M. Nurhalim Shahib
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Majalah Kedokteran Bandung

Analisis Keberhasilan Terapi Bermain terhadap Perkembangan Potensi Kecerdasan Anak Retardasi Mental Sedang Usia 7–12 Tahun Lisnawati, Lilis; Shahib, M. Nurhalim; Wijayanegara, Hidayat
Majalah Kedokteran Bandung Vol 46, No 2 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1433.017 KB)

Abstract

Retardasi mental (RM) merupakan gangguan heterogen yang terdiri atas fungsi intelektual di bawah rata-rata disertai gangguan keterampilan adaptif. Terapi bermain merupakan pendekatan yang efektif untuk melatih anak RM taraf sedang dalam mempelajari suatu konsep pembelajaran. Terapi bermain dilakukan dalam ruang khusus yang didesain sebagai tempat bermain yang dilengkapi dengan perangkat mainan khusus untuk menstimulus perkembangan potensi anak RM taraf sedang. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk meningkatkan keberhasilan pengembangan potensi kecerdasan anak RM sedang dengan menggunakan instrumen The Wechsler-Intelligence Scale for Children (WISC) melalui penerapan terapi bermain.  Rancangan penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) dan analisis kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah anak RM sedang di SDLB Aisiyah usia 7–12 tahun sejumlah 13 anak. Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis statistik dengan pendekatan Wilcoxon dan Kruskal Wallis yang selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran kondisi RM yang menyertai anak meliputi: faktor internal yaitu fase yang dialami anak pada masa kehamilan, persalinan, menyusui dan tahap tumbuh kembang, serta faktor eksternal yaitu kondisi sosial ekonomi keluarga dan pola asuh pada anak. Hasil penelitian 7 dari 13 anak RM sedang berhasil mengalami peningkatan dalam pengembangan potensi kecerdasannya. Bila dilihat dari hubungan frekuensi diberikannya terapi dengan tingkat keberhasilan anak, dari 7 anak RM sedang yang berhasil, 5 di antaranya termasuk kategori sering diberikan terapi bermain. Simpulan, terapi bermain mampu meningkatkan keberhasilan pengembangan potensi kecerdasan anak RM sedang. Keberhasilan tersebut berhubungan dengan frekuensi diberikannya terapi bermain dan didukung oleh kondisi penyerta (faktor internal dan eksternal) pada diri anak. [MKB. 2014;46(2):73–82]Kata kunci: Terapi bermain, kecerdasan, retardasi mental sedang Analysis of the Effectiveness of Play Therapy in Developing the Intelligence of 7–12 Years Old Children with Moderate Mental RetardationMental Retardation (MR) is a heterogeneous disorder that consists of lower than average intellectual function along with the disruption of adaptive skills. Play therapy is an effective approach to train children with moderate MR in studying the concept of learning. Play therapy is conducted in a special room designed as a playground, equipped with special toys to stimulate potential development of children with moderate MR. This research aimed to improve the success of the potential development of intelligence in children with moderate MR using WISC instrument through play therapy. The study design used quasi-experimental method (quasi-experiment) and qualitative analysis. The subjects of this study were thirteen 7–12 years old children with moderate MR in extraordinary primary school Aisiyah. The analysis approach used was statistical analysis with Wilcoxon and Kruskal Wallis approaches. A descriptive analysis was subsequently carried out to provide a snapshot of MR conditions that accompany the child including: internal factors, i.e. the phase experienced by the child during pregnancy, childbirth, breastfeeding and the stage of growth and development, and external factors i.e. the family's socioeconomic condition and children upbringing. The results showed that 7 out of 13 children with moderate MR had experienced an increase in the potential development of intelligence. In terms of the relation between the therapy frequency and the children success rate, 5 of 7 moderate MR children who were successful were in the category of frequent treatment of play therapy. In conclusion, play therapy can increase the potential for successful intelligence development of children with moderate MR. This success is associated with treatment frequency and is supported by the presence of concomitant conditions (internal and external factors) in children. [MKB. 2014;46(2):73–82]Key words: Play therapy, intelligence, moderate mental retardation DOI:  10.15395/mkb.v46n2.277
Perbedaan antara Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik pada Pasien Infeksi Nosokomial di Bagian Bedah dan Medikal RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung Wahyudi, Bayu; Setiawati, Elsa Puji; Shahib, Nurhalim; Wirakusumah, Firman F.
Majalah Kedokteran Bandung Vol 50, No 4 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.764 KB) | DOI: 10.15395/mkb.v50n4.1576

