Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Eksplorasi Simbol Konvensional dan Universal dalam Penciptaan Video Art Kampanye Anti Perang dan Kekerasan “WARKAHOLIC” dengan Teknik Animasi 3D Arif Sulistiyono
Rekam: Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Rekam 8
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v0i0.384

Abstract

At The End of 2010 to 2011 there has been a political crisis in MiddleEastern countries and parts of North Africa. The movement called "JasmineRevolution" caused by poor socioeconomic situation in the region, while itspresidents has been living rich in power for decades. It was raised the anger of the people and cause lot of protest to raising down the Presidents. Most of the presidents refused to resign and against the protester violently. The thousands of people have been killed and injured due to the demonstrations and civil war during the conflict. The Indonesian people must be wary to prevent leadership crisis's revolution. They need to be aware that the war and violence conflict caused suffering continously and harmfull for both of them."Warkaholic" is a manifestation of the artist's social responsibility to deliver the message through their artworks. It formed into the video arts and the topic of its art works are stop war and violence campaign. This video arts does not emphasize the personal subjectivity aspects as a fine art works. It will be more objective and easily understood for the public in general and can be seen by peoples through any audiovisual media.The methods of art works's realization are narrative style approach andapplying universal symbol, iconic, connotative to the visual and sound elements of the object. Visual storytelling content can be understood by peoples as a representation of the impact of war and violence. The Supers or text is to be the key of the public's message to stop war and violence. The computer 3D animation technique is used to create realistic  visualization and to make something impossible in live action technique can be relatively possible.
Penciptaan Film Seri Animasi “Sahabat Pancasila” sebagai Media Pendidikan Moral Pancasila di Kanal Youtube Arif Sulistiyono; Mohammad Arifian Rohman
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 17, No 2 (2021): Oktober 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v17i2.5197

Abstract

Pancasila sebagai landasan ideologi diharapkan menjadi watak yang mencirikan pribadi bangsa Indonesia. Toleransi antar umat beragama sebagai bagian nilai-nilai moral Pancasila idealnya tumbuh dalam kesadaran batin setiap manusia. Sikap toleran dapat ditanam dan dipelihara sejak usia dini sebagai bagian pendidikan karakter. Edukasi dalam bentuk film dianggap lebih efektif di tengah tumbuh kembang budaya layar saat ini. Film animasi “Sahabat Pancasila” dibuat sebagai salah satu usaha menanamkan nilai-nilai moral Pancasila kepada anak melalui contoh kongkrit menghormati ibadah pemeluk agama lain. Penggambaran sikap toleransi melalui adegan dan dialog dalam bentuk film animasi diharapkan lebih menarik perhatian, mudah diingat dan dapat ditiru oleh penonton anak-anak. Akan tetapi bentuk edukasi nilai-nilai moral Pancasila melalui film tidak cukup hanya dengan satu judul film, melainkan harus ada judul-judul lain yang sesuai dengan butir-butir Pancasila lainnya dan ditayangkan secara berkelanjutan supaya mudah diingat anak-anak. Film animasi ini dibuat dengan metode five-stage production dalam bentuk dua-dimensi digital dan ditayangkan melalui kanal YouTube agar mudah dijangkau penontonnya.
Evaluasi Sintesis Ekspresi Wajah Realistik pada Sistem Animasi Wajah 3D dengan Teknologi Motion Capture Samuel Gandang Gunanto; Arif Sulistiyono; Agnes Karina Pritha Atmani; Troy Troy
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 14, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v14i2.1747

Abstract

The human face has a unique shape and size, as well as a 3D character face model. The facial animation of 3D virtual characters is mostly done manually by moving the rigging in each frame. The more characters used, the more production costs that must be incurred. The absence of a cheap facial motion transfers system is also one of the reasons why not many studios are using motion capture technology in Indonesia.This research will evaluate the implementation of a facial expression synthetically using motion capture technology built from radial basis function (RBF) as a method of marker transfer as a reference for rigging movement in point cluster system. Testing is done by approaching facial expressions according to FACS theory and questionnaire of synthesis results.The experimental results show that according to FACS theory the requirement of expression formation has been fulfilled by referring to changes in facial features, but the implementation is not always able to describe perfectly the desired condition, namely the average percentage of faces easily recognizable by 35.53%. Therefore, the influence of animators in the control of micro expression improvements or the addition of exaggeration principle elements in the manufacture of facial animation is very important to produce facial expressions that are easily recognized by the audience.
Menengok Kembali Eksistensi Visual Effect Film Indonesia Arif Sulistiyono
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 10, No 1 (2014): April 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v10i1.3246

