Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERBAIKAN UKURAN UMBI KENTANG HITAM (Plectranthus rotundifolius (Poir.) Spreng) MELALUI TEKNIK BUDIDAYA SEBAGAI UPAYA KONSERVASI Lestari, Peni; Utami, Ning Wikan; Setyowati, Ninik
Buletin Kebun Raya Vol 18, No 2 (2015): Buletin Kebun Raya Vol. 18 (2) July 2015
Publisher : Center for Plant Conservation Bogor Botanic Garden, Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penurunan peranan suatu spesies dalam budaya masyarakat dapat menyebabkan kelangkaan bahkan kepunahan spesies tersebut. Seiring dengan program pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan, tanaman minor yang potensial sebagai sumber karbohidrat dapat dipopulerkan kembali dengan tujuan sebagai upaya konservasi tanaman tersebut. Terkait hal tersebut, kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) dapat menjadi sumber pangan alternatif bagi masyarakat yang menempati daerah kering. Kentang hitam tidak hanya berperan sebagai sumber karbohidrat dengan indeks glikemik rendah, tetapi juga kaya vitamin dan sejumlah mineral penting. Informasi mengenai teknik budidaya menjadi hal penting yang perlu dipersiapkan dalam rangka pengembangannya. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai teknik budidaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil panen kentang hitam di pasaran. Penelitian dirancang berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor, yaitu aksesi dan teknik budidaya. Empat aksesi kentang hitam yang digunakan: Nganjuk, Sangian, klon 6G dan O3; dan empat jenis teknik budidaya: bumbun, pangkas, jerami, and pengangkatan tajuk) Setiap perlakuan terdiri dari empat ulangan, dengan tiga tanaman/ulangan. Pengamatan dilakukan pada parameter pertumbuhan dan hasil. Hasil penelitian  menunjukkan aksesi kentang hitam yang berbeda memerlukan teknik budidaya berbeda untuk meningkatkan hasil dan ukuran umbi. Penggunaan mulsa jerami padi pada budidaya kentang hitam dapat meningkatkan ukuran umbi kentang hitam di musim hujan.
Influences of Temperature and Length of Storage on the Viability of Gayam (Inocarpus Edible) Seeds Setyowati, Ninik; Utami, N. W.; Wawo, A. H.
Teknologi Indonesia Vol 37, No 1 (2014)
Publisher : LIPI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jti.v37i1.213

Abstract

Research of the influences of temperature and length of storage on the viability of gayam (Inocarpus edible) seeds was carried out at Macropropagation Laboratory, Botany Devision, Research Centre for Biology, Cibinong Science Center. The research was using Randomized Block Design with 3 factors and 3 replications, in which each replication had 5 samples. The first factor was length of storage with 4 levels i.e. 0 (before storage), 1, 2 and 4 weeks. The second factor was temperature of storage with 2 levels i.e. 20C and 26C. The third factor was treatment of seeds with 2 levels of unpeeled (TKPS) and peeled (KPS). The result showed that during the storage, moisture content decreased, value of ion leakage increased and gayam seeds viability decreased. The storage at a temperature of 20C was better than 26C, in which the values of ion leakage were 25599.04 and 34662.85 ?Scm-1, with the seed viability of 83.33 and 80.41%, respectively. Meanwhile the viability of unpeeled seed was better then the peeled one, the viability of unpeeled and peeled seeds were 87.08a, and 76.66b %, respectively. Gayam seeds could be stored up to 4 weeks, at 20C unpeeled seed with a high value of viability (86.66ab %). The research on the water sorption of gayam seeds is necessary to determine the appropriate moisture content of gayam seed storage.
Pengaruh Berat Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan Uwi Cicing (Dioscorea alata) dari Jawa Timur Setyowati, Ninik
JURNAL PANGAN Vol 26, No 1 (2017): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.316 KB) | DOI: 10.33964/jp.v26i1.343

