Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DIVERSI DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH LOMBOK UTARA Rosadi Purwohadi; Rodliyah .; Lalu Parman
Jurnal Education and Development Vol 8 No 4 (2020): Vol.8.No.4.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (93.774 KB)

Abstract

Banyaknya kasus kecelakaan lalulintas yang pelakunya adalah anak di Kabupaten Lombok Utara sehingga dalam penanganannya Polri selaku pihak yang bertanggung jawab secara profesional tentunya akan berupaya untuk menangani perkara tersebut dan mendamaikan para pihak yang mengalami kecelakaan. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur tentang sistem pemidanaan anak dalam pengenaan hukuman kepada anak melalui jalur Diversi. Penerapan diversi oleh Penyidik Laklantas di Polres Lombok Utara dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak dengan menghadirkan anak dan orang tua/wali anak, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat/Tokoh Adat. Musyawarah Diversi dipimpin oleh Penyidik sebagai fasilitator. Penyidik memaparkan gambaran singkatkemudian Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan hasil Penelitian Kemasyarakatan baru mendengarkan keinginan dari orang tua pelaku dan orang tua/keluarga korban, kemudian kemudian menghasilkan kesepakatan. Hambatan pelaksanaan Diversi pada kasus Lakalantas di Polres Lombok Utara yaitu terletak pada masih kurangnya kurangnya tenaga Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan penelitian kemasyarakat, masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai Diversi, dan kesepakatan Diversi lebih berorientasi pada kepuasan keluarga korban mengenai ganti kerugian.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP (ERROR IN PERSONA) Saparudin Efendi; Rodliyah .; Rina Khairani Pancaningrum
Jurnal Education and Development Vol 9 No 3 (2021): Vol.9.No.3.2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.541 KB)

Abstract

Penilitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap (Error In Persona). Melalui penilitian Normatif, pendekatan yang digunakan pendekatan perundang-undangan, pendektan konsep dan pendekatan filosofis. Tehnik pengumpulan bahan hukum yakni mengumpulkan keseluruhan bahan hukum yang relevan dengan masalah yang diteliti melalui studi dokumen dengan tahapan inventarisasi, sistematisasi, singkronisasi dan harmonisasi berbagai bahan hukum yang terkait. Perlindungan yang diberikan korban salah tangkap dengan cara melindungi hak asasi yang dimiliki oleh tersangka, terdakwa, dan terpidana seperti: bantuan hukum, hak menghubungi dan mendapatkan kunjungan dokter pribadi, dan hak mendapatkan kunjungan keluarga menurut Undang-Undang 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum Indonesia terhadap Korban Salah Tangkap (Error In Persona) dalam pasal 95 KUHAP mengetahui prosedur pengajuan batas waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian terhadap korban salah tangkap (Error In Persona) berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 2015
TRANSFORMASI BARANG BUKTI MENJADI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Yosef Wahyu Sucia; Rodliyah .; Djumardin .
Jurnal Education and Development Vol 9 No 4 (2021): Vol.9 No.4 2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.564 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Bagaimanakah rasionalisasi transformasi barang bukti menjadi alat bukti dalam perkara tindak pidana korupsi dan Bagaimanakah bekerjanya transformasi barang bukti menjadi alat bukti dalam perkara tindak pidana korupsi. Jenis penelitian adalah penelitian normative dengan menggunakan Pendekatan konsep (conceptual approach), Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Analisis Bahan Hukum data yang diperoleh dari hasil studi dokumen, maka selanjutnya bahan hukum tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif. Deskriptif dalam analisis bahan hukum dan data dimaksudkan untuk mengelompokkan dan menyeleksi dari studi kepustakaan menurut proposisi kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori dan asas serta kaidah hukum sehingga diperoleh jawaban atas permasalan yang dirumuskan. Untuk memperoleh pemahaman atas masalah yang terjadi, yaitu terjadi kekaburan norma, sehingga untuk menuntun kearah penafsiran hukum yang tepat perlu digunakan argumentasi hukum yang sesuai dengan ratio legis pembentuk Undang-undang. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Perkembangan produk teknologi informasi sebagai alat bukti elektronik dapat diterima sebagai wilayah perluasan (ekstensifikasi) alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam pasal 188 (2) KUHAP, signifikansi ini kemudian pengaturannya dengan memasukkan dokumen elektronik sebagai alat bukti petunjuk kedalam beberapa peraturan perundang-undangan. Dalam perkara tindak pidana korupsi, kedudukan dokumen elektronik menjadi begitu berarti, karena tanpa adanya dokumen elektronik, di tengah perkembangan teknologi saat ini yang begitu pesat dan terus berkembang, maka proses pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi akan sulit dilakukan dan dikembangkan. Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dijelaskan beberapa kriteria bagaimana suatu dokumen elektronik dapat dijadikan suatu alat bukti.
IMPLEMENTASI PERATURAN JAKSA AGUNG NOMOR 15 TAHUN 2020 TENTANG PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF (STUDI DI KEJAKSAAN TINGGI NUSA TENGGARA BARAT) Iwan Kurniawan; Rodliyah .; Ufran .
Jurnal Education and Development Vol 10 No 1 (2022): Vol.10. No.1 2022
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.381 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan unutk mengetahui dan menganalisis implementasi jaksa dalam sistim peradilan pidana terkait penyelesaian perkara yang menggunakan mekanisme restoratif justice dan kendala penyelesaiannya di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini berlatar belakang dari penegakan hukum di Indonesia bersifat legal formalistis yang hanya berorientasi pada kepastian hukum dan kurang memberikan nilai keadilan, dan kemanfaatan hukum. Oleh karenanya diperlukan terobosan hukum yakni pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis implementasi penyelesaian perkara menggunakan mekanisme restoratif justice dan menganalisis kendala pelaksanaannya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sosiologis. Dalam melakukan analisa hukum, peneliti menggunakan teori hukum progresif dan teori pemidanaan. Peneliti menggunakan analisis interpretasi dengan menafsirkan kaidah hukum dengan menggunakan penasiran sosiologis dan penafsiran gramatikal. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif yaitu model analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada Kejaksaan di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat telah mengacu pada Perja Nomor 15 Tahun 2020 yang menngatur pemulihan kembali kepada keadaan semula secara berimbang, mengutamakan asas keadilan dan telah ada perdamaian. Selama kurun waktu tahun 2020 s.d. 2021 Kejaksaan di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 18 perkara dari 165 perkara yang memenuhi persyaratan atau sekitar kurang lebih 8%. Fakta ini menunjukkan banyak kendala yang dihadapi baik internal maupun eksternal. Oleh karenanya perlu terobosan agar keadilan restoratif dapat diterapkan dalam menangani perkara remeh temeh dan perlu adanya sinergi antara semua pihak baik penegak hukum, pemerintah daerah dan masyarakat sehingga keadilan restoratif dapat diterapkan secara efektif.