput laut terhadap substrat dasar karena X2 hitung ≥  X2 tabel yang menyatakan terima H1 tolak H0.
PERBEDAAN KELIMPAHAN TERIPANG (Holothuroidea) PADA EKOSISTEM LAMUN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU KARIMUNJAWA JEPARA Permadi, Martantya Bagus; Ruswahyuni, -; Suryanti, -
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1095.457 KB)

Abstract

Kepulauan Karimunjawa Jepara Jawa Tengah sangat terkenal akan kekayaan sumberdaya alam yang ada di dalam laut seperti pada daerah ekosistem terumbu karang dan lamun. Banyak biota-biota yang berasosiasi di daerah tersebut salah satunya teripang untuk keperluan mencari makan, melakukan pemijahan dan juga sebagai tempat perlindungan. Kepulauan Karimunjawa mempunyai potensi perikanan khususnya teripang. Kondisi substrat,mikro habitat,serta aktifitas pengelolaan wilayah di suatu perairan mempengaruhi keseimbangan ekosistem terumbu karang dan ekosistem lamun yang berdampak pada penyebaran dan kelimpahan teripang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan jenis teripang di ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang serta untuk mengetahui perbedaan kelimpahan teripang di ekosistem lamun dan terumbu karang di Pulau Karimunjawa Jepara pada bulan Mei 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi. Metode penelitian ini dilakukan  pada masing-masing stasiun, yaitu stasiun A (padang lamun) B (terumbu karang). Nilai persentase penutupan karang  sebesar 66,09 % nilai tersebut termasuk dalam kondisi baik. Pada ekosistem lamun didapatkan kelimpahan teripang sebanyak 91 ind/150 m2 sedangkan pada ekosistem terumbu karang 16 ind/150 m2. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah ekosistem lamun memiliki kelimpahan teripang lebih tinggi dibandingkan daerah ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hasil Uji Tes “T” dapat disimpulkan bahwa kelimpahan jenis teripang yang paling banyak adalah pada ekosistem lamun.  Karimunjawa Island central java jepara is very well known for the wealth of natural resource that exist in the area of marine ecosystems such as coral reefs and seagrass. Many biota in the area of one sea cucumber for the purpose of feeding, spawning and perform wellas a place refuge. Karimunjawa island has the potential sea cucumber fisheries especially micro habitat, substrate conditions and management activities in a region affects the water balance of reef ecosystem and seagrass that have an impact on the spread and abudance of sea cucumbers. The purpose of this study was to determine the abudance of sea cucumber species in seagrass and coral reef on the island karimunjawa jepara in may 2014. The method used in this research is the method observation conducted at eachstasion A (seagrass) B (reef). Value percentage of coral cover amounting to 66,09% of the value include in the conditions good. In seagrass abudance of sea cucumber as much 91 ind/150 m2 while on the coral reef ecosystem 16 ind/150 m2. From these data it can be concluded that the area of seagrass ecosytem possess an abudance of sea cucumber are higher than the area of coral reef ecosystem. Based on the results of Test “T” can be conclude that the abudance of sea cucumber is the most seagrass in the area. 
KELIMPAHAN PERIFITON PADA KARANG MASIF DAN BERCABANG DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA Yuniarno, Hendrawan Agung; Ruswahyuni, -; Suryanto, Agung
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.539 KB)

