Mariatie Mariatie
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERKAWINAN KICAK KACANG MASYARAKAT HINDU KAHARINGAN DI DESA TEWANG TAMPANG KECAMATAN TASIK PAYAWAN KABUPATEN KATINGAN (PERSPEKTIF HUKUM HINDU) Mariatie Mariatie
Belom Bahadat Vol 8 No 2 (2018): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v8i2.211

Abstract

Perkawinan merupakan warisan kodrat manusia dan salah satu dari siklus kehidupan individu, setiap orang yang normal akan sampai dan melewatinya dengan segala macam kepercayaan perlakuan dan harapan. Untuk mewujud tujuan perkawinan tersebut adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Dalam upacara perkawinan tidak hanya ada satu jenis perkawinan, namun ada banyak jenis perkawinan. Begitu pula dengan sistem perkawinan masing-masing tidak sama dari prosesi maupun sarana yang digunakan sesuai dengan tradisi dari masing-masing Daerah, selain itu Perkawinan merupakan upacara mempersatukan dua insan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri, yang diatur dalam hukum adat/agama dan undang-undang. Perkawinan kicak kacang ini adalah adanya hubungan ikatan batin dari semua mahluk hidup yang berbeda jenis kelamin untuk hidup dan berkembang biak. Namun perkawinan yang dilakukan oleh umat manusia sejak awal, sudah ada hukum dan ketentuannya sesuai agama masing-masing. Dalam kitab suci agama Hindu Kaharingan Panaturan pasal 19 berbunyi : Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut Dilasksanakan Perkawinan dengan Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan. Ayat 3 menyatakan adalah sesungguhnya mereka berdua ini wujudku sendiri aku akan melaksanakan upacara perkawinannya agar mereka dapat memberikan keturunan berupa aku bagi kehidupan dunia yang aku kehendaki dan ini pula yang mereka lakukan pada kehidupan dunia nantinya.(Tim Penyusunan 2013; 46)Perkawinan Kicak Kacang ini dilatar belakangi oleh permasalahan antara si perempuan sudah bersatu dengan si laki-laki dalam istilah lain kumpul kebu tinggal satu rumah belum dilakukan upacara pensucian, maka oleh sebab itu dari orang tua pihak perempuan meminta tanggung jawab si laki-laki untuk melakukan upacara Kicak Kacang sebagai pensucian mereka berdua sehingga tidak melakukan perjinahan (dosa sala). Karena mereka berdua suka sama suka tidak ada pemaksaan diantara mereka, seorang laki-laki meminta seorang anak perempuan untuk dijadikan istrinya dan syarat-syarat adat ditetapkan dan dibayar oleh pihak laki-laki pada saat upacara kawin Kicak Kacang , pada saat itu pula dibuat surat perjanjian oleh kedua belah pihak sebagai dasar hukum perkawinan Kicak Kacang.
FILOSOFI MENDIRIKAN KERAMAT MENURUT AGAMA HINDU KAHARINGAN Mariatie Mariatie
Belom Bahadat Vol 8 No 1 (2018): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v8i1.236

Abstract

Pengaruh agama dalam kehidupan berbudaya dan sebaliknya telah menciptakan suatu tradisi yang beraneka ragam. Dialektika hubungan agama dan tradisi terjadi dalam masyarakat yang digolongkan dalam golongan tradisional (Parlin, 2000). Hindu sebagai salah satu agama yang diakui keberadaannya di Indonesia dengan seperangkat nilainya telah mempengaruhi pola budaya dan tradisi pemeluknya. Sebagai contoh adalah Mendirikan Keramat yang mengandung nilai adat dan budaya ditinjau dari sarana dan prasarana upacara tersebut yang selalu diyakikni oleh masyarakat Hindu Kaharingan dan merupakan suatu tradisi leluhur secara turun temurun diperhatikan, dilestarikan sampai saat sekarang ini sehingga menjadi sebuah adat atau tradisi.Permasalahan pokok, yakni:(1). Bagaimana filosofi Keramat bagi umat Hindu Kaharingan. (2). Apa fungsi Keramat bagi umat Hindu Kaharingan. (3). Bagaimana syarat dan proses mendirikan Keramat bagi umat Hindu Kaharingan.Pembahasan sampai kesimpulan dalam penulisan ini, dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1). Filosofi Keramat bagi umat Hindu Kaharingan dari dulu hingga sekarang masih di taati dan diyakini, hal itu mendapat pengakuan dari masyarakat secara turun temurun dan di dukung oleh kepercayaan agama Hindu Kaharingan terkait dengan kepercayaan yang gaib dan sakral. (2). Fungsi dan manfaat Keramat adalah berfungsi sebagai tempat pemujaan bagi umat Hindu Kaharingan untuk memohon perlindungan dan berkah dalam kehidupan umat manusia yang meyakininya, sedangkan manfaatnya sebagai tempat suci yang bersifat Keramat. (3). syarat dan proses mendirikan Keramat bagi umat Hindu Kaharingan adalah manenung/mangundik (memohon petunjuk) untuk mengetahui kapan dan dimana pendirian keramat, siapa rohaniawan yang memimpin upacara, sarana (sesajen) apa saja yang diperlukan untuk dipersembahkan. Mamapas dilokasi didirikan Keramat, Manawur bertujuan untuk memohon izin kepada penguasa alam semesta.
UPACARA PENGUBURAN PADA MASYARAKAT HINDU KAHARINGAN DI DESA TEWANG TAMPANG KABUPATEN KATINGAN (PERSPEKTIF HUKUM HINDU) Mariatie Mariatie
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.278