Abstract

Penelitian tentang ‘pengaruh berat umbi bibit terhadap pertumbuhan uwi cicing (Dioscorea alata) telah dilakukan di rumah kaca Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong Science Center. Bahan penelitian berasal dari Kampung Durjo, Jember, Jawa Timur. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok non Faktorial (1 faktor) dengan 5 taraf perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuannya adalah berat umbi bibit terdiri dari 5 taraf yaitu 20, 30, 40, 50 dan 60 g. Umbi ditanam dalam polibag dengan ukuran 25 x 25 cm dengan komposisi media tanam berupa pasir : kompos : tanah (1:1:1). Pengamatan dilakukan pada pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Hasilnya menunjukkan bahwa berat umbi bibit berpengaruh terhadap pertumbuhan uwi cicing. Pemakaian umbi bibit dengan berat 40 g.menghasilkan pertumbuhan yang cukup baik, lebih baik dari 20 dan 30 gr, dan tidak berbeda dengan berat bibit 50 dan 60 g. Sehingga perlakuan berat umbi bibit 40 g. dapat dianjurkan untuk perbanyakan uwi cicing, karena perlakuan ini masih dapat menghemat pemakaian umbi untuk bibit.
Pengaruh Kemasan pada Penyimpanan Umbi Kentang Hitam [Plectranthus rotundifolius (Poir.) Spreng.] Packaging Effect on Storage of Country Potato Tuber [Plectranthus rotundifolius (Poir.) Spreng.] Setyowati, Ninik
JURNAL PANGAN Vol 24, No 3 (2015): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v24i3.18

Abstract

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisiologi Makropropagasi, Puslit Biologi LIPI, Cibinong. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial, 3 faktor dengan 3 kali blok, masing-masing blok terdiri dari 10 contoh umbi kentang hitam. Faktor ke-1adalah lama penyimpanan dengan 4 taraf yaitu 0, 2, 4, 6 bulan. Faktor ke-2 adalah kemasan dengan 3 taraf yaitu tanpa bungkus (TB), bungkus koran (BK) dan bungkus plastik ziplock (BP). Faktor ke-3 adalah aksesi dengan 2 taraf yaitu Nganjuk dan 25 gray. Penyimpanan umbi dilakukan pada suhu 20ºC. Pengamatan dilakukan dari awal sampai akhir penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan yang ideal hanya sampai 2 (dua) bulan, penyimpanan umbi sampai dengan 4 bulan masih bisa dilakukan namun kondisi umbi menjadi kurang baik. Kemasan berpengaruh nyata pada penyimpanan umbi kentang hitam. Kemasan dengan bungkus koran memberikan pengaruh yang terbaik pada penyimpanan umbi kentang hitam, sedangkan kemasan plastik ziplock menyebabkan pembusukan pada umbi, sehingga tidak dianjurkan. Aksesi Nganjuk secara umum terlihat lebih baik dan lebih segar daripada aksesi 25 gray. This research is carried out at the Macropropagation Laboratory of Plant Fisiology section, Research Centre for Biology, Cibinong Sciences Centre, LIPI. The research is designed by Factorial in Randomized Completely Block Design with 3 factors and 3 replications, each replication with 10 samples. The first factor is storage duration with 4 level factors i.e. 0, 2, 4 and 6 months. The second factor is packaging methods with 3 level factors i.e. un-wrapped, wrapped in newspaper and wrapped in ziplock plastic. The third factor is accession of country potato tuber with 2 level factors i.e. Nganjuk, and 25 gray. Observation is carried out from the start until the end of storage period. The results show that the ideal storage duration is only up to two months. Tuber storage up to 4 months can still be done, but it results in a very poor quality tuber. The packaging treatment has a significant effect on the storage of tuber. Packaging with newspaper wrappers gives the best effect on the tuber. The use of ziplock plastic packaging is not recommended because it decays the tuber. The accession of Nganjuk is generally better and fresher than the accession of 25 gray. 
Etnobotani Tacca leontopetaloides (L.) O.Kuntze Sebagai Bahan Pangan di Pulau Madura dan Sekitarnya, Jawa Timur (Ethnobotany of Tacca leontopetaloides (L.) O. Kuntze as Food Material in Madura Island and Its Surrounding Areas, East Java) Susiarti, Siti; Setyowati, Ninik; Rugayah, Rugayah
JURNAL PANGAN Vol 21, No 2 (2012): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (924.53 KB) | DOI: 10.33964/jp.v21i2.122