Abstract

Pulau Panjang merupakan salah satu pulau-pulau kecil di Indonesia yang memiliki berbagai ekosistem salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan habitat dan tempat aktivitas berbagai organisme laut contohnya perifiton. Perifiton berperan sebagai produsen primer dalam suatu perairan untuk menghasilkan oksigen dan menjadi konsumsi bagi organisme lain (misalnya karang). Keberadaan perifiton pada substratnya tidaklah sama, perbedaan morfologi karang diduga menentukan kelimpahan perifiton pada karang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan perifiton pada karang masif dan karang bercabang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2015 di Pulau Panjang Jepara. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan deskriptif analitis sebagai desain penelitiannya. Desain ini bertujuan untuk mendeskripsikan kelimpahan perifiton pada jenis pertumbuhan karang yang berbeda. Analisis perbedaan kelimpahan perifiton menggunakan Uji T (Mann-Whitney). Dari  hasil penelitian didapatkan bahwa kelimpahan perifiton pada karang masif dan bercabang menunjukkan adanya perbedaan. Dimana kelimpahan perifiton pada setiap pengamatan tidak memiliki perbedaan yang signifikan baik pada karang masif dan karang bercabang. pada pengamatan pertama kelimpahan perifiton pada karang bercabang terdapat 20.970 ind/cm2, sedangkan pada karang masif terdapat 19.764 ind/cm2. Pada pengamatan kedua kelimpahan perifiton pada karang bercabang terdapat 28.427 ind/cm2, sedangkan pada karang masif terdapat 30.623 ind/cm2. Faktor yang menentukan keberadaan dan kelimpahan perifiton pada karang yang paling terlihat yaitu dikarenakan perbedaan morfologi dari karang tersebut dan perbedaan dan perubahan kecepatan arus. Panjang Island is one of the small islands in Indonesia, which has a variety of ecosystems one of which is the coral reef ecosystem. Coral reefs are the habitat and the activities of various marine organisms example periphyton. Periphyton role as primary producers in a body of water to produce oxygen and become food for other organisms (eg, corals). Periphyton existence on the substrates are not the same, the difference of coral morphology is suspected determine the abundance of perifiton on the reef. This study aims to determine differences in the abundance of periphyton on massive corals and branching. This research was conducted in March and April 2015 in Panjang Island Jepara. The method used in this research is purposive sampling with a descriptive analytical research design. This design aims to describe the abundance of periphyton on different types of coral growth. Analysis of differences in the abundance of periphyton using T test (Mann-Whitney). The results showed that the abundance of periphyton on massive and branching corals showed a difference. Where the abundance of periphyton on every observation has different amounts both on massive and branching corals. the first observations of the abundance of periphyton on branching corals there are 20.970 ind / cm2, while the massive corals there are 19.764  ind / cm2. In the second observation abundance of periphyton on branching corals there are 28.427 ind / cm2, while the massive corals there are 30.623 ind / cm2. The difference is due to differences in the morphology of the reef and the differences and changes in flow velocity.
DISTRIBUSI KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SERTA TEKSTUR SEDIMEN PADA MUARA SUNGAI WAKAK, KABUPATEN KENDAL Mentari, Luthfieana; Ruswahyuni, -; Muskananfola, Max Rudolf
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.901 KB)

Abstract

Muara sungai Wakak banyak dimanfaatkan oleh para warga untuk aktivitas budidaya seperti membangun tambak dan sumber penghasilan untuk mencari ikan, udang dan sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan organik dan tekstur sedimen serta distribusi kelimpahan makrozoobentos pada Muara Sungai Wakak Kabupaten Kendal. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Kandungan bahan organik tertinggi pada stasiun 3 yaitu 16,2% dan terendah pada stasiun 1 yaitu 1,6%. Tekstur sedimen pada stasiun 1 prosentase  fraksi lumpur 0,9%, fraksi liat 14,07% dan fraksi  pasir 85,03%, stasiun 2 fraksi lumpur 1,13%, fraksi liat 53,16% dan fraksi pasir  45,71% dan pada stasiun 3 fraksi lumpur 1,62 %, fraksi liat 91,19% dan fraksi pasir 7,19%. Kelimpahan relatif tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 89 ind/m3, kelimpahan relatif terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 43 ind/m3. Indeks keanekaragaman tertinggi  terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,5. indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 2,0. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,96 dan indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,91. Wakak estuaries is frequently used for aquaculture activities, such as building ponds and as sources of income catch  for fish, shrimp, etc. The research was aimed to know the organic materials content, Textures of Sediment, Distribution of Abundance Makrozoobenthos, in the Wakak estuary, Kendal. The points of sampling was determined by using Purposive Sampling Method. The highest content of organic matterial in station 3 was 16,2%, and the lowest in station 1 was 1,6%. Percentage of  texture of sediment were at station 1; silt fraction was 0.9%, clay fraction 14.07%   and sand fraction 85.03%. Percentage of  texture of sediment at station 2; silt fraction was 1,13%, clay fraction 53,16% and sand fraction 45,71%. Percentage of  texture of sediment at Station 3; silt fraction was 1,62 %, clay fraction 91,19% and sand fraction 7,19%. The highest relative abundance was 89 ind/m3  in stasiun 1 and the lowest was 43  ind/m3  in  station 2. The highest diversity index of macrozoobenthic in station 1 was 2,5  and the lowest one in station 2 was  2,0. The highest uniformity index (E) in station 1 was 0,96 and the lowest one in station 2 was 0,91.
HUBUNGAN KELIMPAHAN EPIFAUNA PADA KERAPATAN LAMUN YANG BERBEDA DI PANTAI PANCURAN BELAKANG PULAU KARIMUNJAWA, JEPARA Ristianti, Nisa; Ruswahyuni, -; Suryanti, -
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.007 KB)