Abstract

AbstrakVisual effect film dunia saat ini sudah mencapai tingkat pencapaian tertinggi yang mampumembuat semua yang tidak mungkin menjadi mungkin, baik yang berdasarkan kenyataan,realita, sampai dengan yang bersifat imajinatif. Visual effect (VFX) atau efek visual hampirselalu hadir dalam film-film bergenre action yang mampu membuat penonton benar-benaryakin bahwa adegan tersebut adalah nyata, tak terkecuali untuk film-film buatan Indonesia.Namun, selama tiga dekade eksistensi efek visual di Indonesia, realita perkembangannya jauhtertinggal dibanding kualitas efek visual film Holywood baik dari sisi estetika maupun teknik.Masih banyak film Indonesia yang tidak meyakinkan dari sisi efek visualnya sehingga tidakcukup membuat penonton percaya bahwa adegan yang dihadirkan seolah-olah nyata atau tidakmempunyai efek realitas. Bahkan beberapa efek visual film/sinetron yang ditayangkan di salahsatu televisi swasta seringkali menjadi bahan cemoohan karena nampak jelas kepalsuannya.Sumber daya bidang animasi dan visual effect di Indonesia sesungguhnya sangat memenuhisyarat dan mampu membuat efek visual setara dengan produksi Holywood, namun padakenyataannya selalu ditemukan faktor klasik yang menghambatnya antara lain faktorkesempatan dan pembiayaan. Looking Back the Existence of Indonesia Film’s Visual Effects. The film’s visual effects arenow reaching the highest level of achievement that is able to make all the impossible becomespossible, whether based on fact, reality, to the imaginative nature. Visual effects (VFX) orvisual effect almost always presents in the action films genre that are able to make the audiencereally believe that these scenes are real, not least for films made in Indonesia. However, duringthe three decades of the existence of the visual effects in Indonesia, the reality of developmentis far behind the quality of visual effects of Hollywood movies both in terms of aesthetics andengineering. There are still many Indonesian films which are not convincing in terms of visualeffects that do not quite make the audience believe that the scene is presented as if it is realor not have the effect of reality. Even some of the visual effects of the film / soap opera thataired on a private television is often played as the subject of ridicule for obvious falsehood.Resources field of animation and visual effects in Indonesia actually highly qualified and ableto create visual effects on par with Hollywood production, but in fact, the classical factor thathinders among other factors and financing opportunities are always found.
Pemaknaan Konsep Suara Cross Over Diegetic Dan Lack Of Fidelity Berdasarkan Teori Semiotika John Fiske Pada Film Apocalypse Now (1979) Ulfa Huwaida Nursyifa; Arif Sulistiyono; Raden Roro Ari Prasetyowati
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.189 KB) | DOI: 10.24821/sense.v4i2.6795

Abstract

ABSTRAK Keunggulan tata suara Film Apocalypse Now ada pada kemajuan teknologi 5.1 (stereo surround) pertama kali, kemegahan suara dari suara sintetis, konsep suara yang variatif. Dengan demikian, mendukung jalannya penelitian khususnya pada konsep suara cross over diegetic dan lack of fidelity. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang menjabarkan analisis ke dalam data berupa gambar, tabel, dan kata-kata. Selanjutnya mengobservasi data pada film, menganalisis unsur suara yang membangun konsep tersebut dengan memerhatikan ruang diegetic dan non diegetic, kemudian identifikasi makna berdasarkan teori semiotika John Fiske. Hasil kajian ditemukan turunan  konsep baru dari konsep cross over diegetic yakni suara yang berangkap peran. Pemaknaan konsep suara cross over diegetic dan lack of fidelity memaknai subjektivitas karakter dari level representasi, pada level ideologi konsep ini cenderung menguak sisi Amerika, meliputi karakter, kemiliteran, kelas sosial.  Kata Kunci : Film "Apocalypse Now", Cross Over Diegetic, Lack of Fidelity, Semiotika John Fiske
Kisah Hidup Korban Bullying Dalam Dokumenter Performatif "Repost" Vera Isnaini; Arif Sulistiyono; Gregorius Arya Dhipayana
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (93.475 KB) | DOI: 10.24821/sense.v2i1.5071

