Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Effect of beta blocker therapy on survival in severe heart failure Sanjaya, William; Siswanto, Bambang B.
Medical Journal of Indonesia Vol 11, No 3 (2002): July-September
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.516 KB) | DOI: 10.13181/mji.v11i3.63

Abstract

Beta-blocking agents have been shown to reduce the risk of hospitalization and death in patients with mild to moderate heart failure, but little is known about the efficacy or safety of these agents in severe heart failure. A case of beta blocker administration in severe heart failure with ejection fraction less than 25% is reported. The reported benefits of beta blockers with regard to morbidity and mortality in patients with mild to moderate heart failure were also found in the patient with severe heart failure as reported in this case. (Med J Indones 2002; 11: 174-5) Keywords: beta-blocking agents, heart failure, ejection fraction
Konstitusionalitas Pengaturan Dekonsentrasi Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Sanjaya, William
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (585.762 KB)

Abstract

AbstrakDekonsentrasi adalah salah satu mekanisme yang sangat penting dalam penyelenggaraan urusan pemerintah pusat di daerah. Pengaturan mengenai dekonsentrasi ini terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2014) yang belum lama ini menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2004). Salah satu hal menarik dari UU Pemda 2014 adalah mengenai pengaturan dekonsentrasi yang diberlakukan hingga ke daerah kabupaten dan kota, yang pada dasarnya dalam pengaturan UU Pemda 2004, dekonsentrasi sebelumnya hanya diberlakukan kepada daerah provinsi. Sekarang ini kedudukan daerah kabupaten dan kota bukan hanya sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri urusan daerahnya, tapi juga sebagai wilayah administratif yang dapat melaksanakan pelimpahan wewenang dari pusat untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut. Sementara itu, jika dilihat landasan konstitusionalnya, pada Pasal 18, 18A dan 18B UUD 1945 justru dekonsentrasi tidaklah diatur. Selain itu, dengan menguatnya kembali pengaturan mengenai dekonsentrasi, UU Pemda 2014 dianggap bercorak sentralistik.Constitutionality of Deconcentration Regulation in Law Number 23 of 2014 Concerning Local GovernmentAbstractDeconcentration is an important mechanism for the implementation of central government on the regional level. The regulation concerning deconcentration contained in Law Number 23 of 2014 Concerning Local Government (Local Government Law 2014) that has recently amended by Law Number 32 of 2004 on Local Government (Local Government Law 2004). An interesting aspect of the Local Government Law 2014 is the implementation of deconcentration even at the level of regency and town. In the Local Government Law 2004, deconcentration was only implemented at regional level. Today, the position of regency and town is not only as autonomous region with a capacity of managing their own local affairs, but also as administrative unit capable of bestowal of authority from the central government to perform absolute governmental affairs. However, in the Article 18, 18A, and 18D of the 1945 Constitution which should serve as its constitutional foundation, deconcentration is never actually regulated. Furthermore, the implementation of deconcentration makes the Local Government 2014 a more centralistic law in nature.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a9
Analisis Perubahan Sifat Karakter di Sepanjang Perjalanannya Berdasarkan Pola Kejadian dan Plot Segment dalam Film “Green Book” William Sanjaya
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 17, No 1 (2021): April 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v17i1.4433