Abstract

Pulau Karimunjawa merupakan salah satu wilayah di perairan Kabupaten Jepara yang memiliki keanekaragaman ekosistem perairan, salah satunya adalah ekosistem lamun yang merupakan ekosistem pendukung di wilayah pesisir. Salah satu fungsi padang lamun sebagai habitat bagi organisme bentik khususnya epifauna sangat rawan apabila padang lamun terus menerus mendapat tekanan ekologis. Terjadinya perubahan lingkungan akibat eksploitasi dan pencemaran akan berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun  dan kelimpahan epifauna. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kelimpahan epifauna pada kerapatan lamun yang berbeda dan hubungan kelimpahan epifauna pada kerapatan lamun yang berbeda di perairan Pantai Pancuran Belakang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi, sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan pemetaan sebaran lamun. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan yang sangat kuat antara kerapatan lamun dengan kelimpahan epifauna dilihat dari hasil analisis korelasi sederhana dengan nilai (r) sebesar 0,967 dan signifikasi (0,138 > 0,05). Karimunjawa island is one of the areas in the waters of Jepara Regency that has a diversity of aquatic ecosystems, one of which is a seagrass ecosystem is one of the coastal areas of supporting ecosystems. One of the functions of the seagrass habitat for benthic organisms as particularly highly prone when the epifauna seagrass continuously gets the ecological pressures. The occurrence of environmental change as a result of exploitation and pollution will affect the ecosystem of the seagrass and abundance of epifauna. The purpose of this research is to know the abundance of epifauna on different seagrass density and abundance of epifauna on relationship of density in different seagrass coastal waters Pancuran Belakang. The research method used is the method of observation, whereas sampling is done by mapping the distribution of seagrass. Research showed that the a very strong between density seagrass beds with abundance of epifauna seen from the result analysis correlation simple with value (r)  0,967 and signification ( 0,138 > 0,05). 
KERAPATAN RUMPUT LAUT PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PANTAI BANDENGAN, JEPARA Yuanto, Tito Firmansyah; Ruswahyuni, -; Widyorini, Niniek
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.196 KB)

