Articles
HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Markoni Markoni
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 9, No 4 (2022): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jips.v9i4.2021.1426-1435
Kekerasan dalam rumah tangga menggambarkan kenyataan global yang sudah berlangsung dalam kehidupan manusia sepanjang berabad- abad serta berlangsung di seluruh negeri dimana korbannya umumnya wanita serta kanak- kanak dalam area keluarga. Pasal 23 serta 1( 4) UU KDRT 2004 mengatakan kalau proteksi merupakan seluruh upaya buat menenteramkan jiwa keluarga korban. Oleh sebab itu, tiap orang yang dirampas kebebasannya berhak buat melindungi orang dari kekerasan serta diskriminasi. Ini bukan hukum. Pada bertepatan pada 23 tahun 2004, permasalahan hukuman diatur dalam Pasal 44 sampai 49. Seluruh ini bertujuan buat melindungi hak- hak korban serta berjuang buat melawan. Di rumah, dimaksud selaku sesuatu wujud sikap yang menimbulkan penderitaan raga serta mental untuk siapa juga dalam keluarga, tercantum kanak- kanak, bukan cuma istri. Anak selaku korban dilindungi undang- undang spesial, undang- undang n. 23 serta no hukum. 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga. Itu diganti dengan Undang- Undang Proteksi Anak No 23 Tahun 2002 serta Undang- Undang No 35 Tahun 2014. Di sisi lain, proteksi yang diberikan oleh hukum pidana secara inheren sangat terbatas, ialah cuma kekerasan raga. Peraturan perundang- undangan spesial mengendalikan tentang proteksi hukum pidana terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
KAJIAN YURIDIS DEMOSI KARYAWAN TINGKAT MANAJERIAL YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) (Studi Putusan PHI NO. 146/Pdt.SUS-PHI/2016/PN.JktPst Jo Putusan Mahkamah Agung NO. 257 K/Pdt.SUS-PHI/2017)
Rudi Fahrudi;
Markoni Markoni
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2022): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24269/ls.v6i2.5591
Human resources are an important element in the company's operations to achieve company goals. The relationship between the company and employees is established in an employment relationship, which is carried out after an employment agreement is established. In the working relationship there is a performance appraisal which is followed up with work placements in the form of promotions, transfers and demotions. This study uses a legal research method with a juridical-normative study pattern, while the problem approach is based on a statutory approach and a case study approach that has a focus based on systematic law. The research study found that Judex Facti's legal considerations that took refuge in paragraph (1) Article 1338 of the Civil Code had "dwarfed" and "castrated" the principle of freedom of contract which was noble, inconsistent and contrary to the juridical basis of Article 32, Article 55, paragraph (1) Article 61 UU no. 13/2003 concerning Manpower, and has ignored the company's actions that do not allow employees to attend attendance so that Judex Facti's legal considerations have been wrong in applying Article 168 of Law no. 13/2003 concerning Manpower.
Analisis Yuridis Pemberian Uang Kompensasi Kerja Waktu Tertentu Perusahaan Alih Daya Berdasarkan UUD Cipta Kerja
Maryono Maryono;
Markoni Markoni
Jurnal Hukum Indonesia Vol. 2 No. 1 (2023): Jurnal Hukum Indonesia
Publisher : Riviera Publishing
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (390.74 KB)
|
DOI: 10.58344/jhi.v1i2.8
Pendahuluan: Pemberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja serta aturan turunannya PP No. 35 Tahun 2021 salah satunya tentang pekerja kontrak menuai pro dan kontra. Undang-Undang Cipta Kerja mengubah, menghapus dan menyisipkan Pasal baru di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tujuan: Ketentuan ini adalah hal yang baru, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis secara yuridis normatif mengenai aturan mulai dari PKWT, Kebijakan Pemberian Kompensasi dan Pemberian Kompensasi menurut ahli pada perusahaan Alih daya. Metode: Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan ini adalah penulisan analisis yuridis Hasil: Terdapat ketidakjelasan sumber pendanaan pemberian Kompensasi dan pemberian kompensasi dinilai diskriminatif. Seharusnya sumber pendanaan kompensasi sudah menjadi iuran wajib dibayar oleh pengusaha dan pemberi kerja/ user dan diikat dengan aturan Undang-Undang. Kesimpulan: Para pekerja/ buruh sudah seharusnya sama-sama berhak atas uang kompensasi tanpa berwujud diskriminasi hal ini sesuai yang diamantkan oleh Undang-Undang 1945 Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Analisis Yuridis Permasalahan Hukum Antara Debitur dengan Kredit dalam Pembiayaan Modal Kerja
Elwis Tunendra;
Markoni Markoni