Abstract

Film “Green Book” merupakan film yang membahas tentang diskriminasi yang dialami oleh pekerja Italy bersama teman sekaligus atasannya yang merupakan orang Negro. Pola kejadian dalam keseluruhan cerita dapat dilihat melalui rangkaian adegan yang menggambarkan perjalanan karakter. Dalam pola kejadian tersebut, perubahan karakter dapat dilihat melalui setiap masalah dari luar (outer problem) dan masalah batin (inner problem) yang dialami. Perubahan tersebut memberikan nilai – nilai yang merefleksikan kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kejadian dan perubahan karakter di sepanjang perjalanan karakter dalam cerita. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yang mengumpulkan berbagai macam teori sebagai bahan untuk menganalisa secara akurat. Teori yang digunakan adalah teori plot segment dari David Bordwell, 7 pola kejadian dalam cerita oleh David Trottier serta perubahan sifat karakter sepanjang perjalanan oleh Christopher Vogler. Dari penjabaran yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa terdapat 7 pola kejadian yang dapat digambarkan melalui setiap kejadian dalam cerita film. Perubahan sifat karakter terjadi sepanjang perjalanan yang dihadapi. Perubahan karakter tersebut memberi nilai yang merefleksikasn nilai – nilai kehidupan. Dalam perubahan dimensi pada aspek  sosiologi, psikologi, dan ciri – cici fisik, karakter dapat mengalami perubahan terhadap satu atau lebih dari satu aspek lain, namun karakter juga dapat mengalami perubahan pada satu aspek dalam sifatnya saja.
HOTEL BINTANG 3 DI KOLOR, SUMENEP, MADURA William Sanjaya
eDimensi Arsitektur Petra Vol 8, No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : eDimensi Arsitektur Petra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Desain Hotel Bintang 3 di Kolor, Sumenep, madura ini dikarenakan adanya keperluan untuk memfasilitasi kegiatan pengunjung yang melakukan perjalanan bisnis ke Kolor, Sumenep, Madura dan didasari oleh pemikiran adanya keperluan hotel di Kolor, Sumenep, Madura , sehingga masalah desain utama adalah memikirkan rancangan hotel bintang 3 yang nyaman bagi pengguna dari segi sirkulasi, akses, pencahayaan, pnghawaan, maupun estetika. Pendekatan desain yang digunakan adalah Green Architecture dengan 3 prinsip: conserving energy, respect for site, dan respect for user. Kemudian, pendalaman fasad bangunan dipilih untuk menanggapi masalah tapak. Keunikan proyek ini ada pada sistem pencahayaan nya. Tidak seperti hotel bintang 3 lain, pada hotel bintang 3 ini fasad bangunan menggunakan fasad kinetik. Dimana fasad kinetik tersebut dapat membantu mengurangi intensitas panas yang masuk ke dalam bangunan tetapi masih dapat memberikan view yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
Konstitusionalitas Pengaturan Dekonsentrasi Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah William Sanjaya
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (585.762 KB)

Abstract

AbstrakDekonsentrasi adalah salah satu mekanisme yang sangat penting dalam penyelenggaraan urusan pemerintah pusat di daerah. Pengaturan mengenai dekonsentrasi ini terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2014) yang belum lama ini menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2004). Salah satu hal menarik dari UU Pemda 2014 adalah mengenai pengaturan dekonsentrasi yang diberlakukan hingga ke daerah kabupaten dan kota, yang pada dasarnya dalam pengaturan UU Pemda 2004, dekonsentrasi sebelumnya hanya diberlakukan kepada daerah provinsi. Sekarang ini kedudukan daerah kabupaten dan kota bukan hanya sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri urusan daerahnya, tapi juga sebagai wilayah administratif yang dapat melaksanakan pelimpahan wewenang dari pusat untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut. Sementara itu, jika dilihat landasan konstitusionalnya, pada Pasal 18, 18A dan 18B UUD 1945 justru dekonsentrasi tidaklah diatur. Selain itu, dengan menguatnya kembali pengaturan mengenai dekonsentrasi, UU Pemda 2014 dianggap bercorak sentralistik.Constitutionality of Deconcentration Regulation in Law Number 23 of 2014 Concerning Local GovernmentAbstractDeconcentration is an important mechanism for the implementation of central government on the regional level. The regulation concerning deconcentration contained in Law Number 23 of 2014 Concerning Local Government (Local Government Law 2014) that has recently amended by Law Number 32 of 2004 on Local Government (Local Government Law 2004). An interesting aspect of the Local Government Law 2014 is the implementation of deconcentration even at the level of regency and town. In the Local Government Law 2004, deconcentration was only implemented at regional level. Today, the position of regency and town is not only as autonomous region with a capacity of managing their own local affairs, but also as administrative unit capable of bestowal of authority from the central government to perform absolute governmental affairs. However, in the Article 18, 18A, and 18D of the 1945 Constitution which should serve as its constitutional foundation, deconcentration is never actually regulated. Furthermore, the implementation of deconcentration makes the Local Government 2014 a more centralistic law in nature.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a9