Abstract

Rumput laut merupakan tanaman air yang umumnya tumbuh melekat pada substrat pasir, karang, pecahan karang dan karang mati, tidak mempunyai akar, batang dan daun yang sejati, keseluruhan tanaman ini adalah batang, akar dan daun yang semu disebut thallus. Kedalaman merupakan salah satu parameter lingkungan yang berpengaruh tehadap kecerahan atau tingkat batas kemampuan cahaya matahari yang mampu masuk ke dalam suatu perairan. Cahaya matahari merupakan salah satu unsur yang penting dalam terjadinya proses fotosintesis di perairan. Rumput laut merupakan salah satu tumbuhan air yang hidupnya tergantung antara lain pada intensitas cahaya matahari. Oleh sebab itu semakin dalam suatu perairan maka semakin kecil pula intensitas cahaya matahari yang masuk, sehingga rumput laut yang tumbuh juga sedikit akibat kurangnya cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kerapatan rumput laut pada kedalaman 1, 2 dan 3 meter serta untuk mengetahui hubungan antar kedalaman dengan kerapatan rumput laut. Penelitian ini dilakukan di Pantai Bandengan pada bulan April 2013. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskiptif adalah metode penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok ataupun suatu daerah kemudian melakukan analisa lebih lanjut mengenai kebenaran tersebut. Sampling dilakukan menggunakan line transek dengan panjang 100 m dan kuadran transek ukuran 1x1 m yang dibagi menjadi 16 kotak kecil, kemudian menghitung kerapatan serta penutupan rumput laut serta melakukan identifikasi rumput laut yang ditemukan. Hasil penelitian didapatkan kerapatan tertinggi pada kedalaman 1 meter dengan jumlah total 412 individu/300m². Pada kedalaman 2 dan 3 meter jumlah kerapatannya lebih kecil yaitu masing-masing 326 dan 162 individu/300m² . Hal ini karena pada kedalaman 2 dan 3 meter tingkat kecerahannya cukup rendah, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Substrat dasar pasir pada kedalaman 1 meter juga mempengaruhi kerapatan rumput laut. Dari pengujian korelasi antara kedalaman dengan kerapatan didapatkan nilai sebesar -0,984. Hal ini berarti terdapat hubungan antara kedalaman dengan kerapatan rumput laut. Seaweed is an aquatic plant that generally grows attached to a substrate of sand , coral , coral rubble and dead , didn’t have roots , stems and leaves are true, this is a whole plant stems, roots and leaves are called Thallus. Depth is one of the environmental parameters that influence tehadap brightness or level limits sunlight is able to get in to the water. Sunlight is one important element in the process of photosynthesis in water . Seaweed is one of the water plants that need the intensity of sunlight for thei life . Therefore, more deeper the water, also few of sunlight that can to the deep, so that the sea grass that grows too little due to lack of sunlight used for photosynthesis . This study aimed to determine differences in kelp density at a depth of 1 , 2 and 3 meters as well as to determine the relationship between the depth of the sea grass density . This research was conducted in Bandengan Beach in April 2013. In this study, the method was used descriptive method. Deskiptif method is a method of research that was conducted to obtain the facts of the existing symptoms and seek factual information from a group or a region and then perform further analysis on the truth . Sampling was conducted using line transect with a length of 100 m and the size of 1x1 m transect quadrant is divided into 16 small squares , then calculate the density as well as the closure of seaweed and seaweed identification were found . The study showed the highest density at a depth of 1 meter with a total of 412 individu/300m ². At a depth of 2 and 3 feet smaller number density, respectively 326 and 162 individu/300m ². This is because at a depth of 2 and 3 -meter brightness level was quite low, thus affecting the growth of seaweed. Substrate of sand at a depth of 1 meter also affects the density of sea grass.From the corelations test of the depth and the density values obtained at -0.984 . This means that there is a relationship between the depth of the sea grass density.
KELIMPAHAN JENIS BULU BABI (ECHINOIDEA, LESKE 1778) DI RATAAN DAN TUBIR TERUMBU KARANG DI PERAIRAN SI JAGO – JAGO, TAPANULI TENGAH Mustaqim, Muhammad Mirza; Ruswahyuni, -; Suryanti, -
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.583 KB)

