Degradasi nilai-nilai kebangsaan yang menjadi semangat nasionalisme, dengan ditandai munculnya isu-isu sara, adat, ras, agama dan politik dalam kubangan konflik seperti yang terjadi sekarang ini menunjukkan bahwa hal ini masih sangat jauh dari harapan para founding father bangsa yang meletakkan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai simbol dalam lambang negara Indonesia. Peletakan simbol yang menjadi representasi keberadaan bangsa ini, memiliki arti terwujudnya suatu tatanan hidup berbangsa yang terdiri dari keanekaragaman dalam kebersatuan. Isu-isu yang dapat memecah belah keharmonisan hidup berbangsa pada masyarakat Indonesia yang beragam di era globalisasi sekarang ini memang sangat perlu untuk diperhatikan dan sekaligus dicarikan formulasinya melalui pendidikan dalam rangka mewujudkan harapan para pendiri bangsa tersebut. Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia yang di dalamnya terkait erat dengan pendidikan sesungguhnya mempunyai tantangan luar biasa hebatnya dalam mengimplementasikan ajaran-ajaran yang oleh pemeluknya diklaim sebagai agama yang bernilai rahmatan li al-‘ālamīn. Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersifat kaffah dengan begitu dalam setiap peradaban yang dilalui oleh umat Islam, nyaris eksistensinya juga tidak bisa terlepas dengan pendidikannya. Menjadikan pendidikan Islam sebagai suatu proses pembangunan masyarakat dalam menyikapi isu-isu yang dapat memecah belah bangsa, penurunan nilai-nilai kebangsaan dan persoalan moralitas masyarakat yang terkikis oleh globalisaasi menjadi suatu keniscayaan untuk mewujudkan keanekaragaman dalam bingkai kebersatuan. Menjadikan pendidikan Islam mulitikultural sebagai basis utama pembangunan moral dan spiritual di Indonesia menjadi strategis dengan mengingat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya mayoritas Muslim dan kondisi fisiknya yang beragam kultur.