Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Dosa Anak Lembu Emas dan Citra Diri Harun: Refleksi Kajian Biblis Keluaran 32:1-35 tentang Kepemimpinan Kristiani Andreas Joswanto; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 6, No 1: Mei 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v6i1.368

Abstract

Aaron's contribution to building the statue of the golden calf set a bad precedent for Christian leadership. Aaron had the gift of experience, opportunity, and ability to save the Israelites from mortal sin, but he did not. This article aims to explore the meaning of Harun's actions in the event of the statue of the calf, provide an analysis of it, and a reflective description of the event of Christian leadership today. The research method uses a qualitative approach through a literature study approach about Aaron's leadership and his reflection on the narrative of Exodus 32:1-35. The conclusion was found that Harun's error was caused because leadership motivation was based on self-image which led to a compromising attitude towards the truth or not having the courage to oppose untruth so that it is reflective for Christian leadership to be able to stand on the truth of God's word with full trust in God and keep away selfishness and greed and unfavorable motivations. And Christian leaders are required to clean their leadership motivation from self-image and replace it with pure motivation in all service to God and others.AbstrakKontribusi Harun dalam membangun patung tuangan anak lembu emas menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan Kristen. Harun memiliki anugerah pengalaman, kesempatan dan kemampuan untuk menghindarkan bangsa Israel dari dosa besar, namun dia tidak melakukannya. Artikel ini bertujuan mendalami makna tindakan Harun dalam peristiwa patung tuangan anak lembu, memberi-kan analisis terhadapnya dan deskripsi reflektif peristiwa tersebut terhadap kepe-mimpinan Kristen saat ini. Metode penelitian menggunakan kualitatif melalui sebuah pendekatan studi literatur tentang kepemimpinan Harun dan refleksinya pada narasi Keluaran 32:1-35. Hasil simpulan ditemukan bahwa kesalahan Harun diakibatkan karena motivasi kepemimpinan didasarkan kepada citra diri yang berujung pada sikap kompromi terhadap kebenaran atau tidak memiliki kebera-nian dalam menentang ketidakbenaran, sehingga reflektif bagi kepemimpinann Kristen harus dapat berdiri diatas kebenaran firman Tuhan dengan penuh percaya kepada Tuhan dan menjauhkan egois dan keserakahan serta motivasi yang tidak berkenan. Dan para pemimpin Kristen disyaratkan untuk membersihkan motivasi kepemimpinannya dari citra diri dan menggantikannya dengan motivasi murni dalam segala pelayanan kepada Tuhan dan sesama.
Peran Orang Tua dalam Penanaman Nilai-nilai Karakter Kristus pada Era Digital Hermansjah Thi Ekoprodjo; Andreas Joswanto; Simon
ELEOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol. 2 No. 1 (2022): Juli 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalvari Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53814/eleos.v2i1.13