Abstract

Penelitian tentang kelimpahan ikan, moluska dan bentos pada daerah terumbu karang sudah banyak dilakukan, tetapi dalam kenyataannya belum banyak yang meneliti tentang kelimpahan bulu babi di daerah terumbu karang. Adapun daerah rataan terumbu karang dan tubir terumbu karang adalah sebagai habitat atau tempat hidup dari bulu babi, maka dimungkikan kelimpahan bulu babi pada kedua lokasi tersebut. Aktivitas di perairan Si Jago – Jago baik berupa penangkapan ikan maupun pariwisata diduga telah mempengaruhi keseimbangan ekosistem terumbu karang dan organisme yang berasosiasi di dalamnya khususnya bulu babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan jenis bulu babi (Echinoidea) pada daerah rataan terumbu karang dan tubir terumbu karang di Perairan Si Jago – Jago, Tapanuli Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012. Metode pengambilan data persentase penutupan terumbu karang menggunakan metode line transek berukuran 30 meter, sedangkan pengambilan data kelimpahan bulu babi (Echinoidea) menggunakan metode kuadran transek berukuran 5 x 5 meter. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu bahwa nilai persentase penutupan karang hidup pada daerah rataan terumbu karang sebesar 45,51 %. Sedangkan nilai persentase penutupan karang hidup pada daerah tubir terumbu karang sebesar 46,2 %. Nilai tersebut termasuk dalam kategori sedang. Pada daerah rataan terumbu karang didapatkan kelimpahan individu bulu babi sebanyak 298 individu/ 450 meter2, sedangkan kelimpahan individu bulu babi pada daerah tubir terumbu karang sebanyak 122 individu/ 450 meter2. Jenis bulu babi yang ditemukan pada lokasi penelitian yaitu Diadema antilarum, Diadema setosum, dan Echinotrix calamaris. Kelimpahan jenis bulu babi yang paling banyak ditemukan pada daerah rataaan dan tubir adalah jenis Diadema antilarum.  Berdasarkan hasil Uji “T” test dapat disimpulkan bahwa kelimpahan jenis bulu babi yang paling tinggi adalah pada daerah rataan terumbu karang. Hal tersebut didapatkan dari nilai signifikasi yaitu 0,043, yang kurang dari < 0,05 sehingga terima H1 tolak H0, bahwa ada perbedaan kelimpahan bulu babi pada daearah rataan dan tubir terumbu karang.
PENGARUH LAJU SEDIMENTASI DENGAN KERAPATAN RUMPUT LAUT DI PERAIRAN BANDENGAN JEPARA Albert, Maruli; Ruswahyuni, -; Widyorini, Niniek
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.045 KB)

Abstract

Perairan Pantai Bandengan Jepara terletak di daerah utara Pulau Jawa. Jenis biota yang ada beragam dengan populasi masing-masing jenis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan rumput laut, nilai laju sedimentasi pada daerah rumput laut serta mengetahui hubungan perbedaan kerapatan rumput laut dengan laju sedimentasi di perairan bandengan Jepara. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunitas rumput laut yang dibagi menjadi 3 pengambilan,  pengambilan dilakukan secara tegak lurus ke arah laut dan penghitungan laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap yang di pasang pada lokasi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey. Metode penentuan kerapatan rumput laut dilakukan dengan frame kuadran ukuran 1x1 m dengan cara menghitung jumlah tegakan rumput laut dalam setiap meter persegi sepanjang 100 m. Kerapatan rumput laut di perairan Bandengan Jepara di dapat 431 individu/300m2 yang terdapat 9 jenis dari 2 filum yaitu  Filum Chlorophyta : Halimeda opuntia sebanyak 157 individu/300m2 , Halimeda descoides sebanyak 58 individu/300m2, Halimeda makroloba sebanyak 74 individu/300m2,filum Phaeophyta : Chordoria flagelliformis sebanyak 31 individu/300m2, Padina crassa sebanyak 83 individu/300m2, Sargassum yendoi sebanyak 15 individu/300m2, Sargassum piluliferum sebanyak 3 individu/300m2, Sargassum confusum sebanyak 5 individu/300m2, dan Sargassum duplicatum sebanyak 5 individu/300m2. Hasil penghitungan laju sedimentasi diketahui rata-rata laju sedimentasi pada lokasi penelitian adalah 0,85 mg/cm3/hari. Nilai korelasi antara laju sedimentasi dengan kerapatan rumput laut sebesar 0,85, hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat antara laju sedimentasi dengan kerapatan rumput laut di perairan Bandengan, Jepara.
HUBUNGAN KELIMPAHAN BULU BABI (SEA URCHIN) DENGAN BAHAN ORGANIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI PANTAI KRAKAL, YOGYAKARTA Arthaz, Ca Perdana; Suryanti, -; Ruswahyuni, -
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.899 KB)