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pembiayaan modal kerja adalah hal yang baru dalam dunia pembiayaan di masyarakat dan tidak lepas dari terjadinya resiko yaitu wanprestasi. Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan permasalahan yaitu : akibat dan perlindungan hukum wanprestasi debitur yang dikaitkan dalam perjanjian pembiayaan modal kerja pada PT. Mandiri Tunas Finance dan kedudukan para pihak dalam jaminan fidusia paska putusan Mahkamah Konstitusi 118/PPU-XVII/2019 terkait dengan eksekusi objek jaminan Pembiayaan. Untuk menganalisis bagaimana akibat dan perlindungan hukum bagi debitur yang wanprestasi di dalam perjanjian pembiayaan modal kerja pada PT. Mandiri Tunas Finance. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan modal kerja oleh PT. Mandiri Tunas Finance yaitu debitur tidak mampu membayar kreditnya dan debitur terlambat membayar kreditnya, Wanprestasi mengakibatkan terjadinya beberapa peristiwa hukum seperti pengambilan alih, penangguhan pembayaran (restruktur) sampai ke penarikan barang jaminan yaitu mengeksekusi Objek Jaminan Fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Perlindungan hukum kepada debitur dalam perjanjian pembiayaan modal kerja pada jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara perlindungan hukum secara preventif dan represif. Terbitnya putusan MK No 18/PUU-XVII/2019 didasari adanya permohonan uji materiil terhadap Pasal 15 Ayat (2) dan Ayat (3) UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memberikan perubahan hukum baru mengenai pengaturan dan pelaksanaan tatacara eksekusi objek jaminan fidusia sebelum dan sesudah adanya putusan MK No 18/PUU-XVII/2019.
Kekuatan Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Pendahuluan dalam Jaminan Kredit
Kartini Kartini;
Markoni Markoni
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) banyak digunakan sebagai dasar untuk memperoleh fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Perbankan. Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), bahwa bentuk agunan yang dapat diterima oleh perbankan adalah agunan berupa : “…..barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang memiliki bukti kepemilikan yang sah secara hukum, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Artinya adalah bahwa yang dapat dijadikan sebagai jaminan dalam fasilitas KPR adalah tanah dan bangunan rumah yang terkait dengan KPR. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimanakah kekuatan hukum PPJB sebagai perjanjian pendahuluan dalam jaminan KPR. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengalisis kekuatan hukum PPJB dalam jaminan KPR. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan bersifat deskriptif. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa PPJB sesungguhnya tidaklah sah untuk dijadikan sebagai jaminan KPR, melainkan PPJB hanya sebagai perjanjian pendahuluan yang memiliki sifat individual yang dapat ditagih pelaksanaannya kepada orang tertentu. Tidak ada perundang-undangan yang mengatur PPJB sebagai jaminan kredit. PPJB diberikan sebagai jaminan merupakan perkembangan dalam praktek yang terjadi di masyarakat.
Perlindungan Hukum Terhadap Kejahatan Phising pada Channel E-Banking Melalui Transfer Virtual Account
Rosalia Herlina Sutanti;
Markoni Markoni
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap kejahatan phising pada channel e-banking melalui transfer Virtual Account, dengan studi kasus pada pengguna internet banking. Produk internet banking yang merupakan salah satu delivery channel perbankan, merupakan “the must have product”, bukan saja “nice to have product” bagi kalangan perbankan karena menjawab berbagai kebutuhan nasabahnya. Namun di balik manfaat yang besar bagi nasabah, produk perbankan ini juga memiliki risiko yang tidak kecil bagi penggunanya. Ada beberapa penelitian yang membahsa mengenai phising, namun dalam penelitian ini penulis menitik beratkan pada phising yang dengan menggunakan Virtual Account sebagai sarana transfer dana. Metode yang dipakai adalah penelitian normatif yang didukung dengan data empiris, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peraturan perundang-undangan melindungi korban phising pada channel e-banking melalui transfer Virtual Account. dengan merujuk pada UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no 11/ 2008 tentang ITE dan UU no 13 tahun 2022 mengenai Perlindugan Data Pribadi.
Tinjauan Yuridis dalam Perkara Pidana Money Laundering
Randi Fryandika;
Markoni Markoni;
Nardiman Nardiman;
Joko Widarto
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan salah satu pedoman penting bagi penegakkan hukum atas TPPU. Namun, Undang-undang ini mendapat sorotan terutama Pasal 69 terkait diadili secara bersamaan atau tidaknya tindak pidana asal sebelum terjadinya TPPU sehingga membuat Undang-undang ini patut dipertanyakan kepastian dan keadilan hukumnya. Di sisi lain, pada praktiknya masih terdapat putusan hakim yang mengedepankan teori kepastian hukum dengan memastikan pelaku diadili sesuai dengan peraturan yang berlaku atas setiap perbuatannya baik itu TPPU maupun tindak pidana asalnya, salah satunya Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 741/Pid.B//2014/PN.Bks. Hakim pada putusan ini juga mengedepankan teori keadilan hukum dengan mendakwa pelaku sesuai dengan setiap perbuatannya yang mengarah pada pelanggaran terhadap hukum pidana seperti menyalahgunakan jabatan dan korupsi. Pada kasus ini, hakim sangat mengedepankan prinsip efisiensi dalam peradilan dengan tetap dibuktikannya tindak pidana asal dalam proses peradilan TPPU. Bagaimanapun, demi efektivitas penegakkan terhadap hukum TPPU dan demi menghindari terjadinya perbedaan putusan pengadilan, sebaiknya TPPU digabung dengan tindak pidana asalnya. Selain yang demikian menjamin prinsip speed administration dan efisiensi peradilan, juga lebih memberi kepastian dan perlindungan hak asasi terhadap subjek hukum yang diduga melakukan TPPU maupun pihak yang menjadi korban atas TPPU.
