Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Konstitusi

Telaah Hermenutika Pasal 211 KHI dalam Memberikan Access to Justice terkait Hibah dan Waris Sakirman, Sakirman
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 1 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.78 KB) | DOI: 10.31078/jk1515

Abstract

Pada dasarnya konsep pembagian harta warisan dalam Islam dilaksanakan ketika pewaris telah meninggal dunia. Namun, pada praktiknya banyak terjadi bahwa kewarisan dilaksanakan oleh pewaris dalam hal ini adalah orang tua kepada anaknya ketika orang tua masih hidup dengan menggunakan usaha alternatif berupa hibah. Hal ini telah diberikan legalisasi dengan dirumuskannya Pasal 211 dalam Kompilasi Hukum Islam, yang seakan memberikan legalisasi terhadap praktik kewarisan dengan menabrak ortodoksi konsep kewarisan Islam yang sudah baku. Tulisan ini hadir untuk menelaah substansi dan menakar nilai-nilai hukum yang termaktub dalam Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam dengan menggunakan pendekatan hermenutika hukum. Sehingga, permasalahan pokok dalam tulisan ini adalah bagaimana hibah orang tua kepada anak sebagai pengganti waris menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 211. Hasil akhir dari tulisan yang tidak bersifat final ini menunjukan bahwa pembagian harta hibah sebagai pengganti waris kepada anak dilatarbelakangi atas perkembangan hukum Islam. Potret hukum Islam tidak terlepas dari wacana pembaharuan hukum Islam menuju hukum yang berkeadilan.Basically the concept of division of inheritance in Islam is executed when the heir has passed away. In practice, however, much of the inheritance exercised by the testator in this case is the parent to the child when the parent is alive by using an alternate venture. This has been legalized by the formulation of Article 211 in the Compilation of Islamic Law, which seems to provide legalization of inheritance practices by bumping into the orthodoxy of a standard Islamic inheritance concept. This paper is present to examine the substance and measure the legal values contained in Article 211 of the Compilation of Islamic Law by using a legal hermeneutic approach. Thus, the main issue in this paper is how the parent grants to the child as a substitute for inheritance according to the Compilation of Islamic Law in article 211. The final result of this non-final writing shows that the distribution of grant property as a substitute for inheritance to the child is motivated by the development of Islamic law. Portrait of Islamic law can not be separated from the discourse of Islamic law reform to law of justice.
Tafsir Hukum Atas Posisi Ganda Hakim di Indonesia Sakirman, Sakirman
Jurnal Konstitusi Vol 14, No 1 (2017)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.02 KB) | DOI: 10.31078/jk1419

Abstract

Menyadari betapa besar peranan negara dalam berbagai kehidupan masyarakat dan kekuasaan negara, maka kebebasan negara dalam arti pelaksanaan peraturan perundangn-undangan pada hakekatnya dilakukan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, yang pertama harus dilakukan adalah manusia sebagai penentu kebijakan hukum, dalam hal ini adalah para hakim yang terdidik, baik, cakap, disiplin, jujur, mentaati hukum, dan tidak rangkap jabatan. Untuk mewujudkan hal tersebut masih perlu adanya upaya untuk mendorong pihak yang berwenang untuk mengawasi dan membina hakim agar lebih menunjukan political will dengan meningkatkan kualitas pengawasan dan pembinaanya sehingga citra hakim pada khususnya dan peradilan pada umumnya semakin terangkat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin baik. Untuk lebih mempertegas prinsip kekuasaan kehakiman yang memiliki asas kebebasan, kiranya perlu difikirkan kembali tentang disain dari struktur yudikatif di Indonesia, seyogyanya wewenang dan cakupan kekuasaan penyelenggara kekuasaan kehakiman diperluas dengan diserahkanya aspek-aspek administratif pada para penyelenggaranya. Dengan demikian para hakim tidak lagi ditempatkan pembinaan administratifnya pada pemerintah, sehingga penyelenggaraaan kekuasaan kehakiman betul-betul terpisah secara keseluruhan dengan penyelenggara kekuasaan lain. Bila hal ini dilakukan diharapkan kebebasan hakim akan terwujudkan dan keadilan dapat ditegakan di bumi pertiwi.Realizing how big the role of the state in the various life of society and state power, then the freedom of the state in the sense of the implementation of legislation is essentially done by the man himself. Therefore, the first thing to do is human beings as the determinants of legal policy, in this case the judges who are educated, good, competent, disciplined, honest, obey the law, and not double position. To realize this matter, there is still an effort to encourage the authorities to supervise and nurture the judges to show more political will by improving the quality of supervision and development so that the image of judges in particular and the judiciary in general is increasingly raised and the public's trust in law is getting better. To further reinforce the principle of judicial power which has a principle of freedom, it may be necessary to rethink about the design of the judicial structure in Indonesia, should the authority and scope of power of the judicial power organizers be expanded by the administrative aspects handed over to the organizers. Thus, the administrative coaching of the judges are no longer placed on the government, so that the exercise of judicial powers is completely separate as a whole with other branches of government. If this is done it is expected that the freedom of judges will be realized and justice can be established in the land of the earth.