Abstract

Bulu babi (Sea urchin) dapat ditemui mulai dari daerah intertidal sampai ke kedalaman 10 m. Bulu babi umumnya menghuni ekosistem terumbu karang dan padang lamun, biasanya  hidup  mengelompok  tergantung dari  jenis habitatnya. Bulu babi memiliki peranan penting terhadap ekologi suatu perairan dan rantai makanan. Di dalam rantai makanan, bulu babi memiliki kedudukan sebagai herbivora, omnivora, ataupun sebagai pemakan detritus sehingga sampah-sampah organisme tak akan hilang begitu saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kandungan bahan organik terhadap kelimpahan Bulu Babi di Pantai Krakal, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014 di Pantai Krakal, Yogyakarta dan analisa kandungan bahan organik di laksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Metode pengambilan data kelimpahan Bulu Babi menggunakan metode kuadran transek berukuran 1 x 1 meter dan metode analisa kandungan bahan organik menggunakan metode gravimetri. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu kandungan bahan organik di perairan Pantai Krakal stasiun 1 berkisar antara 4,09 – 4,71%, pada stasiun 2 berkisar antara 3,65 – 3,98% dan pada stasiun 3 berkisar antara 5,04 – 5,60%. Pada Pantai Krakal di temukan 3 jenis bulu babi yaitu Stomopneustus sp, Echinometra sp, Echinometra mathaei. Kelimpahan individu bulu babi stasiun 1 pengulangan 1 sebanyak 148/150 m2 dan pengulangan 2 sebanyak 157/150 m2, stasiun 2 pengulangan 1 sebanyak 161/150 m2 dan pengulangan 2 sebanyak 172/150 m2 dan stasiun 3 pengulangan 1 sebanyak 174/150 m2 dan pengulangan 2 sebanyak 190/150 m2. Berdasarkan uji regresi dapat dikatakan hubungan yang cukup lemah antara substrat dasar perairan dengan kelimpahan bulu babi meskipun masing-masing berkecenderungan meningkat. Sea urchin can be easily found in intertidal area to the depth of 10 m. Groups of sea urchins usually inhibits coral reefs and seagrass bedsbased on their habitat. Sea urchin is essential in water ecology and food chain. In the food chain, sea urchin has the role as herbivore, omnivore, or detritus consumer to process the organism waste. The study was aimed to determine the correlation of organic materials of water-base substrate to the abundance of sea urchin in Krakal Beach, Yogyakarta.  The research was performed in October-November 2014 in Krakal Beach, Yogyakarta and the organic matter analysis was conducted in the Laboratory of Environmental Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University. The sampling method on sea urchin abundance was transect quadrant of 1 x 1 meter with 50 m length and organic matter analysis was gravimetric analysis method. The result obtained from the study is that the organic substance of Krakal Beach ranges between 4,09 – 4,71%in station 1, 3,65 – 3,98%in station 2, and 5,04 – 5,60% in station 3. There are 3 species of sea urchin in Krakal Beach namedStomopneustus sp, Echinometra sp, Echinometra mathaei. The abundance of sea urchin is 148/150 m2 and 157/150 m2in station 1, 161/150 m2 and 172/150 m2in station 2 and 174/150 m2 and 90/150 m2in station 3. Based on the regression test, it can be said that the water-base substrate and the abundance of sea urchin although each tended to rise.
KELIMPAHAN BULU BABI (SEA URCHIN) PADA EKOSISTEM KARANG DAN LAMUN DI PERAIRAN PANTAI SUNDAK, YOGYAKARTA Firmandana, Tony Cahya; Suryanti, -; Ruswahyuni, -
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014
Publisher : Departemen Sumberdaya Akuatik,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.706 KB)