Abstract

Abstract: The purpose of writing a journal is to find out how the role of parents in inculcating the value of Christ in the digital era. The main task of parents in inculcating the value of Christ's character is to help children to understand the character of the Lord Jesus through the truth of His words. So that they become like Christ. It is important for parents to understand their role in educating children to have the character of Christ, so that children will become a picture of who they are. As parents, we must be able to provide teaching about the cultivation of Christ's character values ​​in the digital era. Thus, the values ​​of Christ's character taught by parents will have a positive influence on children who receive teachings about these values, Christ, even they will have them. Christ-centered truth values, this will affect the change in children's character, so that growth, intellectual and spiritual become balanced even this does not make self-satisfaction but can be used to serve others in this digital era.Abstrak: Tujuan penulisan jurnal ini untuk mendiskusikan bagaimana peran orang tua dalam penanaman nilai karakter Kristus pada era digital. Tugas utama orang tua terhadap penanaman nilai karakter Kristus adalah menolong anak agar dapat memahami karakter Tuhan Yesus Kristus melalui kebenaran firman-Nya, agar mereka menjadi serupa dengan Kristus. Orang tua perlu memahami peran mereka dalam mendidik anak agar memiliki karakter Kristus, dengan demikian anak akan menjadi gambaran Kristus dimanapun mereka berada. Sebagai orang tua harus mampu dalam memberikan pengajaran tentang penanaman nilai-nilai karakter Kristus di era digital. Dengan demikian nilai karakter Kristus yang diajarkan oleh orang tua akan membawa pengaruh positif bagi anak yang mendapatkan pengajaran tentang nilai-nilai Kristus tersebut, bahkan mereka akan memiliki nilai-nilai kebenaran yang berpusat kepada Kristus. Sehingga berpengaruh bagi perubahan karakter anak, pertumbuhan, intelektual dan spiritual menjadi seimbang bahkan hal ini tidak menjadikan puas diri tetapi bisa dipakai untuk melayani orang lain pada era digital ini.
Keteladanan Yesus Mengajar Murid-Murid dan Implikasinya bagi Pelayanan Sekolah Minggu Endah Mulyani; Semuel Ruddy Angkouw; Andreas Joswanto
REAL DIDACHE: Journal of Christian Education Vol 2, No 1: Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Real Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2781.994 KB) | DOI: 10.53547/rdj.v2i1.151

Abstract

Sunday School service is very important in the Church. Therefore, it cannot be ignored but must get a sufficient portion of attention and full support from the church. Sunday School Waiter. It is not easy, it needs knowledge and skills to teach and educate children with the aim of guiding children to know God early. In writing this scientific work, researchers use qualitative methods, namely describing data. While the main source of study is journal articles and books that discuss the example of Jesus in teaching students and its implications in the ministry of Sunday School. Urain in this article shows that Jesus the Great Teacher has given an example in teaching effective and successful disciples. Jesus' teaching was great in teaching him eternal life. His way of teaching is also very clear in the presentation of the material. His example in terms of sacrifice, mercy and honesty greatly adds to the quality of His teachership as a Rabbi. Jesus not only gave teaching, but also discipleship to the end of the world. Childhood is an important stage in the formation of personality basics later in life. Jesus' example in teaching the students is very effective and greatly supports the success of Sunday School ministry.Keywords: The example of Jesus, teaching, Ministry, Sunday SchoolAbstrakPelayanan Sekolah Minggu sangat penting di dalam Gereja. Karena itu, tidak bisa diabaikan begitu saja namun harus mendapatkan porsi perhatian yang cukup dan dukungan penuh dari gereja. Pelayan Sekolah Minggu. tidaklah mudah, perlu pengetahuan dan ketrampilan guna mengajar dan mendidik anak-anak dengan tujuan membimbing anak untuk mengenal Tuhan sejak dini. Dalam penulisan karya ilmiah ini peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu menjabarkan data sedangkan sumber utama kajian adalah artikel jurnal dan buku-buku yang membahas tentang keteladanan Yesus dalam mengajar murid-murid dan implikasinya dalam pelayanan Sekolah Minggu. Uraian pada artikel ini menunjukkan Yesus Guru Agung itu telah memberikan keteladanan dalam mengajar para murid yang efektif dan berhasil. Pengajaran Yesus sangat hebat dalam mengajarkan nilah hidup kekal. Cara mengajar-Nya sangat jelas dalam pemaparan materi. Keteladanan-Nya dalam hal pengorbanan, belas kasihan dan kejujuran sangat menambah kualitas keguruan-Nya sebagai seorang Rabi. Yesus bukan hanya memberikan pengajaran saja, tetapi juga pemuridan sampai akhir dunia. Masa anak-anak merupakan tahap penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian di kemudian hari. Keteladanan Yesus di dalam mengajar para murid sangat efektif dan sangat menunjang keberhasilan pelayanan Sekolah Minggu.Kata kunci: keteladanan Yesus; mengajar; pelayanan; sekolah minggu
Implementasi Galatia 3:28-29 Terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam Menghapus Isu Rasial Endik Firmansah; Andreas Joswanto; Simon Simon
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.38