Abstract

ABSTRACTNegative side of bullying is the main theme of“REPOST” documentary. The making of “REPOST” aimed to deliver a story and perception of bullying by Vera (Nia’s sister) through the bullying case of Vera’s sister, Nia. This film appears under the performative mode. According to Bill Nichols, performative mode contains three aspect, subjective, related to memory and experience, and expressive.The performative mode of this film formed by putting Vera as the narrator owning a personal point of view to describe the phenomena of bullying through her sister case. Information and story are delivered by reconstruction, symbol, and expressively using cinematography elements. Performative documentary film brings personal and emotional intensities from the subject to deliver the case inside the film. The performative mode in “REPOST” documentary can deliver the emotion of Vera and her contradiction of her sister bullying case. Keyword: documentary, performative, bullying, reconstruction ABSTRAKFilm dokumenter performatif “REPOST” mengangkat tema besar dampak negatif bullying. Penciptaan karya film dokumenter “REPOST” digunakan untuk menyampaikan cerita dan persepsi Vera (adik) terhadap kisah hidup Nia, kakak dari Vera, sebagai korban bullying. Film dokumenter ini dikemas dengan bentuk performatif. Bentuk/mode performatif menurut Bill Nichols memiliki ciri-ciri subjektif, bersifat memory and experience, dan ekspresif.Bentuk performatif pada film ini dibangun dengan menempatkan Vera (adik) sebagai narator yang memiliki sudut pandang personal dalam memandang fenomena bullying melalui kasus kakaknya. Penyampaian informasi dan cerita dilakukan melalui rekonstruksi simbol dan secara ekspresif menggunakan unsur-unsur sinematik dalam mendukung penyampaian informasi.Dokumenter performatif berangkat dengan tujuan memberikan intensitas personal dan emosional seorang subjek dalam menyampaikan kasus di dalamnya. Penggunaan bentuk performatif  pada film dokumenter “REPOST” dapat menyampaikan emosi dari Vera serta menyampaikan ketidakberpihakan dia terhadap kasus bullying kakaknya. Kata kunci: dokumenter, performatif, bullying, rekonstruksi
Analisis Efektivitas Montage Sequence untuk Menunjukkan Pemadatan Waktu pada Film “Hot Fuzz” Raden Harsono Budiprasetya; Lucia Ratnaningdyah; Arif Sulistiyono
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (961.386 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3485

Abstract

Sebuah film umumnya menggunakan teknik editing yang dinamakan ellipsis (pemadatan waktu), ellipsis adalah teknik yang menghilangkan beberapa porsi dari suatu adegan yang dianggap tidak mempengaruhi naratif secara signifikan untuk menghemat waktu. Terdapat salah satu cara untuk membentuk ellipsis yang dinamakan montage sequence. Montage sequence adalah serangkaian shot yang menunjukkan suatu rangkaian proses dari sebuah adegan yang terbilang lama menjadi lebih pendek.Film “Hot Fuzz” adalah salah satu film yang cukup banyak menggunakan montage sequence dalam membentuk ellipsis. Umumnya penggunaan montage sequence dalam satu film tidaklah banyak dan dalam rentang yang cukup berjauhan. Namun pada film “Hot Fuzz” karya sutradara Edgar Wright ini justru terlihat dominan menggunakan banyak montage sequence dalam rentang yang berdekatan. Karena alasan tersebut film ini dipilih sebagai objek penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang akan mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas semua montage sequence yang ada dalam film tersebut.Penelitian ini melakukan analisis terhadap keefektifan montage sequence dengan cara mengamati esensi adegan dan unsur pembentuk montage sequence. Berdasarkan analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa montage sequence yang muncul dalam film “Hot Fuzz” dapat secara efektif memadatkan waktu. Durasinya cepat dan dapat mempertahankan inti esensi dari adegan yang dipadatkan. Montage sequence pun turut membantu dalam hal seperti pendukung kesan komedi dan pembentuk suasana.
PERAN DIEGETIC SOUND DALAM MEMBANGUN SUSPENSE PADA FILM “A QUIET PLACE” Panji Kukuh Priambodho; Arif Sulistiyono; Lilik Kustanto
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.358 KB) | DOI: 10.24821/sense.v2i2.5078

