Tri Murti Andayani
Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Membandingkan Kejadian Gangguan Gastrointestinal Penggunaan Aminofilin dan Salbutamol pada Pasien Eksaserbasi Asma di Surabaya Amelia Lorensia; Zullies Ikawati; Tri Murti Andayani; Daniel Maranatha; Rizki Amalia
Keluwih: Jurnal Kesehatan dan Kedokteran Vol. 1 No. 1 (2019): Keluwih: Jurnal Kesehatan dan Kedokteran (December)
Publisher : Direktorat Penerbitan dan Publikasi Ilmiah, Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.315 KB) | DOI: 10.24123/kesdok.V1i1.2487

Abstract

Abstract—Asthma is a heterogeneous disease, which is characterized by inflammation of the respiratory tract with respiratory classification such as wheezing, shortness of breath, distress in the chest and coughing over time and intensity with variations in expiratory air flow. In Indonesia the prevalence of asthma is uncertain, it is not estimated that 2-5% of Indonesia's population has asthma. The main objective of this study is to study gastrointestinal-related cases of the use of aminophylline and salbutamol in asthma exacerbation patients in hospitals in Surabaya and also to discuss gastrointestinal problems related to ADRs (Bad Drug Reactions) using the use of aminophylline and salbutamol on Naranjo scale. In this study using the Quasi Experimental method. This research was conducted in October 2014 to February 2015. The results of the study of 7 samples obtained 14.29% using ADR from the use of aminophylline and from 13 patients in the use of salbutamol was not found ADR can be used in accordance with the existing salbutamol in patients with asthma exacerbations at hospitals in Surabaya. The general benefits of this study are useful in monitoring the treatment of acute asthma patients who need salbutamol and theophylline therapy so as to reduce the incidence of ADR. Abstrak—Asma merupakan penyakit heterogen, yang ditandai dengan peradangan saluran napas kronis dengan disertai riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada dan batuk dari waktu ke waktu dan intensitas dengan variasi keterbatasan aliran udara ekspirasi. Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita asma. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kejadian gangguan gastrointestinal pada penggunaan aminofilin dan salbutamol pada pasien eksaserbasi asma di Rumah Sakit di Surabaya serta mengetahui kejadian gangguan gastrointestinal terkait ADRs (Adverse Drug Reaction) akibat penggunaan aminofilin dan salbutamol berdasarkan penilaian Naranjo scale. Pada penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015. Hasil penelitian dari 7 sampel diperoleh 14,29% mengalami ADR dari penggunaan aminofilin dan dari 13 pasien pada pengguanaan salbutamol tidak ditemukan ADR sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kejadian gangguan gastrointestinal pada penggunaan aminofilin dan salbutamol pada pasien eksaserbasi asma di Rumah Sakit di Surabaya. Manfaat umum dari penelitian ini adalah berguna dalam monitoring pengobatan pasien asma akut terutama yang mendapat terapi salbutamol dan teofilin sehingga dapat mengurangi angka kejadian ADR.
Tingkat Pengetahuan Orang Tua terhadap Penyakit Pneumonia dan Imunisasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) di Indonesia Erlika Saputri; Dwi Endarti; Tri Murti Andayani
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 10, No 2
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.371 KB) | DOI: 10.22146/jmpf.54423