Abstract

Ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai bahan pokok yangsangat tinggi menyebabkan swasembada pangan akhir-akhir ini sulit dicapai. Oleh karenanya upaya diversifikasi bahan pangan perlu terus digalakkan. Tacca leontopetaloides (L) O. K. dipilih sebagai salah satu jenistanaman untuk penelitian diversifikasi bahan pangan pokok. Penelitian etnobotani tumbuhan Tacca leontopetaloides dilakukan di Pulau Madura dan sekitarnya dengan metode wawancara open-ended, observasi di lapangan, dan purposive sampling. Tumbuhan Tacca leontopetaloides ternyata masih belum banyak dikenal oleh masyarakat di Jawa Timur, demikian juga pemanfaatannya. Tumbuhan ini memiliki nama daerah yang berbeda di setiap lokasi penelitian, seperti di Madura dikenal dengan "Lorkong" dan "Oto'o", sedang di Jawa dikenal dengan "Kecondang". Masyarakat Sumenep telah memanfaatkan umbinya untuk pati atau tepung melalui proses tertentu. Pati tersebut digunakan sebagai bahan dasar untuk produk kudapan atau snack, misalnya: bubur, kue "Serpot", sebagai pengganti tepung terigu. Daunnya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Di lokasi penelitian, jenis Tacca ini pada umumnya masih banyak tumbuh liar, namun di desa Langsar, Saronggi tumbuhan ini sudah dibudidayakan. kataLately, the highly dependence ofthe community on rice as staple food has caused difficulty in achieving food self-sufficiency. Therefore, diversificationof foodstuffsshould be encouraged. Taccaleontopetaloides(L.) O.Kuntzeis selectedas one ofthe species forfooddiversificationresearch. Ethno botanical study of Tacca leontopetaloides in this research is conducted in Madura Island and itssurrounding areas using open-ended interview methods, field observations and purposive sampling. Taccaleontopetaloides is still neither muchknown nor utilized by the local people in EastJava. The planthasdifferentlocal names in each region, such as "Lorkong" and "Oto'o" in Madura, and "Kecondang" in Java. In Sumenepdistrict, local people use tuber of the species to extract the starch using a certain process. The starch is utilized as a substitute for wheat flour, and widely usedas an ingredient for snacks, for example: porridge, cakes "Serpot". The leavesare alsousedaslivestock feed. In the research locations, the species is commonly grown in wild, but inthe Langsar village, Saronggi, this planth as been well cultivated. 
Perbanyakan Garut {Maranta arundinacea L.) dari Bibit Cabutan Sisa Panen dengan Aplikasi Berbagai Pupuk Kandang Propagation ofArrowroot (Maranta arundinacea L.) from Post-Harvest Plant Residues with Various Applications of DungManure Setyowati, Ninik
JURNAL PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (889.119 KB) | DOI: 10.33964/jp.v21i4.206

Abstract

Penelitian tentang perbanyakan garut (Maranta arundinacea L) dari bibit cabutan sisa panen dengan aplikasi berbagai pupuk kandang telah dilakukan di kebun percobaan Puslit Biologi LIPI, Cibinong. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial, dua faktor dengan lima kali ulangan. Faktor pertama adalah waktu pemupukan terdiri dari dua taraf yaitu W1= 1x pupuk di awal penanaman, W2= 2x pupuk (awal dan umur empat bulan setelah tanam). Faktor kedua adalah macam pupuk yang digunakan terdiri dari lima taraf pupuk yaitu P1= Kontrol (tanpa pupuk), P2= pupuk kandang kotoran kambing, P3= PK kotoran ayam, P4= PK kotoran sapi, P5= pupuk kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bibit cabutan sisa panen untuk perbanyakan garut menghasilkan pertumbuhan yang baik sama seperti menggunaan bibit dari umbi, sehingga dianjurkan penggunaan bibit cabutan sisa panen untuk perbanyakan garut karena dapat menghemat umbi (3000 - 3500 kg) sebagai bibit per hektar. Pertumbuhan bibit paling cepat terlihat pada pemakaian pupuk kandang kotoran kambing (P2) yang diberikan dua kali daripada perlakuan yang lainnya. Hal ini terlihat pada semua parameter yang diamati tertinggi (tinggi bibit 98,6 cm, jumlah daun 100 helai dan jumlah anakan 8), dan pertumbuhan paling rendah terlihat pada kontrol yang dipupuk 1kali (tinggi bibit 39,6 cm, jumlah daun 28,0 helai), akan tetapi jumlah anakannya (3,2) terlihat sedikit lebih tinggi dari pemupukan satu kali dengan kompos (2,8). Apabila dilihat dari pertumbuhan tinggi tanaman tiap bulannya juga terlihat bahwa peningkatan pertumbuhan bibit garut yang dipupuk dengan pupuk kandang kotoran kambing dengan 2kali pemupukan tertinggi. Frequensi pemupukan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman garut, yaitu dua kali pemupukan lebih baik daripada satu kali pemupukan.A study of propagation ofArrowroot (Maranta arundinacea L) from plant residues after harvest with various applications ofdung manure was conducted at the Experimental Garden of Research Center for Biology LIPI, Cibinong. The Factorial in Randomized Completely Block Design was adopted with two factors and five replications. The first factor was the timing offertilizer application with two levels, i.e. W1 = 1x fertilizer in the early ofplanting and W2 =2x fertilizer (the early and 4 months after planting). The second factor was fertilizer with five levels, i.e. P1 =Control (without fertilizer), P2 =dung manure of goat litter, P3 =poultry manure, P4 =cattle manure, P5 =compost fertilizer. The result showed that the plant residues after harvest for propagating arrowroot produced best growth comparable to the propagation with tuber material. So, it was suggested to use plant material with plant residues after harvest This could save about 3000-3500 kg of tubers for planting material per hectare. The best response on growing of arrowroot was the application of 2 times of dung manure from goat litter (P2). This was shown at all parameters observation, i.e. 98.6 cm ofplant height, 100 sheets ofleaf number, and 8of tillers. The lowest data was seen at control with 1time fertilizer i.e. 39.6 cm ofplant height, 28 sheet ofleaf number, but the clump 3.2 was more amount than compost fertilizer (2.8 of tillers). This treatment was also seen to increase the height of plants by adding arrowroot seedling during observation. The frequency of fertilizer was significant effect on growing of plant vegetative, i.e. twice fertilizer application was better than once application. 
Eksplorasi Jagung Lokal di Sulawesi Selatan dan Studi Pertumbuhannya di Kebun Penelitian Puslit Biologi, LIPI, Cibinong Wawo, Albert Husein; Lestari, Peni; Setyowati, Ninik
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 4, No 2 (2019): June 2019
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1096.979 KB) | DOI: 10.24002/biota.v4i2.2474