Abstract

ABSTRAK            Film A Quiet Place di sutradarai oleh John Krasinki. Film ini berdurasikan 90 menit dan berdiri di bawah naungan Paramount Picture. Adapun prestasi dari film A Quite Place yakni pada Hollywood Film Award 2018 sebagai pemenang Sound of the Year, dan berbagai prestasi lainnya di bidang suara. Skripsi Pengkajian Seni yang berjudul “Peran Diegetic Sound Dalam Membangun Suspense Pada Film A Quiet Place” ini bertujuan untuk melihat bagaimana diegetic sound berperan dalam pembangunan suspense pada film A Quiet Place.     Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengobservasi data pada film, menganalisis, memilah dan memperhatikan bagaimana suspense terjadi, lalu setiap titik suspense diamati setiap komponen pembentuk diegetic sound, dan selanjutnya menggabungkan data-data yang berkaitan sehingga didapatkan kesimpulan bagaimana suspense dapat dibangun dengan diegetic sound.Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa Diegetic sound pada film A Quiet Place mampu membangun ketegangan atau suspense. Hal ini dilihat berdasarkan dari hasil analisa bahwa komponen diegetic sound seperti onscreen sound, offscreen sound, external diegetic sound dan internal diegetic sound memiliki perannya masing-masing dalam pembangunan suspense, setiap komponen diegetic sound memiliki motif kemunculan yang berbeda-beda namun tujuan mereka sama-sama sebagai pemancing atau pemantik tensi suspense. Kata Kunci: Film “A Quiet Place”, Diegetic Sound, Suspense
PENGGUNAAN ELLIPTICAL EDITING UNTUK MEMBANGUN SURPRISE DALAM EDITING FILM “BAJING LONCAT” Tegar Dyon Muhammad; Arif Sulistiyono; Andri Nur Patrio
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.117 KB) | DOI: 10.24821/sense.v3i2.5125

Abstract

ABSTRACT            In writing a scenario, there are elements that can support development of the story, one of it is "surprise".  Scenario of "Bajing Loncat" has a potential surprise that can be presented through editing.  The surprise factor in the story can't be separated from the bridging set-up design of audience's expectations. Set-up and expectations are one unit formed as a formula for creation of a surprise.            The editor will apply the concept of elliptical editing to the storytelling structure of film "Bajing Loncat" to manipulate the storytelling and timing without corrupting the important information of the story. Elliptical editing applied in the story is not only manipulating time, besides The application of elliptical editing can actually have another impact, named by surprise.            The construction of the set-up for generating a surprise is applied to causality, action-reaction, and the emotional continuity that becomes a solid foundation in shaping audience expectations. Embodiment concept of elliptical editing is used in some potential scenes that emergence a surprise. The surprises that appear in the story have a various impact to the audience. Keywords: set-up, expectations, elliptical editing, surprise.  ABSTRAK                        Dalam penulisan skenario terdapat unsur-unsur yang dapat mendukung perkembangan cerita, salah satunya adalah surprise. Skenario film “Bajing Loncat” memiliki potensi surprise yang dapat dihadirkan melalui editing. Kemunculan surprise dalam cerita, tidak lepas dari rancangan set-up yang menjembatani ekspektasi penonton. Set-up dan ekspektasi merupakan satu kesatuan yang terbentuk sebagai formula atas terciptanya sebuah surprise.            Editor akan menerapkan konsep elliptical editing ke dalam struktur penceritaan film “Bajing Loncat” untuk memanipulasi runag dan waktu penceritaan tanpa mengurangi informasi penting dalam penceritaan. Elliptical editing yang diterapkan dalam cerita tidak hanya memanipulasi waktu saja, disamping itu penerapan elliptical editing justru dapat memunculkan dampak lain yaitu surprise.            Pembangunan set-up untuk memunculkan surprise diterapkan pada hubungan sebab akibat, aksi reaksi, dan kesinambungan emosi yang menjadi landasan kuat dalam membentuk ekspektasi penonton. Konsep perwujudan elliptical editing digunakan pada beberapa scene yang mengandung potensi kemunculan surprise. Surprise yang dimunculkan dalam cerita memiliki dampak yang berbeda-beda pada penonton. Kata kunci: set-up, ekspektasi, elliptical editing, surprise.
ANALISIS FAKTOR PENENTU KINERJA KARYAWAN PATRA HOTEL DAN CONVENTION SEMARANG Arif Sulistiyono; Jefri Heridiansyah; Theresia Susetyarsi
JURNAL STIE SEMARANG Vol 12 No 2 (2020): Volume 12 No 2 Edisi Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33747/stiesmg.v12i2.415

Abstract

This research aims to find out: 1) The influence of work motivation on the performance performance of Patra Hotel and Convention Semarang employees. 3) Effect of work environment on the performance of Patra Hotel and Convention Semarang employees. 4) The effect of work discipline on the performance of Patra Hotel and Convention Semarang employees. The population in this study were 150 employees of Patra Hotel and Semarang Convention. The sample of Patra Hotel and Convention Semarang employees 2) The influence of leadership on the of this study were 60 employees of Patra Hotel and Convention Semarang. The results found that: 1) Work motivation has a significant effect on employee performance (β) 0.388 with a sig value of 0,000 <0.05. 2) Leadership has a significant effect on employee performance (β) 0,277 with sig value 0,001 <0,05 3.) Work environment has a significant effect on employee performance of (β) 0,256 with sig value 0,000> 0,05. 4) Work Discipline has a significant effect on employee performance of (β) 0.382 with sig 0.002 <0.05.