Abstract

PCV immunization has been proven to be effective in preventing pneumonia, but the immunization coverage is still low in Indonesia. Good parental knowledge about pneumonia and PCV vaccine is an important factor that can support the coverage of PCV immunization. The purpose of this study was to determine the level of parental knowledge about pneumonia and PCV immunization and to know the factors that influence it. This study obeservasional design with a multi-center cross-sectional approach. Data was collected using survey to parents in 5 Provinces in Indonesia which were Provinces of DIY, Lampung, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, and Jawa Barat using convenience sampling. Study instrument consisted of questionnaire to determine sociodemographic characteristics and level of knowledge. Data was analyzed and presented descriptively and statistically using the Mann Whitney test. The results showed of 500 respondents had mean score of knowledge 80.6% ± 12.8% and median of knowledge 84.6%. Low knowledge was observed in the item of PCV immunization was not yet included in national program of immunization in Indonesia with percentage of respondents’ correct answer was 24.6%. There was significant difference in the score of knowledge about pneumonia and PCV immunization within different groups in the respondents’ characteristics of expenditure per month (p=0.001), number of responsibilities (p=0.007), experience of hearing illness (p=0,000), experience of illness (p=0.046), experience of hearing vaccines (p=0,000), and vaccine information sources (p=0.024). This study suggests the need of regular education programs for community in Indonesia to improve knowledge regarding pneumonia and PCV immunization.
Uji Perbandingan Antibiotik Profilaksis Ceftriaxone versus Cefazolin pada Bedah Obstetri dan Ginekologi Asri Rahayu; Fita Rahmawati; Tri Murti Andayani; Ammar Siradjuddin
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 10, No 4
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.59779

Abstract

Surgical site infection (SSI) is the most common complication in postoperative surgical patients which is associated with high morbidity, mortality, and cost burden. These complications can be prevented by giving proper prophylactic antibiotics. Cefazolin is a recommended prophylactic antibiotic, but in the practice in Indonesia hospital, there are still many uses of ceftriaxone. This study aimed to compare the clinical outcome and safety of cefazolin and ceftriaxone as prophylactic antibiotics in preventing SSI in obstetric and gynecological surgical patients. The study design was double-blind randomized controlled trial. The data collection was conducted from January to June 2020 at dr. Dradjat Prawiranegara Regional Hospital Serang. A total of 82 subjects who met the inclusion criteria were divided into two groups by block randomization, 41 subjects were given cefazolin and 41 subjects were given ceftriaxone. The clinical outcome was measured by preventing SSI for the effectiveness and side effects for safety outcomes in both groups. The comparison of effectiveness and side effects were analyzed using the bivariate test (chi-square or fisher’s exact test) and relative risk (RR). The study showed that the effectiveness of cefazolin was the same as ceftriaxone in preventing SSI for 30 days (RR= 0.89; p= 0.724; 95%CI: 0,193-3,133) with the number of SSI 12.2% vs 9.8%. Side effects included nausea, vomiting, and phlebitis was observed in the administration of antibiotic by intravenous push (IVP) pre-operating.  Cefazolin have safetier than ceftriaxone with the incidence of side effects were 9.8% vs 29.3% ((RR = 0,33; p= 0.003; 95% CI: 0.076-0.895).  Cefazolin is an antibiotic recommended by Indonesian Ministry of Health and the Association of Obstetrics and Gynecology.  This study encourages the use of cefazolin to prevent resistance due to ceftriaxone to overuse.
Tingkat Pengetahuan terhadap Vaksin Tifoid: Survei pada Orang Tua di Indonesia Muhamad Ramadhan Salam; Dwi Endarti; Tri Murti Andayani
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) Jurnal Pharmacy, Vol. 17 No. 01 Juli 2020
Publisher : Pharmacy Faculty, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (829.223 KB) | DOI: 10.30595/pharmacy.v17i1.6906