Illegal Ministerial Circulars in Indonesia: Implications for Legitimacy
Ari Gunawan;
Wasis Susetio;
Markoni Markoni;
Achmad Edi Subiyanto
Rechtsidee Vol 11 No 1 (2023): June
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21070/jihr.v12i0.972
This normative research aimed to examine the extent of ministerial circular letters in Indonesia and whether a particular circular letter violates the Law Number 17 of 2014. Through a qualitative literature review and legal analysis, the study found that Minister of Finance Circular Letter Number S-841/Mk.02/2014 does not fall under the category of legislative rules and lacks external application, thus rendering it illegal. The study suggests that ministerial circular letters must adhere to the law, philosophy, and social considerations to be considered legitimate. The findings have implications for the proper implementation and interpretation of ministerial circular letters in Indonesia. Highlights: Ministerial circular letters in Indonesia must comply with the law, philosophical principles, and social considerations to be considered legitimate. Ministerial circular letters are not regulations that apply to the general public, but only to ministries or institutions. Ministerial circular letters that contradict higher laws are considered illegal.
The Elusive Justice: Analyzing Disparities in Judges' Decisions on Domestic Psychic Violence Cases
Steven Liong;
Helvis Helvis;
Markoni Markoni;
I Made Kantikha
Rechtsidee Vol 11 No 1 (2023): June
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21070/jihr.v12i1.973
This study aimed to analyze the basis for judges' considerations in cases of domestic psychological violence and to examine the causes of disparities in judges' decisions. The research employed a normative juridical research method. The results showed that judges' considerations in domestic psychological violence cases were based on three factors: juridical, sociological, and ideal philosophical considerations, which resulted in different decisions. The study found that disparities in judges' decisions could not be eliminated due to various influencing factors. Nonetheless, the act of psychological violence is considered a crime that disturbs family harmony and is prohibited by Law No. 23 of 2004. This research has implications for the need to establish clear guidelines for judges in handling domestic psychological violence cases to ensure consistency and fairness in the legal system. Highlights: The judge's considerations in domestic psychological violence cases include juridical, sociological, and ideal philosophical aspects. Different considerations can result in different decisions, even in similar cases. Acts of psychological violence in the household are prohibited by Law No. 23 of 2004 and can disrupt family harmony.
Periodesasi Masa Jabatan Anggota Legislatif dalam Perspektif Negara Demokrasi Konstitusional
Hulain Hulain;
Markoni Markoni;
Achmad Edi Subiyanto;
Joko Widarto
Journal on Education Vol 5 No 4 (2023): Journal on Education: Volume 5 Nomor 4 Mei-Agustus 2023
Publisher : Departement of Mathematics Education
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/joe.v5i4.2602
Elections for members of the legislature (DPR, DPD and DPRD) based on the Election Law do not receive regulation in the 1945 Constitution regarding limits on the periodization of the term of office of legislative members, as the periodization of the term of office of the President and Vice President is limited to only two terms in the 1945 Constitution and so also with the position of Regional Head who is equally limited by the periodization of his term of office in the Law. An electoral system like this is a reflection of an unhealthy democracy, because democracy is only in plots by elite political parties who are always thirsty for power, which consequently shackles people's sovereignty to exercise their political rights and closes the faucet of constitutional democracy running consistently (constitutionality). as mandated in Article 1 paragraph (3) of the 1945 Constitution which stipulates law as a reference and commander-in-chief to implement people's sovereignty based on the constitution (constitutional democracy). This research was carried out using normative legal research methods, namely by studying the 1945 Constitution and various laws and regulations related to elections. From this research it was found that there was a legal vacuum in the 1945 Constitution, because it did not regulate the existence of limits on the periodization of the term of office of legislative members, giving rise to injustice between public positions in the legislature and public positions in the executive branch which were limited to the periodization of their term of office in the 1945 Constitution. the people as holders of sovereignty based on the constitution, then in the fifth amendment to the 1945 Constitution there must be regulation of the people's rights to submit bills to fill the legal vacuum that occurs.