Abstract

Infeksi nosokomial merupakan satu masalah komplikasi di rumah sakit dan menjadi permasalahan penting bagi kesehatan publik di dunia. Kecenderungan pasien menderita infeksi nosokomial (HAIs) ditentukan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Terdapat 287 pasien yang mengalami infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae di Bagian Bedah dan Medikal Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSUP) selama periode Januari sampai Juni tahun 2015 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara faktor intrinsik dan ekstrinsik pada pasien infeksi nosokomial yang disebabkan oleh klebsiella pneumoniae di bagian Bedah dan Medikal RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan nilai p<0,05. Terdapat perbedaan kejadian resistensi terhadap karbapenem pada kasus infeksi nosokomial selain kadar Hb adalah tindakan medis untuk tindakan medis sedang mempunyai risiko 2,06 kali (IK 95%; 1,0–4,28 ), pada tindakan medis berat 3,03 kali (IK 95%; 1,21–7,61) bila dibanding dengan tindakan medis ringan. Terdapat perbedaan dengan ketidaksembuhan pada kasus infeksi nosokomial adalah kasus rawat medikal, leukosit >16.600, tindakan medis berat, dan keadaan kulit terbuka dengan OR masing masing 2,89; 2,09; 5,05; dan 1,88. Saran, untuk memberikan pelayanan yang prima dengan memperhatikan faktor intrinsik pasien baik usia, jenis kelamin, keadaan luka kulit dan status gizi, juga memperhatikan faktor ektrinsik berupa lamanya masa rawat, tempat pengambilan sampel, dan tindakan medik yang dilakukan. Kata kunci: Faktor intrinsik dan ekstrinsik, infeksi Klebsiella pneumoniae, kasus bedah dan medikal, nosokomialinfeksiDifference between Intrinsic and Extrinsic Factors of  Nosocomial Infection Patients in The Surgery and Medical Ward of Dr. Hasan Sadikin General Hospital BandungNosocomial infection or Hospital-Acquired Infection (HAI) occurs as a complication during hospitalization in hospitals and becomes an important global public health problem. The tendency of patients suffering from nosocomial infectionis determined by intrinsic and extrinsic factors. This was a cross-sectional study on 287 patients with nosocomial infection caused by Klebsiella pneumoniae at the Surgical and Medical wards of Dr. Hasan Sadikin General Hospital during the period January to June 2015 who met the inclusion and exclusion criteria. Results showed the difference in intrinsic and extrinsic factors in patients with nosocomial infections caused by Klebsiella (p<0.05). There was a difference in the resistance towards Carbanepem in nosocomial infections. Factors influencing this were Hb level and medical actions. Patients with intermediate medical procedures had 2.06 times higher risk (CI 95%; 1.0–4.28 ) while in those with complicated medical procedures, the risk was 3.03 times higher (CI 95%; 1.21–7.61) when compared to those receiving simple medical procedures. A difference was also seen in the failure to recover in nosocomial infection between the medical inpatient cases (leucocyte of >16,600), complicated medical procedure, and open-skin condition with ORs of 2.89; 2.09; 5.05; and 1.88, respectively. It is suggested to provide excelent services by paying atttention to the intrinsic factors of patients, i.e. age, gender, skin wound status, and nutrition status and the extrinsic factors, i.e. length of stay, sampling sites, and medical procedures performed.Key words: Intrinsic and extrinsic factors , Klebsiella pneumoniae infection, nosocomial infection, surgical andmedical cases
Peran Lem Fibrin Otologus pada Penempelan Tandur Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci terhadap Ekspresi Gen Fibronektin dan Integrin Enus, Sutarya; Natadisastra, Gantira; Shahib, M. Nurhalim; Sulaeman, Rachmat
Majalah Kedokteran Bandung Vol 43, No 4
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penempelan jaringan dan penyembuhan luka pada cangkok konjungtiva lebih cepat pada teknik lem fibrin otologus (LFO) dibandingkan dengan teknik jahitan. Kedua proses tersebut memerlukan interaksi fibronektin (FN) dan integrin α5 yang mengaktivasi alur persinyalan intraselular. Tujuan penelitian untuk menentukan kekuatan ekspresi gen FN serta integrin α5 pada kelompok teknik LFO dan jahitan. Uji eksperimental hewan pada kelinci New Zealand White yang terbagi kelompok teknik LFO dan jahitan masing-masing 8 kelinci bertempat di Laboratorium Sentral (Biologi Molekuler) FK Unpad Bandung, periode Mei–Oktober 2008. Sampel jaringan untuk pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) diambil dari eksterpasi satu hari sesudah jaringan cangkok konjungtiva bulbi. Analisis data untuk uji hipotesis dengan Mann Whitney for small sample. Ekspresi gen messenger ribonucleic acid (mRNA) FN secara bermakna lebih kuat pada teknik LFO dibandingkan dengan teknik jahitan (1,9 vs 1,0; p=0,014). Tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi gen (mRNA) integrin α5 antara teknik LFO dan teknik jahitan (1,2 vs 1,0; p=0,235). Sebagai simpulan ekspresi gen FN lebih kuat pada teknik LFO dibandingkan dengan jahitan, sedangkan ekspresi gen integrin α5 pada teknik LFO lebih kuat dibandingkan dengan teknik jahitan namun secara statistik tidak bermakna satu hari pascabedah. [MKB. 2011;43(4):183–8].Kata kunci: Fibronektin, integrin α5, lem fibrin otologus, RT-PCRThe Role of Autologous Fibrin Glue on Attachment Rabbit Conjungtival Graft Based on Fibronectin and Integrin Gene ExpressionThe tissue attachment and wound healing in conjunctional transplantation was more rapid with autologous fibrin glue (AFG) than suture techniques. Both tissue attachment and wound healing process need interaction between fibronectin (FN) dan integrin α5 activating the intra cellular signal transduction pathway. The aim of this study was to evaluate the gene expression, i.e. FN and integrin in conjunctival transplantation, comparing between AFG and suturing techniques. Animal experimental study was done in New Zealand White rabbits, which divided into AFG and suturing technique at Laboratorium Sentral (Biologi Molekuler) FK Unpad Bandung during May–October 2008, each 8 rabbits, respectively. The tissue sample for reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) examination was taken from the tissue excision one day after conjunctival bulbi transplantation. Data analysis was tested using Mann Whitney for small sample. The FN gene expression power of messenger ribonucleic acid (mRNA) in the AFG technique was stronger than that in suturing technique (1.9 vs 1.0, p=0.014). There was no significant difference in integrin α5 gene expression of mRNA between AFG and suturing techniques (1.2 vs 1.0, p=0.235). In conclusions, FN gene expression in AFG technique is stronger than suturing technique. There is no difference in integrin α5 gene expression between two techniques, however there is a tendency of increased integrin α5 gene expression one day after surgery. [MKB. 2011;43(4):183–8].Key words: Autologous fibrin glue, fibronectin, integrin α5, RT-PCR DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v43n4.67