Abstract

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Vaksin dapat melindungi anak dari penyakit yang mematikan. Pengetahuan tentang vaksinasi penting bagi orang tua untuk mengembangkan sikap positif sehingga mendukung pada program vaksinasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan demam tifoid dan vaksin tifoid orang tua di Indonesia. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional survei dengan pendekatan multi-center cross sectional yang dilakukan pada orang tua di 5 Provinsi di Indonesia yaitu DI Yogyakarta, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tengah. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang terdiri dari 28 pertanyaan yang meliputi pertanyaan informasi sosiodemografi dan tingkat pengetahuan tentang demam tifoid dan vaksin tifoid. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai Desember 2019. Data dianalisis menggunakan software IBM SPSS Statistics 25, untuk analisis karakteristik sampel digunakan analisis deskriptif yang menggambarkan keseluruhan data sampel penelitian berupa data sosiodemografi dan data pengetahuan. Analisis inferensial yang digunakan yaitu uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan tingkat pengetahuan responden tentang demam tifoid dan vaksin tifoid antar kelompok pada karakteristik sosiodemografi responden. Rata-rata nilai pengetahuan dari 500 responden adalah 77%. Item pengetahuan yang masih kurang pada pertanyaan tentang cara penularan penyakit, dosis vaksin tifoid dan vaksin tifoid tidak termasuk dalam program jaminan kesehatan nasional. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna nilai pengetahuan antar kelompok pada karakteristik kepemilikan asuransi kesehatan (p=0,039), pernah mendengar tentang vaksin tifoid (p=0,000) dan pernah melakukan vaksinasi tifoid (p=0,002). Diperlukan adanya program intervensi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit demam tifoid dan vaksin tifoid.  
Pengaruh Konseling Apoteker terhadap Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Program Rujuk Balik di Apotek Nur Aini Budiyanti; Chairun Wiedyaningsih; Tri Murti Andayani
Majalah Farmaseutik Vol 18, No 3 (2022)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v18i3.68586

Abstract

Peran apoteker berupa konseling penting untuk meningkatkan kepatuhan dan kualitas hidup pasien, sehingga tujuan dari Program Rujuk Balik (PRB) dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling apoteker terhadap kepatuhan dan kualitas hidup pasien hipertensi Program Rujuk Balik di Apotek Kimia Farma Palagan. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental pretest-postest control group. Data diperoleh dari kuesioner Medication Adherence Report Scale (MARS) dan WHOQOL-BREF pasien hipertensi program rujuk balik di Apotek Kimia Farma Palagan periode Februari 2021 sampai Mei 2021. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 23 responden untuk kelompok kontrol dan 22 responden untuk kelompok konseling. Metode konseling yang digunakan berupa konseling obat oleh apoteker. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mendapatkan gambaran karakteristik pasien. Analisis perbandingan selisih skor pretest dan posttest konseling terhadap kepatuhan dan kualitas hidup menggunakan uji nonparametrik Wlicoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan konseling oleh apoteker, terjadi peningkatan skor yang bermakna pada kepatuhan serta kualitas hidup pasien pada domain kesehatan fisik dan domain lingkungan, masing-masing meningkat sebesar 1,1; 8,5; dan 4,5. Kualitas hidup pasien pada domain psikologis dan sosial tidak mengalami peningkatan skor yang bermakna (p>0,05). Konseling yang dilakukan oleh apoteker meningkatkan kepatuhan dan kualitas hidup pada domain kesehatan fisik dan lingkungan, namun tidak meningkatkan kualitas hidup pasien pada domain psikologis dan sosial.
Penyesuaian Dosis Obat Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUD Kardinah Tegal Nur Amalia Rosyada; Purwantiningsih Purwantiningsih; Tri Murti Andayani
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i1.75249