Abstract

Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki kultivar jagung lokal. Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kultivar jagung lokal yang disebut Jagung Pulut. Setiap kabupaten di provinsi ini memiliki satu atau dua kultivar jagung pulut yang telah beradaptasi baik dengan kondisi daerahnya. Cara budidaya jagung pulut antar lokasi berbeda-beda sehingga tidak cukup data untuk menyimpulkan kultivar jagung pulut terbaik untuk daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan keanekaragaman jagung pulut dari Sulawesi Selatan dan menggali informasi pertumbuhan dan produksi; kami juga menetapkan kultivar jagung pulut terbaik dari Sulawesi Selatan. Penelitian untuk mendapatkan keanekaragaman jagung pulut dilakukan melalui survei pada beberapa lokasi di provinsi Sulawesi Selatan sedangkan penelitian pertumbuhan dilakukan di Kebun Penelitian Puslit Biologi, LIPI menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan telah terkoleksi 4 kultivar jagung pulut dari Sulawesi Selatan yaitu Kultivar Gowa, Pangkajene, Batarakamu dan Batarakoasa. Kultivar Batarakamu direkomendasikan untuk dikembangkan.
Respon Pertumbuhan Bibit Picrasma javanica Blume terhadap Intensitas Naungan dan Media Tanam Setyowati, Ninik; Utami, Ning Wikan
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 14, No 1 (2009): February 2009
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.011 KB) | DOI: 10.24002/biota.v14i1.2628

Abstract

Study on the growth response of Picrasma javanica Blume seedling to different shading intensities and medium was conducted at the Experimental Garden of Treub Laboratory, Research Centre for Biology, LIPI from June to December 2007. The research was arranged using Factorial in Completely Randomized Block Design with 2 factors and 5 replications. The first factor was shading intensities which were 0% (N0, without shading, average light intensities 39300 lux), 25% (N1, average light intensities 16430 lux), and 50% (N2, average light intensities 5867 lux), respectively and the second factor was medium (combinations of soil: manure:compost) with 6 levels were M1= 1:0:0, M2= 1:1:1, M3= 1:1:2, M4= 3:1:1, M5= 1:2:1, and M6= 2:1:1. The result showed that the N0 treatment (without shading) resulted the best growth response of Picrasma javanica Blume seedling, as showe in all parameters observed (plant height 27.11 cm; leaf number 15.57; diameter of trunk 4.32 mm; and root length of 15.97 cm, shoot dry weight of 1.762 g, root dry weight of 0.688 g and seedling quality index of 0.277). The growth media treatment of M5 (1-soil:2 manure:1 compost) showed the positive response on the growth of seedling better than other treatments and different with control (M1, soil media), with parameters were observed which was plant height 25.05 cm (M1= 19.10 cm); leaf number 16.53 (M1= 9.20); diameter of trunk 3.89 mm (M1= 2.76 mm); root lengh 15.23 cm (M1= 12.71 cm); shoot dry weight 1.58 g (M1= 0.663 g); root dry weight 0.51 g (M1= 0.221 g) and seedling quality index 0.220 (M1= 0.089). The combination treatment of N0 (without shading) and media M5 (1:2:1) gave the best response on the growth of Picrasma seedling (plant height 36.14 cm; leaf number 28.2; diameter of trunk 4.7 mm; and root length 16.7 cm, shoot dry weight 3 g and root dry weight 0.92 g).
Respons Pertumbuhan dan Produksi Empat Kultivar Ubi Jalar (Ipomea batatas (L) Poir) Dataran Tinggi Papua Terhadap Pemangkasan Pucuk Wawo, Albert Husein; Lestari, Peni; Setyowati, Ninik
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 4, No 3 (2019): October 2019
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1176.255 KB) | DOI: 10.24002/biota.v4i3.2519