Abstract

Kematian menurut pandangan hukum agama Hindu Kaharingan merupakan sesuatu yangsudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa/Ranying hatalla, dalam ajarannya tertulis pada KitabSuci Panaturan Pasal 32 berbunyi “Ranying Hatalla Memberitahukan Kepada Raja BunuBagaimana tata cara mereka kembali kepada-Nya. Ayat 7 menyatakan sesungguhnya segalayang ada itu adalah berawal dari-KU, demikian pula manusia ada nafasnya ada rohnya, adakurnia matanya, dagingnya, darahnya, kulitnya, tulang dan uratnya, nanti ia bisa kembalikepada-KU, kalau ia kembali melalui jalannya ia datang dari AKU.” (Tim Penyusun, 2013:98)Sedangkan di dalam ajaran Hindu, manusia dan juga benda-benda fisik lainnya di alamsemesta, terdiri dari lima unsur dasar, atau yang disebut dengan Panca Maha Bhuta, yaitu unsurair, api, angin, tanah, danakasa (hampa udara/ruang kosong). Apabila seseorang meninggaldunia, maka unsur-unsur penyusun tubuhnya kembali ke unsur-unsur dasar tersebut. Kematianseseorang menimbulkan kewajiban bagi orang-orang yang masih hidup untuk melakukanserangkaian upacara untuk memperlakukan jenazah, yang mana tujuannya adalah agar badanjasmaninya dapat segera dikembalikan ke unsur Panca Maha Bhuta dan atmannya dapat segerabersih dan kembali kepada Tuhan.Upacara kematian pada masyarakat Hindu Kaharingan di Desa Tewang TampangKabupaten Katingan dilakukan dengan beberapa upacara mulai dari perawatan jenazah,pembuatan peti jenazah tidak bisa sembarangan harus sesuai petunjuk dan sebelum berangkatpenguburan dilakukan upacara Nawekas sebagai salah satu syarat dalam rentetan upacarapenguburan.
Upacara Tantulak Ambun Rutas Matei Pada Masyarakat Hindu Kaharingan (Persfektif Hukum Hindu) mariatie mariatie
Belom Bahadat Vol 9 No 1 (2019): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v8i1.345

Abstract

Upacara kematian di kalangan umat Hindu Kaharingan yang disebut dimulai dengan proses perawatan jenazah, penguburan secara ritual dan proses tantulak Ambun Rutas Matei. Upacara tantulak Ambun Rutas Matei dilakukan tiga hari setelah upacara penguburan dengan tujuan untuk mengantarkan arwah Liau Haring Kaharingan dari lewu pasahan raung menuju Bukit Nalian Lanting tempat penantian bersama Nyai Bulu Indu Rangkang untuk sementara ditiwahkan dan sekaligus membersihkan keluarga duka dari sial atau rutas kapali belum artinya dari segala pantangan hidup yang mengakibatkan kematian, hidup sial, segala macam penyakit yang menimpa keluarga. Selain itu, upacara tantulak juga bertujuan untuk memulihkan keseimbangan magis, menjauhkan segala macam marabahaya dan menghilangkan segala kemalangan atau kesialan dan hal-hal yang tidak baik yang dapat timbul pada keluarga Tarantang Nule (keluarga duka) maupun pada seluruh warga di kampung. Adanya upacara Tantulak Ambun Rutas Matei ini berawal dari proses Kematian manusia dimuka bumi ini (Lewu Injam Tingang Rundung Nasih Napui Burung) sebagai tempat sementara untuk kehidupan keturunan Raja Bunu.
DINAMIKA RITUAL BEBANTAN LAMAN PADA MASYARAKAT DAYAK TOMUN DI KECAMATAN DELANG KABUPATEN LAMANDAU Nali Eka; Mariatie Mariatie; Hendri Hendri; Ni Wayan Ramini Santika
Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu Vol 9 No 1 (2018): PENDIDIKAN KARAKTER HINDU
Publisher : Jurusan Dharma Acarya STAHN-TP Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/ba.v9i1.871

Abstract

Upacara Bebantan Laman yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Dayak Tomun tentunya memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan mereka sehingga terus dilaksanakan sampai saat sekarang. Sebagian kalangan menganggap upacara tersebut sebagai keyakinan atau agama, sehingga nilai sakralnya sangat dominan. Sebaliknya, mereka yang berada di luar ruang lingkup tradisi tersebut memahami biasa, hanya memandangnya sebagai adat istiadat warisan leluhur, atraksi budaya atau bahkan hanya sekedar tontonan rekreasi semata. Walaupun masih dilaksanakan secara turun temurun sampai hari ini, namun tidak imun terhadap perubahan dan perkembangan kemajuan jaman, sehingga dapat mengalami dinamika atau gerak perubahan dari waktu ke waktu oleh masyarakat penganutnya. Bebantan Laman adalah upacara memberi sesajian untuk pelindung kampung yaitu Tuhan Sang Hyang Duwata beserta para manifestasinya. Upacara Bebantan dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap kegiatan pokok dan tahap akhir upacara yang langsung dipimpin oleh Betaro. Dinamika yang dimaksud dalam upacara Bebantan Laman ini adalah gerak perubahan upacara Bebantan Laman ini dari waktu ke waktu oleh masyarakat penganutnya, sehingga keberadaan upacara ini mengalami perubahan, perkembangan dan kesinambungan.