Abstract

Perairan pantai Sundak memiliki beberapa biota echinodermata salah satunya bulu babi. Bulu babi tersebar di ekosistem padang lamun dan karang, keberadaan bulu babi pada suatu ekosistem tidak bisa lepas dari pengaruh faktor fisika kimia pada lingkungan tersebut, walaupun tidak berpengaruh secara langsung. Karakteristik yang berbeda pada kedua ekosistem akan mempengaruhi populasi pada ekosistem tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi ekosistem karang dan lamun di perairan pantai Sundak, untuk mengetahui kelimpahan bulu babi (sea urchin) di ekosistem karang dan lamun pantai Sundak, dan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan bulu babi pada ekosistem karang dan padang lamun pantai Sundak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang bersifat deskriptif. Metode sampling yang digunakan pada kegiatan penelitian ini yaitu penentuan lokasi sampling, pengambilan data penutupan karang, pengambilan data kelimpahan bulu babi. Pengukuran parameter kimia dan fisika berupa arus, suhu, salinitas, pH, kedalaman, kecerahan, dan bahan organik. Analisis data meliputi penutupan karang, kerapatan lamun, kelimpahan bulu babi, indeks keanekaragaman, dan indeks keseragaman. Penutupan substrat dasar pada lingkungan ekosistem karang di pantai Sundak didominasi oleh karang mati dengan presentase sebesar 62,2%, pecahan karang 24,25%, dan pasir 13,5%. Sedangkan kerapatan lamun di pantai Sundak sebesar 68 ind/m2. Kelimpahan bulu babi di pantai Sundak pada ekosistem karang dan lamun dengan jenis Stomopneustus sp., jenis Echinometra sp. A, jenis Echinometra sp. B, dan jenis Echinometra sp. C pada ekosistem karang dengan kelimpahan sebesar 329 ind/50m2 dan jenis Stomopneustus sp. dan jenis Echinometra sp. A. Pada ekosistem lamun dengan kelimpahan sebesar 34 ind/50m2. Terdapat perbedaan kelimpahan jumlah bulu babi pada ekosistem karang dan ekosistem padang lamun. Sundak coastal waters have some biota one of them is urchins echinoderms. Sea urchins spread over the seagrass beds and coral ecosystems, the existence of sea urchins in an ecosystem can not be separated from the influence of environmental factors on the chemical physics, although has no direct influence. The different characteristics in the two ecosystems will affect the population in the ecosystem. This study was conducted to determine the condition of coral and seagrass ecosystems in Sundak coastal waters, to determine the abundance of sea urchins on coral and seagrass ecosystems in Sundak Beach, and to determine the relationship of the abundance of sea urchins between the characteristic of habitats on coral and seagrass in Sundak beach. The method used is descriptive survey method. The sampling method used in this research is determining the location of sampling, coral cover data retrieval, data retrieval abundance of sea urchins. Measurement of chemical and physical parameters such as flow, temperature, salinity, pH, depth, brightness, and organic matter. Data analysis was includes coral cover, the density of seagrass, the abundance of sea urchin, diversity index, and uniformity index. Closure of bottom substrate on coral ecosystems in the coastal environment in Sundak beach dominated by dead coral with a percentage of 62.2%, 24.25% rubble, and 13.5% sand. While the density of seagrass on the Sundak beach ind/m2 68. Abundance of sea urchins on the Sundak beach in the reef and seagrass environments with type Stomopneustus sp., Kind Echinometra sp. A type of Echinometra sp. B, and type of Echinometra sp. C on coral ecosystems with an abundance of 329 ind/50m2 and the type of Stomopneustus sp. and types of Echinometra sp. A. on seagrass ecosystems with an abundance of 34 ind/50m2. There are differences in the abundance of sea urchins amount on coral and seagrass ecosystems.