Ellien Christiansen Nainggolan
UPTD Rumah Sakit Mata Bali Mandara

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Implementasi Sistem Pengendalian Internal Rumah Sakit Mata Bali Mandara (SIPRIMA) dalam Manajemen Risiko Ellien Christiansen Nainggolan; Ni Made Yuniti; I Made Arif Adiguna
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 02 (2020): Person-Patient-Family-Community Centered Care
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i02.46

Abstract

Masalah Mutu: World Health Organization menyatakan bahwa 10% pasien di rumah sakit mengalami insiden, dan 5-21% dari kejadian tersebut menyebabkan kematian. Di Indonesia, 14,41% KTD dan 18,53% KTD disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26 %), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh (5,15%). Manajemen risiko dipercaya dapat menjamin pengawasan dan pencegahan risiko dapat dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Namun, hanya seperempat organisasi di dunia yang menerapkan manajemen risiko secara matur. Pada rumah sakit dengan maturitas manajemen risiko yang rendah, indeks pelaporan risiko atau insiden hanya mencapai 50% dengan indeks kemapanan manajemen risiko yang rendah. Pilihan Solusi: RS Mata Bali Mandara (RSMBM) membangun aplikasi software pengendalian internal berbasis komputer bernama Sistem Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko RSMBM (SIPRIMA) yang memudahkan identifikasi dan analisis risiko, pengelolaan risiko yang komprehensif dan terintegrasi, serta memudahkan pelaporan berbagai insiden.Implementasi: Prosedur manajemen risiko melalui SIPRIMA meliputi memasukkan berbagai jenis risiko oleh masing-masing unit; menentukan risk priority number (RPN) inherent dan residual, prioritas risiko, matrix grading; merumuskan rencana pengelolaan dan menetapkan siklus FOCUS-PDCA untuk risiko yang memerlukan pengelolaan yang kompleks. FOCUS-PDCA dapat berlanjut ke siklus berikut dan seterusnya, mencetak detil risiko, siklus FOCUS-PDCA, dan pengendalian apabila risiko telah selesai dikelola.Evaluasi dan Pembelajaran: Terlihat peningkatan jumlah risiko dari 114 (2016) menjadi 249 (2018). Selain itu juga prosentase penanganan masalah meningkat, dari sebesar 86,80% (2016) menjadi sebesar 97,59% (2018), dan unit yang memiliki daftar risiko juga meningkat dari 53,8% (2016) menjadi 84,62% (2018). Sebesar 88,46% unit telah menyusun program berbasis manajemen risiko. Namun demikian, SIPRIMA masih belum optimal mendukung komunikasi dan koordinasi terkait manajemen risiko, sehingga perlu pengembangan aplikasi lebih lanjut.