Abstract

Whatever the reason, racialism must be abolished in Christianity because it is not in accordance with the teachings of God's Word. Christians who are still racist must repent by accepting the Lord Jesus as their personal Savior and free themselves from racist attitudes. The racial phenomenon that exists in Christianity is a challenge that must be faced and resolved by the church. This is very possible because within Christianity there are still people who see each other through a certain skin color, hair shape, ethnicity and even gender. In discussing the implementation of Galatians 3:28-29 on James H. Cone's Black Theology in eliminating racial issues, the author will describe the contents of Gal. 3:28-29 as a supporting verse to remove racial issues that exist in Christianity. Where from the racial issues that developed, James H. Cone's Black Theology was chosen to be the object of research for comparison with the verses discussed, because Cone is a Black figure who pioneered Black Theology which is quite popular and has contributed theology that can be a reference or reference that seems would justify racial issues within Christianity. So it is hoped that with this discussion the author can add thoughts to free Christians from racist attitudes.ABSTRAKApapun alasannya, rasieme harus dihapuskan dalam kekristenan karena tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Orang Kristen yang masih bersikap rasis harus bertobat dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya dan membebaskan dirinya dari sikap yang rasis. Fenomena rasial yang ada di dalam kekristenan adalah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh gereja. Hal ini sangat mungkin karena di dalam Kristen sendiri masih ada orang yang melihat sesamanya melalui warna kulit tertentu, bentuk rambut, suku dan bahkan jenis kelamin. Dalam pembahasan mengenai implementasi Galatia 3:28-29 terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam menghapus isu rasial, penulis akan memaparkan isi dari Gal. 3:28-29 sebagai ayat pendunkung untuk menghapus isu rasial yang ada di dalam Kristen. Dimana dari isu rasial yang berkembang, Teologi Hitam James H. Cone dipilih menjadi obyek yang diteliti untuk dikomparasikan dengan ayat yang dibahas, karena Cone adalah tokoh Hitam pencentus Teologi Hitam yang cukup popular dan telah memberikan sumbangsih teologi yang dapat menjadi rujukan atau referensi yang seakan-akan membenarkan isu rasial di dalam Kristen. Sehingga diharapkan dengan pembahasan ini penulis dapat menambahkan sumbangsih pemikiran untuk membebaskan umat Kristen dari sikap yang rasis. Kata Kunci: Galatia 3, Teologi Hitam, James H. Cone, Rasial 
Kajian Alkitab Terhadap Fenomena Ibadah Metaverse Tjutjun Setiawan; Andreas Joswanto; Tan Lie Lie; Simon Simon
JURNAL LUXNOS Vol. 8 No. 2 (2022): LUXNOS: JURNAL SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PELITA DUNIA EDISI DESEMBER 2022
Publisher : STT Pelita Dunia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47304/jl.v8i2.223

Abstract

Abstract: Metaverse offered a virtual world where each member could interact with one another without face-to-face. Metaverse digital technology has drawn the churches’ interest to utilize it as an option for virtual worship. The existence of metaverse in churches has gradually led to less interaction among believers. Was it true that metaverse made the church ministry easier? What does the Bible say about the metaverse? This research used a literature study in which the function of the church was studied and how it related to the metaverse, a virtual space device. The conclusion is that the digital technology of the metaverse could not always be used in Christian worship. Biblical facts assign the believers' meetings (face-to-face) as an option and priority in communion. The Bible does not reject digital developments but requires believers and church leaders to be critical and wise in facing technological developments to improve the ministry and not to take people away from God and fellow believers because of technological devices. Abstrak: Metaverse menyajikan sebuah dunia virtual di mana setiap anggota dapat saling berinteraksi tanpa harus melakukan tatap muka secara langsung. Teknologi digital metaverse sudah mulai diminati gereja untuk digunakan sebagai opsi dalam melakukan ibadah virtual. Kehadiran metaverse dalam gereja secara perlahan menyebabkan berkurangnya interaksi bagi sesama orang percaya. Benarkah metaverse memudahkan pelayanan gereja? Bagaimana kajian Alkitab terhadap metaverse? Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka di mana fungsi gereja dikaji dan bagaimana relevansinya dengan perangkat ruang virtual metaverse. Kesimpulan yang didapat bahwa tidak selalu teknologi digital metaverse dapat dipergunakan dalam hal ibadah Kristiani. Fakta Alkitab menempatkan pertemuan-pertemuan orang percaya (tatap muka) sebagai opsi dan prioritas dalam suatu persekutuan. Alkitab tidak menolak perkembangan digital, namun menuntut orang percaya dan pimpinan gereja untuk bersikap kristis dan bijak dalam menghadapi perkembangan teknologi agar dapat memajukan pelayanan, bukan sebaliknya membawa manusia menjauh dari Allah dan sesama karena perangkat teknologi.
Kajian Teologis Atas Konsep Otoritas dalam Matius 25:14-30 dan Refleksinya bagi Kepemimpinan Gereja Era Digital Yonatan Alex Arifianto; Carolina Etnasari Anjaya; Andreas Joswanto
CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 2, No 2 (2023): Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Anugrah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54592/jct.v2i2.114

Abstract

Every leader, including the church leaders, always had the authority to carry out his functions and duties. However, some facts showed that the leaders misused the authority for the benefit of themselves or their groups. This study provided an understanding of the term authority found in the  text of Matthew 25:14-30 and its reflections for the church leaders in the digital era. The method of the study was a literature study approach, using literature from various sources with relevant themes. The results showed   that according to Matthew 25:14-30, there were five main principles needed to carry out authority, namely: one, human’s authority belonged to God and was entrusted to be used for a purpose. Two, the authority of the leaders was used for His glory, according to His plans and purposes. Three, authority was a proof that God gave men freedom of action.  Four, trust and loyalty were the developers of authority. Five, authority always contained demands for responsibility to God. These five principles made the core of implementations to establish a Divine-quality self which became the main key of today's church leaders.  ABSTRAKSetiap pemimpin, termasuk pemimpin gereja, selalu memegang otoritas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Namun terdapat berbagai fakta yang menunjukkan bahwa para pemimpin menyalahgunakan otoritas terebut demi kepentingan diri atau kelompok. Kajian ini memberikan pemahaman tentang otoritas yang terdapat dalam teks matius 25:14-30 dan refleksinya bagi para pemimpin gereja di era digital. Metode kajian ini menggunakan pendekatan studi pustaka dari berbagai literatur dengan tema relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai kajian Matius 25:14-30 ditemukan bahwa dalam sebuah otoritas termuat lima prinsip utama yang perlu dilakukan dalam menunaikan otoritas yaitu: satu, otoritas manusia adalah milik Tuhan yang dipercayakan untuk dipergunakan dengan suatu tujuan. Dua, otoritas  pemimpin dipergunakan bagi kemuliaan-Nya, sesuai rencana dan tujuan-Nya.Tiga, otoritas sebagai bukti bahwa Tuhan memberikan kebebasan bertindak pada manusia. Empat, kepercayaan dan kesetiaan adalah pembangun otoritas. Lima, dalam otoritas selalu termuat tuntutan pertanggungjawaban kepada Tuhan Lima prinsip tersebut menghasilkan inti implementasi yaitu membangun diri berkualitas Ilahi menjadi kunci pokok para pemimpin gereja di masa kini. dalam menjalankan tugas kepemimpinan di era digital. Kata Kunci: Konsep Otoritas; Otoritas Kristen; Kepemimpinan Kristen; Otoritas Kepemimpinan