Abstract

Bagi Suku Dani, yang mendiami Lembah Balim, Pegunungan Tengah Papua; ubi jalar adalah komoditas pokok dan zero waste. Bagian pucuk tanaman ini digunakan sebagai sayur, batang dan daun tua sebagai pakan, sedangkan umbi ubi jalar sebagai pangan utama. Sistem budidaya yang dilakukan wanita Suku Dani, yakni memangkas tajuk ubi jalar sebagai sumber pangan dan pakan menjadi latar belakang penelitian dengan tujuan mempelajari pengaruh pemangkasan tajuk terhadap produksi umbi ubi jalar. Data hasil penelitian ini dapat diaplikasikan untuk menentukan waktu pemangkasan pucuk yang tepat agar kebutuhan daun muda, batang dan daun tua, serta umbi ubi jalar dapat dipenuhi secara optimal. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Biologi Wamena pada bulan Juni-Desember 2017. Plot percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu kultivar (Helaleke (H), Musan (M), Wenabuge (W) dan Tabugole (T)) dan pemangkasan (tanpa pangkas, 2 bulan, dan 4 bulan). Hasilnya menunjukkan untuk budidaya ubi jalar dataran tinggi, pemangkasan pucuk batang di umur 2 bulan mengurangi ukuran tajuk tanaman, tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi umbi tanaman ubi jalar. Pemangkasan pucuk batang pada umur 4 bulan tidak direkomendasikan. Produksi berat umbi lebih dipengaruhi oleh varietas daripada perlakukan pemangkasan. Kultivar Musan direkomendasikan untuk dibudidayakan dengan tujuan dipanen pucuk dan umbinya. Kultivar Tabugole masih dapat dibudidaya untuk produksi pucuk dan umbi apabila panen pucuk dilakukan paling lambat umur 2 bulan, sedangkan Kultivar Helaleke dan Wenabuge sebaiknya tidak dipangkas.
BUAH MERAH (PANDANUS CONOIDEUS LAMK) BIORESOURCES PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA: KEANEKARAGAMAN DAN UPAYA KONSERVASINYA Wawo, Albert Husein; Lestari, Peni; Setyowati, Ninik
JURNAL BIOLOGI INDONESIA Vol 15, No 1 (2019): JURNAL BIOLOGI INDONESIA
Publisher : Perhimpunan Biologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jbi.v15i1.3770

Abstract

ABSTRACT The red fruit (Pandanus conoideus Lamk) is one of the local bioresources on the Central Highlands Region of Papua. Exploration to reveal the red fruit diversity in this region had been carried out in 2016 and 2017 which covers Kurima, Kurulu, Siepkosi, Wesaput and Kaninmbaga / Bokondini areas. The method used in exploration were interview the local residents, observations of plant morphology, soil, micro-climate, surrounding species, and collection of propagation material. The observed red fruit morphology includes; stem height and diameter, leaf length and width, and number of roots. Observation of fruit development was carried out at the Royal Biological Garden in Wamena (KRBW). The results of the exploration obtained 23 red fruit cultivars in the Central Highlands region of Papua. All cultivars grow in moist environments; the texture of the soil is clay mixed with sand and loam. The development of fruit from young fruit into ripe fruit takes 3-4 months which is divided into 3 stages. Ex-situ red fruit conservation efforts have been carried out at the Royal Biological Garden in Wamena (KRBW). Until now, 141 numbers of red fruits have been conserved in KRBW. The community has also cultivated a number of red fruit cultivars in their yard and garden such as Bergum, Maler, Wona and Wesi cultivars as in situ conservation. The four cultivars are very popular because the fruit is large and the oil content is more than other cultivars.  Keywords: Diversity, Red Fruit, Conservation, Royal Biological Garden in Wamena, Central Highlands Region of Papua