Abstract

Adanya gangguan pada ginjal dapat menyebabkan akumulasi obat dan dapat menginduksi nefrotoksisitas. Hal ini dapat dihindari dengan pemilihan dan penyesuaian dosis obat yang tepat untuk memastikan luaran klinik yang optimal dan mencegah terjadinya efek samping obat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat prevalensi kesesuaian dosis obat pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dan hubungan kesesuaian dosis obat dengan luaran klinik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan kohort dan pengambilan data secara retrospektif. Subjek penelitian adalah pasien PGK rawat inap di RSUD Kardinah periode tahun 2019, data diperoleh dari rekam medik. Perhitungan estimasi laju filtrasi glomerulus menggunakan formula Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) dan kesesuaian obat dibandingkan dengan pustaka dan formula Giusti Hayton. Analisis data statistik dalam penelitian ini menggunakan chi square test untuk mengetahui hubungan antara kesesuaian dosis obat dengan luaran klinik pasien PGK di RSUD Kardinah. Analisis data multivariat menggunakan multiple logistic regression untuk melihat hubungan variabel perancu dengan luaran klinik. Hasil penelitian menunjukkan dari 84 rekam medik sejumlah 829 obat diresepkan, 427 obat (51,5%) diantaranya memerlukan penyesuaian dosis. Dari 427 obat tersebut, obat yang sesuai dosis sebanyak 376 obat (88%) dengan luaran klinik membaik 336 obat (89%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kesesuaian dosis dengan luaran klinik (RR=1,222, 95% CI=0,994-1,503, p=0,074). Variabel perancu yang mempengaruhi luaran klinik adalah hemodialisis (RR = 4,643, 95% CI=1,11-19,425, p=0,036).
Pengukuran Kualitas Hidup Menggunakan Instrumen Quality of Well Being Self-Administered Scale (QWB-SA) pada Pasien Hipertensi Afrizal Wahyu Darma Syahyeri; Dwi Endarti; Tri Murti Andayani
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i2.75595

Abstract

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang akan menyertai hidup pasien sehingga berdampak pada kualitas hidup. Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan pendekatan kuesioner generik, salah satunya adalah kuesioner Quality of Well Being Self–Administered Scale (QWB–SA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai utilitas masyarakat dengan penyakit hipertensi yang diukur menggunakan kuesioner QWB–SA; mengetahui sensitivitas kuesioner serta untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan nilai utilitas. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan observasional menggunakan rancangan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan yaitu convenience sampling terhadap 120 responden pada rentang waktu Juli – September 2021 pada masyarakat dengan penyakit hipertensi yang menjadi anggota Prolanis di puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kabupaten Madiun yang mewakili regional I dari BPJS. Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner QWB–SA. Analisis data menggunakan uji independent t-test serta kajian sensitivitas menggunakan kurva ROC dan effect size. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai utilitas rata-rata QWB-SA adalah 0,664 (SD: 0,120; SE: 0,011; Range: 0,309-1,000; Median: 0,651). Kuesioner QWB-SA memiliki sensitivitas sedang – besar dilihat dari nilai kurva ROC (0,715 dan 0,73) dan nilai effect size (0,819 dan 0,798). Responden yang sudah menikah (0,676); pendidikan terakhir SMA–Perguruan Tinggi (0,695); bekerja/ pensiun (0,685) secara signifikan terkait dengan skor keseluruhan QWB-SA memiliki nilai utilitas yang lebih tinggi. Responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta (0,608); kebiasaan olahraga jarang/ tidak pernah (0,637) secara signifikan terkait dengan skor keseluruhan QWB-SA memiliki nilai utilitas yang lebih rendah.
Estimasi Biaya Penyakit COVID-19 Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta: Direct Medical Cost Raymon Simanullang; Tri Murti Andayani; Chairun Wiedyaningsih
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 3 (2023): in press
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i3.83529

Abstract

Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 tercatat sejak 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Analisis biaya dengan cost of illness mampu mengidentifikasi dan mengukur biaya secara keseluruhan dari penanganan suatu penyakit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis total biaya medik langsung dan komponennya serta faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pasien COVID-19 rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juli-September 2021. Metode penelitian observasional analitik berdasarkan perspektif rumah sakit dengan rancangan penelitian cross sectional. Pengambilan data diambil secara retrospektif dari rekam medik, data rincian biaya pengobatan, dan berkas klaim pasien. Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian diperoleh jumlah pasien COVID-19 rawat inap sebanyak 99 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, total biaya medik langsung Rp. 1.916.902.329 dengan rata-rata biaya per pasien Rp. 19.362.650, komponen biaya terbesar adalah biaya jasa pelayanan medis (53%) serta biaya obat dan BMHP (31,43%). Terdapat perbedaan total biaya medik langsung dari faktor jenis kelamin, lama rawat inap, dan kelas perawatan. Dapat disimpulkan bahwa ada pengurangan total biaya medik langsung yang dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut.