Yusri Yusri
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 21 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (Studi pada Kantor Pusat PT.Bank Aceh Syariah di Provinsi Aceh) Rahmi Rimanda; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.15 KB)

Abstract

Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Lain yang Berkaitan Dengan Tanah pada prinsipnya memberi perlindungan hukum kepada kreditur dalam suatu perjanjian pembiayaan. Dalam Pasal 6 UUHT menyebutkan bahwa “Apabila debitur wanprestasi maka kreditur pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu. Namun, dalam pelaksanaannya, debitur masih sering melakukan wanprestasi yang dapat merugikan kreditur sehingga hak-hak kreditur tidak sepenuhnya terlindungi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap kreditur apabila terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian pembiayaan dengan jaminan hak tanggungan, yaitu memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan, mudah dalam pelaksanaan eksekusi dan hak tanggungan mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun objek itu berada. Hambatan dalam perlindungan hukumnya, yaitu objek anggunan cacat dalam pengikatannya, angunan sudah keluar serifikat lain, agunan dalam sengketa serta pengalihan objek jaminantanpa diketahui oleh pihak bank. Proses penyelesaian sengketanya yaitu menghubungi debitur, melakukan tahapan dengan pemberian surat panggilan, memasang plank dan mengajukan proses lelang melalui Kantor Lelang Negara. Disarankan kepada pihak kreditur perlu adanya analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah/debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan uang yang dipinjam tersebut sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, Agar tidak terjadinya permasalahan yang terjadi akibat adanya penjamin yang bukan suami-istri yang sah, maka pihak bank dalam hal ini harus meminta bukti salah satunya bukti buku nikah untuk menghindari agar tidak terjadinya permasalahan di kemudian hari sehingga tidak merugikan pihak bank dan terhadap agunan harus dianalisis dengan teliti agar tidak terjadi sengketa dikemudian hari apabila ingin dieksekusi serta dalam penyelesaian dicari dahulu penyebabnya apakah karena ada musibah dari debitur atau memang tidak ada itikad baik dari debitur.
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN PELANGGAN (Suatu Penelitian Tentang Pengelolaan Air Minum di Kota Banda Aceh) Ali Fajrul Imam; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.945 KB)

Abstract

Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dalam perjanjian jasa pengelolaan air minum pelanggan diwajibkan membayar iuran tepat waktu. Demikian pula PDAM wajib menyediakan suplai air minum kepada pelanggan dengan kualitas yang baik selama 24 jam/hari, akan tetapi di dalam pelaksanaan perjanjian jasa pengelolaan air minum masih ada pihak-pihak yang melakukan tindakan wanprestasi seperti tidak terpenuhinya kualitas air yang seharusnya didapat, air tidak mengalir penuh selama 24 jam, air yang mati total, maupun keterlambatan pembayaran iuran air minum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan perjanjian pengelolaan air minum Kota Banda Aceh, bentuk-bentuk dan penyebab wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian jasa pengelolaan air minum, dan upaya penyelesaian terhadap sengketa yang timbul dari para pihak dalam perjanjian. Data diperoleh melalui penelitian yuridis empiris yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan dilengkapi dengan data sekunder serta menggunakan pengambilan sampel secara purposive, istrumen yang digunakan adalah studi dokumen, observasi, dan wawancara, untuk selajutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil dari penelitian, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian jasa pengelolaan air minum masih ada pihak-pihak yang melakukan wanprestasi. Dari pihak PDAM melakukan wanprestasi seperti air yang tidak memenuhi standar air minum, air tidak mengalir 24 jam, air berhenti mengalir sedangkan dari pihak pelanggan sering terlambat atau tidak membayar iuran bulanan air minum. Penyelesaian wanprestasi dilakukan dengan denda keterlambatan pembayaran iuran, pemutusan air minum bagi yang tidak membayar iuran, dan perbaikan pelayanan bagi yang mengalami pelayanan yang kurang baik. Disarankan kepada  PDAM Tirta Daroy agar lebih memperbaiki jasa pelayanannya, para pelanggan disarankan agar membayar  membayar iuran bulanan tepat waktu dan bagi pemerintah diharapkan lebih memerhatikan pelayanan PDAM Tirta Daroy dalam melakukan kegiatan perusahaan karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Perlindungan Konsumen Terhadap Beredarnya Makanan Impor Yang Tidak Berlabel Halal Rizka Filza; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dijelaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Di dalam Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 69 Tahun 2016 juga dijelaskan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak makanan yang tidak bersertifikat halal beredar di pasaran. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan perlindungan hukum kepada konsumen terhadap beredarnya makanan impor yang tidak bersertifikat halal, akibat hukum bagi pedagang yang memasarkan makanan impor yang tidak bersertifikat halal, upaya hukum yang dilakukan instansi terkait dalam menanggulangi beredarnya makanan impor yang tidak bersertifikat halal. Data dalam penelitian artikel ini diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan, yaitu dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari literatur dan peraturan perundang-undangan, sedangkan penelitian lapangan, yaitu dilakukan untuk memperoleh data primer dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan konsumen terhadap beredarnya makanan impor yang tidak berlabel halal belum terlaksana dengan baik, hal ini terjadi  karena kurangnya kesadaran dari pihak pelaku usaha yang memasarkan produk makanan yang belum memiliki label halal. Disamping itu konsumen, khususnya muslim kurang teliti dalam mengkomsumsi produk makanan yang berlebel halal. Akibat hukum terhadap pelaku usaha yang memasarkan makanan impor yang tidak berlabel halal secara hukum berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Jo Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pangan dapat dikenakan sanksi berupa teguran, denda dan penghentian sementara produksi atau peredaran serta penarikan produk oleh pelaku usaha. Upaya hukum yang dilakukan instansi terkait dalam menanggulangi beredarnya makanan impor yang tidak berlabel halal adalah dengan upaya preventif dan represif. Disarankan kepada Importir agar dapat mengurus sertifikat halal pada makanan impor tersebut agar para konsumen muslim tidak perlu takut untuk mengkonsumsinya. Kepada instansi terkait diharapkan lebih tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelaku usaha yang memasarkan makanan impor yang tidak berlabel halal tersebut.
PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP LAYANAN TRANSPORTASI TRANS KOETARADJA (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar) Muliadi Ab; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 19 Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pemenuhan hak konsumen penyandang disabilitas terhadap layanan transportasi Trans Koetaradja (suatu penelitian di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar), faktor penghambat dan upaya pemenuhan hak konsumen penyandang disabilitas. Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode yuridis empiris, yang melakukan analisis terhadap permasalahan dan pendekatan kasus yang terjadi di lapangan, melakukan wawancara dengan responden dan informan serta mengacu pada data sekunder yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan pemenuhan hak konsumen penyandang disabilitas belum terwujud terhadap layanan transportasi Trans Koetaradja. Hambatan dalam pemenuhan hak-hak konsumen penyandang disabilitas adalah karena fasilitas atas keberadaan halte bus Trans Koetaradja belum memadai sepenuhnya. Disarankan Dinas Perhubungan Aceh agar dapat melaksanakan pemenuhan sesuai dengan Undang-Undang secara tepat waktu sesuai atas kesepakatan, sehingga pelaksaan pemberian fasilitas yang memadai bagi konsumen penyandang disabilitas. Disarankan kepada pihak konsumen penyandang disabilitas bus Trans Koetaradja di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar untuk lebih teliti terhadap pemberian fasilitas pada halte Trans Koetaradja yang tidak memadai.
PELAKSANAAN AKAD JUAL BELI MURABAHAH PADA PT PRIORITAS ELEKTRONIKA DAN FURNITURE BANDA ACEH (Suatu Penelitian pada PT Prioritas Elektronika Dan Furniture Kota Banda Aceh) Tania Sal Sabila; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Tujuan dalam penulisan jurnal ini untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan akad jual beli murabahah, untuk mengetahui dan menjelaskan faktor terjadinya wanprestasi dalam akad jual beli murabahah, dan untuk mengetahui dan menjelaskan penyelesaian wanprestasi dalam akad jual beli murabahah pada PT Prioritas Elektronika dan Furniture Banda Aceh. Penulisan jurnal ini menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan guna memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari literatur dan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian lapangan guna memperoleh data primer yang didapatkan melalui proses wawancara dengan responden dan informan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan akad jual beli murabahah pada PT Prioritas Elektronika Dan Furniture Banda Aceh yakni, melalui beberapa tahap yaitu pemasaran barang, analisis data dan survey konsumen, penerimaan konsumen, pengecekan barang, dan pengantaran barang. Faktor terjadinya wanprestasi, faktor perusahaan yaitu perusahaan tidak teliti atau tidak cermat dalam melakukan analisis dan survey terhadap konsumen yang akan diberikan pembiayaan, faktor konsumen yaitu barang yang menjadi objek dari jual beli murabahah tersebut sudah dijual sebelum barang tersebut lunas. Adapun penyelesaian wanprestasi diatur didalam pasal 8 Perjanjian Jual Beli Murabahah yakni dengan cara musyawarah dan melalui BPSK. Disarankan kepada pihak konsumen untuk beritikad baik dan jujur dalam menjalankan pembiayaan konsumen agar pemenuhan prestasi dapat dilakukan dengan baik. Kepada pihak PT Prioritas Elektronika Dan Furniture Banda Aceh agar dapat lebih teliti dalam memeriksa dan menilai karakter konsumen dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah bagi perusahaan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 756K/P.SUSBPSK/2014 TENTANG WANPRESTASI PADA PEMBELIAN MOBIL MELALUI LEASING Fachrul Rizal Is; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

BPSK Solok telah mengadili perkara a aquo di luar ketentuan undang-undang bahwa dalam pasal 45 ayat 2. Undang–Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan penyelesaian sengketa konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan bedasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Tujuan studi kasus ini adalah, untuk menjelaskan dasar pertimbangan hakim BPSK dalam mengadili kasus wanprestasi perjanjian leasing. Untuk mengetahui dan menjelaskan Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Muaro dan Hakim Mahkamah Agung dalam hal kasus wanprestasi pada perjanjian leasing antara Jekki Saputra dan Zulkarnain. Dan juga untuk mengetahui serta menjelaskan pencapaian tujuan hukum dari putusan hakim Pengadilan Negeri Muaro dan Hakim Pengadilan Mahkamah Agung yang telah memenuhi azas keadilan hukum, azas kepastian hukum, dan juga azas kemanfaatan hukum dalam kasus wanprestasi antara Jekki melawan Zulkarnain yang dibahas ini. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersumber dari studi kepustakaan yang dikumpulkan dengan cara menelaah putusan Hakim BPSK Hakim Pengadilan Negeri Muaro dan Hakim Mahkamah Agung serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan objek perkara yang bersangkutan ditambah dengan bacaan yang bersumber dari jurnal, artikel maupun dari penulusuran diberbagai media online. Hasil studi kasus menyatakan bahwa dasar pertimbangan hakim dari BPSK Kota Solok didasarkan pada pihak Zulkarnain selaku pimpinan PT. Adira Dinamika Multi Finance (kreditur) tidak menghadiri persidangan sebanyak dua kali, maka dianggap pihak Zulkarnain mengabulkan gugatan seluruhnya dari pihak Jekki Saputra (Debitur). Kemudian akibat hukum dari pasal yang menyatakan putusan BPSK bersifat final dan mengingat dalam kasus di atas adalah tidak terpakai dan para pihak terikat terhadap isi putusan Mahkamah Agung No. 756 K/Pdt.Sus-BPSK/2014 yang menolak permohonan kasasi dari Jekki Saputra dengan menguatkan putusan pengadilan Negeri Muaro yang membatalkan Putusan BPSK Nomor No.49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014.
Tanggung Jawab Bank Penyelenggara Laku Pandai (Branchless Banking) Terhadap Nasabah Yang Mengalami Kerugian Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Agen Oktavia Dwi Rahayu; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bank penyelenggara Laku Pandai bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakan agen yang termasuk dalam cakupan layanan agen sesuai dengan yang dicantumkan dalam perjanjian kerjasama sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) huruf (f) POJK No.19/POJK.03/2014, namun dalam pelaksanaannya, tanggung jawab yang diberikan oleh bank tidak menguntungkan nasabah. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tanggung jawab bank penyelenggara Laku Pandai kepada nasabah akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh agen Laku Pandai. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab yang diberikan oleh bank kepada nasabah, yaitu menelusuri dan menginvestigasi laporan, memberikan pembinaan atau teguran kepada agen, memberikan sanksi kepada Agen, mengembalikan biaya yang ditarik diluar ketentuan kepada nasabah. Akan tetapi, jika kerugian timbul akibat kesalahan atau kelalaian nasabah, bank tidak bertanggung jawab mengembalikan biaya kepada nasabah. Disarankan kepada pihak bank untuk melakukan upaya-upaya penyelesaian yang menguntungkan nasabah dan perlu membentuk badan khusus untuk perlindungan nasabah, serta melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pemilihan dan penyaringan agen Laku Pandai.
Perlidungan Konsumen Terhadap Perusahaan Makanan Yang Tidak Mencantumkan Lebel Tanda Batas Waktu Penggunaan (Kadaluwarsa) Pada Kemasan Produk Fazrian Sahputra; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.767 KB)

Abstract

Jaminan kesehatan atas produk yang dihasilkan oleh produsen tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan Dalam Pasal 4 menyebutkan hak pembeli atau hak konsumen antara lain : a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam  mengkonsumsi barang dan/atau jasa ; b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan ; c) Hak atas informasi yang benar, namun kenyatakaannya juga masih banya produk makanan yang tidak mencantumkan informasi yang benar mengenai produksi barang.Tujuan dari peneslitian ini adalah untuk mengetahui akibat Hukum terhadap pelaku yang telah melakukan pelanggaran karena tidak mencantumkan label kadarluwarsa. Faktor-faktor penyebab perusahaan makanan ringan tidak pelakukan pelebelan pada kemasan produk yang mengakibatkan kadarluwarsa. tanggung jawab perusahaan terhadap makanan kadarluwarsa. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Akibat Hukum terhadap pelaku yang telah melakukan pelanggaran akibat tidak mencantumkan label kadarluwarsa, maka di kenakan sanksi dimana sanksi tersebut berupa teguran, pencabutan izin, serta di kenakan sanksi denda sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dalam pasal 8 ayat 3 tersebut secara tegas melarang  pelaku usaha memperdagangkan makanan yang rusak tanpa informasi yang benar. Faktor-faktor penyebab pelaku usaha makanan ringan tidak mencantumkan label batas waktu pengunaan oleh karena kurangnya pengawasan dari pihak Balai POM Kabupaten Aceh Besar serta kurang efektifnya bekerja Lembaga Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab perusahaan terhadap makanan kadarluwarsa masih sangat rendah hal ini disebabkan juga karena pihak yang konsumen dirugikan tidak mengetahui hak konsumen bila dirugikan pihak pelaku usaha serta masih rendahnya kinerja aparatur Pemerintah dan Lembaga Perlindungan konsumen dalam penegakan hukum khususnya kepada konsumen.Disarankan kepada pelaku usaha agar mencatumkan informasi yang benar tentang produk yang dipasarkan ke konsumen sesuai dengan anjuran pemerintah. Kepada pemerintah agar menindak tegas kepada pelaku usaha yang tidak mencatumkan informasi (lebel kadaluwarsa) pada kemasan produk. Kepada konsumen agar lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan baik yang telah dikemas maupun yang belum dikemas, serta melaporkan kepada pihak yang berwenang terhadap produk-produk yang belum mencantumkan lebel kadarluwarsa.
PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAMAN MODAL USAHA KECIL MELALUI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMUE GAMPONG (BKPG) TERHADAP KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN Fina Fajrina; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.832 KB)

Abstract

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong yang disingkat BKPG. Program BKPG sendiri berasal dananya bersumber dari Anggaran Pendapat dan Belanja Aceh (APBA). Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal usaha kecil terhadap kelompok simpan pinjam perempuan melalui program bantuan keuangan peumakmue gampong BKPG mengalami keterlambatan dalam pengembalian pinjaman modal kelompok simpan pinjam perempuan.Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan perjanjian pinjaman modal usaha kecil melalui program bantuan keuangan peumakmue gampong Meunasah Blang terkait dengan kelompok simpan pinjam perempuan, hambatan yang dihadapi masyarakat dalam pelaksanaan perjanjian simpan pinjam perempuan dan penyelesaian wanprestasi.Data dalam penulisan artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis ilmiah. Penelitan lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan secara langsung dengan  yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian usaha kecil melalui kelompok simpan pinjam perempuan mengalami penunggakan dalam pengembalian dana dan pelaksanaanya belum sesuai dengan peraturan gubernur. Faktor internal yaitu keterlambatan pengembalian pinjaman adalah karena penerima pinjaman tidak mampu menjalankan usaha dengan baik pendapatan usaha tidak berhasil dan tidak mencukupi termasuk juga penyalahgunaan dana yang diberikan dan faktor eksternal adalah lemahnya masyarakat membeli pada usaha masyarakat dengan dana BKPG. Dana anggota kelompok yang wanprestasi sebesar Rp. 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah). Pihak anggota dan ketua kelompok sudah melakukan penyelesaian dengan cara musyawarah, Tetap membayar ganti kerugian dengan tidak lagi membayar bunga 10%.Disarankan kepada masyarakat peminjam dan pemberi pinjaman untuk lebih serius dan bertanggung jawab dalam mengembalikan pada waktu yang sudah ditentukan.
PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA HELM YANG TIDAK MEMILIKI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Cut Putri Oktaviani; Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.941 KB)

Abstract

Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur hak konsumen dimana konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pasal 8 ayat (1) huruf a pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan. Namun kenyataannya masih ditemukan pelaku usaha dalam memperdagangkan helm yang tidak memiliki SNI di Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perlindungan hukum bagi konsumen pengguna helm yang tidak SNI, akibat hukum bagi pedagang dalam memasarkan helm yang tidak memenuhi SNI dan upaya pemerintah dalam menanggulangi pedagang helm yang tidak memiliki SNI. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris yaitu suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan penelitian lapangan dengan mengacu pada keilmuan hukum yang menggunakan metode pendekatan penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Penelitian kepustakaan dilakukan melalui kajian literatur yang terkait dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlindungan hukum bagi konsumen pengguna helm yang tidak ber-SNI di Kota Banda Aceh sampai saat ini belum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 4 UUPK mengenai hak-hak konsumen, dikarenakan masih ditemui produk helm yang tidak ber SNI sehingga dapat merugikan konsumen. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi konsumen adalah mendesak pelaku usaha mencantumkan label SNI di setiap produk helm, melakukan sosialisai, melakukan uji labotarium terhadap sampel helm. Akibat hukum bagi pelaku usaha adalah dikenakan sanksi admnistratif, pencabutan izin usaha, ganti rugi, dan sanksi pidana. Upaya pemerintah dalam menanggulangi adalah: upaya pencegahan (preventif) dan penanganan (represif), melakukan pengawasan lapangan, memeriksa sejumlah tempat penjualan helm agar tidak mengedarkan lagi produk helm tidak ber-SNI.  Disarankan kepada pelaku usaha dengan adanya sosialisasi wajib mematuhinya agar tidak ada korban dari produk helm yang tidak SNI. Kepada konsumen agar lebih teliti dalam memilih produk, serta memperhatikan hak dan kewajibannya. Kepada Disperindang, YaPKA, Balai Riset Standarisasi Industri agar sering melakukan pengawasan lapangan dan mengambil tindakan yang lebih keras kepada pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen.