Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Pendampingan Pastoral bagi Pasangan yang Bercerai Tjutjun Setiawan; Fitry Riny Lasmaria; Yanto Paulus Hermanto; Karyo Utomo
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 6, No 1: Mei 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v6i1.343

Abstract

Everyone certainly does not want the ark of his household to be destroyed and end in divorce. In reality, many couples divorce for various reasons, and it has an impact not only on the children and the family but also on the divorced couple. The church generally provides assistance when the married couple is about to divorce. Still, after the court's decision has been issued, which legalizes their divorce, pastoral assistance is no longer carried out. This study examines how important pastoral assistance is for divorced couples so that it can reduce the impact on their lives who are in pre-divorce or post-divorce. The method used is a literature study and using an interview instrument with one of the divorced couples, and the conclusion obtained is how important it is for the church to provide pastoral care for divorced couples so that they can continue to live and continue their daily lives and build a more spiritual life. better yet, prevent adultery due to biological needs that are not channeled as a logical consequence of a divorce. The divorced couple may be directed to be able to reconcile again if they cannot bear to control lust.AbstrakSetiap orang pasti tidak menginginkan bahtera rumah tangganya hancur dan berujung dengan perceraian. Dalam realita hidup banyak dijumpai pasangan-pasangan yang melakukan perceraian dengan berbagai alasan dan itu memberikan dampak bukan hanya terhadap anak-anak, keluarga tetapi juga terhadap pasangan yang bercerai tersebut. Gereja pada umumnya memberikan pendampingan pada waktu pasangan menikah itu hendak bercerai, tetapi setelah keluarnya putusan pengadilan yang mensahkan perceraian mereka, pendampingan pastoral tidak lagi dilakukan. Penelitian ini mengkaji bagaimana pentingnya pendampingan pastoral bagi pasangan bercerai sehingga dapat mengurangi dampak dalam kehidupan mereka yang sedang dalam pra-perceraian ataupun pasca perceraian. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dan menggunakan instrumen wawancara dengan salah satu pasangan yang bercerai, dan kesimpulan yang didapat adalah betapa penting gereja melakukan pendampingan pastoral bagi pasangan yang melakukan perceraian agar mereka tetap dapat menjalankan dan melanjutkan kehidupan sehari-hari dan membangun kehidupan rohani dengan lebih baik lagi, mencegah terjadinya perzinahan karena kebutuhan biologis yang tidak tersalurkan sebagai konsekuensi logis dari sebuah perceraian, serta tidak tertutup kemungkinan pasangan bercerai ini diarahkan untuk dapat rujuk kembali.apabila mereka tidak tahan bertarak.
ANALISIS KRITIS TENTANG MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN MUSA BERDASARKAN KELUARAN 18:1:27 Alvonce Poluan; Tjutjun Setiawan; Steven Tommy Dalekes Umboh
Voice of HAMI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 2 (2022): Pebruari 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Hagiasmos Mission

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.016 KB)

Abstract

Management and leadership are very important themes in an organization both secular and spiritual, whose goal is to achieve the main target of the organization itself. This study tries to critically analyze Moses' management and leadership based on Exodus 18:1-27. This research uses a qualitative method with a literature study approach, and also through a study of the Bible verses in the eighteenth chapter of Exodus. Through this research, the authors hope that every organization has an understanding of how good management and effective leadership are, so that organizational goals can be achieved. The author concludes that Moses made a change in the pattern of leadership from a "one man show" to a tiered leadership where there was delegation of authority, duties and responsibilities by forming leadership units under him and placing the right people in the right positions with established qualifications. Keywords: management, leadership, Moses, Jethro ABSTRAK Manajemen dan kepemimpinan merupakan tema yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik yang bersifat sekuler maupun yang rohani, yang tujuannya adalah membawa organisasi itu mencapai apa yang menjadi target utama dari organisasi itu sendiri. Penelitian ini mencoba menganalisis secara kritis tentang manajemen dan kepemimpinan yang dilakukan Musa berdasarkan Kitab Keluaran 18:1-27. Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan, dan juga melalui kajian ayat-ayat Alkitab dalam Keluaran pasal delapan belas tersebut. Melalui penelitian ini penulis berharap setiap organisasi mempunyai pemahaman tentang bagaimana manajemen yang baik itu dan kepemimpinan yang efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Penulis mengambil kesimpulan bahwa Musa melakukan perubahan pola kepemimpinan dari yang bersifat “one man show” menjadi kepemimpinan berjenjang di mana terjadi pendelegasian wewenang, tugas dan tanggung jawab dengan membentuk unit-unit kepemimpinan di bawahnya dan menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat dengan kualifikasi yang sudah ditetapkan. Kata Kunci: manajemen, kepemimpinan, Musa, Yitro
Mentalitas Silo Ditinjau dari Perspektif Alkitab Styadi Senjaya; Tjutjun Setiawan; Tomi Yulianto; Yusup Heri Harianto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.260

Abstract

Pandangan tentang mentalitas silo ada dalam gereja dari waktu ke waktu. Faktor seperti cara komunikasi, penyampaian visi, dan lainnya ikut memengaruhi hal tersebut. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kekuatan organisasi, teknik silo-busting, dan tingkat kolaborasi dalam organisasi tertentu, organisasi yang menggunakan teknik silo-busting dibandingkan dengan organisasi yang memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah, kolaborasi internal yang lebih baik dalam sebuah organisasi. Tulisan ini bertujuan untuk menemukan perspektif Alkitab tentang mentalitas silo. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu metode kualitatif studi pustaka, menemukan cara Alkitab untuk dapat mengatasi mentalitas silo dalam melakukan pelayanan di gereja. Tulisan ini diharapkan dapat membantu gereja Tuhan untuk merumuskan manajemen gereja yang tepat dan sesuai dalam menjalankan organisasinya, hingga world view (pemahaman) pemimpin gereja menjadi benar. Kata Kunci: Manajemen Gereja, Mentalitas Silo, Kepemimpinan, Delegasi Abstract:This view of the silo mentality has existed in the church from time to time. Factors such as the way of communication, delivery of the vision, and others also influence this. Several studies show that there is a relationship between organizational strength, silo-busting technique, and the level of collaboration in a particular organization, organizations that use silo-busting techniques compared to organizations that have lower levels of performance, better internal collaboration within an organization. This paper aims to find a biblical perspective on the silo mentality. The research used in this paper, which is a qualitative method of literature study, finds the Bible's way to overcome the silo mentality in serving in the church. This paper is expected to help God's church to formulate appropriate and suitable church management in running its organization, so that the world view (understanding) of church leaders becomes correct. Keywords: Church Management, Silo Mentality, Leadership, Delegation
Perspektif Alkitab tentang Pilihan Menikah atau tidak Menikah Styadi Senjaya; Jessica Elizabeth Abraham; Tjutjun Setiawan; Meriwati Meriwati
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 5, No 1: Juli 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v5i1.154

Abstract

Views about marriage are changing. Factors such as culture, environment, and family also influence. Several studies show the number of people who choose not to marry has increased due to economic reasons, the trauma of divorce, or lifestyle choices. This paper aims to find a biblical perspective on a person's choice to marry or not to marry. The research used in this paper, which is a qualitative method of literature study, finds that a person's choice to marry or not to marry must be focused and based on God's will, not because of personal considerations. This paper is expected to help the church to provide guidance and biblical teaching for the congregation so that they can make decisions according to God's will.  AbstrakPandangan tentang pernikahan mengalami perubahan. Faktor seperti kebudayaan, lingkungan, dan keluarga ikut memengaruhi. Beberapa studi menunjukkan jumlah orang yang memilih untuk tidak menikah mengalami peningkatan dikarenakan alasan ekonomi, trauma perceraian ataupun pilihan gaya hidup. Tulisan ini bertujuan menemukan perspektif Alkitab tentang pilihan seseorang untuk menikah atau tidak menikah. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu metode kualitatif studi pustaka, menemukan pilihan seseorang untuk menikah atau tidak menikah harus berfokus dan berdasar kepada kehendak Tuhan bukannya karena pertimbangan pribadi. Tulisan ini diharapkan membantu gereja untuk memberikan bimbingan dan pengajaran Alkitabiah untuk jemaat agar dapat mengambil keputusan yang sesuai kehendak Tuhan. 
Mentalitas Silo Ditinjau dari Perspektif Alkitab Styadi Senjaya; Tjutjun Setiawan; Tomi Yulianto; Yusup Heri Harianto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.260

Abstract

Pandangan tentang mentalitas silo ada dalam gereja dari waktu ke waktu. Faktor seperti cara komunikasi, penyampaian visi, dan lainnya ikut memengaruhi hal tersebut. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kekuatan organisasi, teknik silo-busting, dan tingkat kolaborasi dalam organisasi tertentu, organisasi yang menggunakan teknik silo-busting dibandingkan dengan organisasi yang memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah, kolaborasi internal yang lebih baik dalam sebuah organisasi. Tulisan ini bertujuan untuk menemukan perspektif Alkitab tentang mentalitas silo. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu metode kualitatif studi pustaka, menemukan cara Alkitab untuk dapat mengatasi mentalitas silo dalam melakukan pelayanan di gereja. Tulisan ini diharapkan dapat membantu gereja Tuhan untuk merumuskan manajemen gereja yang tepat dan sesuai dalam menjalankan organisasinya, hingga world view (pemahaman) pemimpin gereja menjadi benar. Kata Kunci: Manajemen Gereja, Mentalitas Silo, Kepemimpinan, Delegasi Abstract:This view of the silo mentality has existed in the church from time to time. Factors such as the way of communication, delivery of the vision, and others also influence this. Several studies show that there is a relationship between organizational strength, silo-busting technique, and the level of collaboration in a particular organization, organizations that use silo-busting techniques compared to organizations that have lower levels of performance, better internal collaboration within an organization. This paper aims to find a biblical perspective on the silo mentality. The research used in this paper, which is a qualitative method of literature study, finds the Bible's way to overcome the silo mentality in serving in the church. This paper is expected to help God's church to formulate appropriate and suitable church management in running its organization, so that the world view (understanding) of church leaders becomes correct. Keywords: Church Management, Silo Mentality, Leadership, Delegation
Mentalitas Silo Ditinjau dari Perspektif Alkitab Styadi Senjaya; Tjutjun Setiawan; Tomi Yulianto; Yusup Heri Harianto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.260

Abstract

Pandangan tentang mentalitas silo ada dalam gereja dari waktu ke waktu. Faktor seperti cara komunikasi, penyampaian visi, dan lainnya ikut memengaruhi hal tersebut. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kekuatan organisasi, teknik silo-busting, dan tingkat kolaborasi dalam organisasi tertentu, organisasi yang menggunakan teknik silo-busting dibandingkan dengan organisasi yang memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah, kolaborasi internal yang lebih baik dalam sebuah organisasi. Tulisan ini bertujuan untuk menemukan perspektif Alkitab tentang mentalitas silo. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu metode kualitatif studi pustaka, menemukan cara Alkitab untuk dapat mengatasi mentalitas silo dalam melakukan pelayanan di gereja. Tulisan ini diharapkan dapat membantu gereja Tuhan untuk merumuskan manajemen gereja yang tepat dan sesuai dalam menjalankan organisasinya, hingga world view (pemahaman) pemimpin gereja menjadi benar. Kata Kunci: Manajemen Gereja, Mentalitas Silo, Kepemimpinan, Delegasi Abstract:This view of the silo mentality has existed in the church from time to time. Factors such as the way of communication, delivery of the vision, and others also influence this. Several studies show that there is a relationship between organizational strength, silo-busting technique, and the level of collaboration in a particular organization, organizations that use silo-busting techniques compared to organizations that have lower levels of performance, better internal collaboration within an organization. This paper aims to find a biblical perspective on the silo mentality. The research used in this paper, which is a qualitative method of literature study, finds the Bible's way to overcome the silo mentality in serving in the church. This paper is expected to help God's church to formulate appropriate and suitable church management in running its organization, so that the world view (understanding) of church leaders becomes correct. Keywords: Church Management, Silo Mentality, Leadership, Delegation
Kajian Alkitab Terhadap Fenomena Ibadah Metaverse Tjutjun Setiawan; Andreas Joswanto; Tan Lie Lie; Simon Simon
JURNAL LUXNOS Vol. 8 No. 2 (2022): LUXNOS: JURNAL SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PELITA DUNIA EDISI DESEMBER 2022
Publisher : STT Pelita Dunia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47304/jl.v8i2.223

Abstract

Abstract: Metaverse offered a virtual world where each member could interact with one another without face-to-face. Metaverse digital technology has drawn the churches’ interest to utilize it as an option for virtual worship. The existence of metaverse in churches has gradually led to less interaction among believers. Was it true that metaverse made the church ministry easier? What does the Bible say about the metaverse? This research used a literature study in which the function of the church was studied and how it related to the metaverse, a virtual space device. The conclusion is that the digital technology of the metaverse could not always be used in Christian worship. Biblical facts assign the believers' meetings (face-to-face) as an option and priority in communion. The Bible does not reject digital developments but requires believers and church leaders to be critical and wise in facing technological developments to improve the ministry and not to take people away from God and fellow believers because of technological devices. Abstrak: Metaverse menyajikan sebuah dunia virtual di mana setiap anggota dapat saling berinteraksi tanpa harus melakukan tatap muka secara langsung. Teknologi digital metaverse sudah mulai diminati gereja untuk digunakan sebagai opsi dalam melakukan ibadah virtual. Kehadiran metaverse dalam gereja secara perlahan menyebabkan berkurangnya interaksi bagi sesama orang percaya. Benarkah metaverse memudahkan pelayanan gereja? Bagaimana kajian Alkitab terhadap metaverse? Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka di mana fungsi gereja dikaji dan bagaimana relevansinya dengan perangkat ruang virtual metaverse. Kesimpulan yang didapat bahwa tidak selalu teknologi digital metaverse dapat dipergunakan dalam hal ibadah Kristiani. Fakta Alkitab menempatkan pertemuan-pertemuan orang percaya (tatap muka) sebagai opsi dan prioritas dalam suatu persekutuan. Alkitab tidak menolak perkembangan digital, namun menuntut orang percaya dan pimpinan gereja untuk bersikap kristis dan bijak dalam menghadapi perkembangan teknologi agar dapat memajukan pelayanan, bukan sebaliknya membawa manusia menjauh dari Allah dan sesama karena perangkat teknologi.
Perspektif Alkitab terhadap Praktek Euthanasia Hardi Halim; Tjutjun Setiawan
Jurnal Salvation Vol. 3 No. 2 (2023): Januari 2023
Publisher : STT Bala Keselamatan Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56175/salvation.v3i2.73

Abstract

Abstract: Death is an event that must occur in the life of every human being. Although it is something that is certain but it remains a mystery, because only God Himself knows when a person will experience death. However, not a few people who want to end their lives because of various life problems or because of various diseases that do not go away so that to end their suffering they take suicide actions that are carried out by themselves or carried out with the help of others, in this case assisted by medical personnel. , where this action is known as euthanasia. This study examines the biblical perspective on euthanasia. The method used is qualitative with a literature study approach where the main source is the Bible, then assisted by literature, published journals so that they can answer the problem. The conclusion is that there is euthanasia that is not according to the Bible but there is also euthanasia that can be justified in Christian ethics, namely natural passive euthanasia, a decision not to give machines or tools so that patients who should have died naturally but survived. with the machine so that his life depends on the machine and not in the hands of God.Abstrak: Kematian merupakan suatu peristiwa yang pasti terjadi dalam kehidupan setiap manusia. Meskipun itu adalah sesuatu yang pasti tetapi tetap merupakan sebuah misteri, sebab hanya Tuhan sendirilah yang tahu kapan seseorang itu akan mengalami kematian. Namun tidak sedikit orang yang ingin mengakhiri hidupnya karena berbagai persoalan hidup yang dialami ataupun karena berbagai penyakit yang tak kunjung sembuh sehingga untuk mengakhiri penderitaannya ia mengambil tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh diri sendiri maupun dilakukan dengan bantuan orang lain, dalam hal ini dibantu oleh tenaga medis, di mana tindakan ini dikenal dengan sebutan eutanasia. Penelitian ini mengkaji bagaimana perspektif Alkitab terhadap eutanasia. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka di mana sumber utama adalah Alkitab, lalu dibantu literatur, jurnal yang terpublikasi sehingga dapat menjawab rumusan masalah. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa ada eutanasia yang tidak sesuai dengan Alkitab tetapi ada juga eutanasia yang dapat dibenarkan secara etika Kristen, yaitu eutanasia pasif alami, suatu keputusan untuk tidak memberikan mesin atau alat-alat sehingga pasien yang seharusnya sudah mati secara wajar tetapi dapat bertahan hidup dengan mesin sehingga hidupnya tergantung kepada mesin dan bukan di tangan Allah.
Peran Gereja Dalam Bingkai Kebenaran Alkitab Terhadap Perkawinan Beda Agama Tjutjun Setiawan; Suranto Suranto
CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 2, No 2 (2023): Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Anugrah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54592/jct.v2i2.136

Abstract

Marriage was God's plan from the beginning since the creation of the first humans, Adam and Eve.  Genesis 2:18 said that it was not good for humans to be alone.  As a social being who got along in the society, there was a possibility for a man or woman to be acquainted and chose a marriage partner from a different religion so they performed an interfaith marriage.  How did the Bible highlight this issue?   This research used a  descriptive qualitative method with a literature approach in which   interfaith marriages were studied and explored from various references such as journals, literature,    online news and more specifically  from biblical sources.   This study aimed to enable Christians in general to know God's will about a marriage and to equip the church leaders to teach about marriage in accordance with the biblical truth. The conclusion was that the Bible forbade interfaith marriages, but if they were already in that situation, then remained in the marriage unless the non-believer spouse wanted to divorce, then the divorce could be carried out.  ABSTRAKPerkawinan adalah rencana Allah sedari semula sejak penciptaan manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa. Dalam Kejadian 2:18 bahwa tidak baik manusia itu seorang diri saja. Sebagai makhluk sosial yang bergaul dalam kehidupan masyarakat tidak tertutup kemungkinan bagi seorang laki-laki atau perempuan untuk mengenal, memilih pasangan dari agama yang berbeda sehingga melakukan perkawinan beda agama. Bagaimana kebenaran Alkitab dalam menyoroti masalah ini? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif desktiptif dengan pendekatan kepustakaan di mana perkawinan beda agama digali dan didalami dari berbagai referensi seperti jurnal, literatur, berita online dan terlebih khusus dari sumber Alkitab. Penelitian ini bertujuan supaya umat Kristiani secara umum dapat mengetahui kehendak Allah dari suatu perkawinan, dan bagi para pemimpin gereja supaya dapat memberikan pengajaran tentang perkawinan yang sesuai dengan kebenaran Alkitab Kesimpulan yang didapat bahwa Alkitab melarang untuk melakukan perkawinan beda agama, tetapi jika sudah terlanjur berada dalam situasi itu, maka tetaplah bertahan kecuali pasangan yang tidak seiman itu hendak melakukan cerai, maka perceraian dapat dilaksanakan.Kata Kunci: Peran Gereja, kebenaran Alkitab, Perkawinan, Beda Agama
Kepemimpinan Para Rasul Teladan Bagi Kepemimpinan Kristen Masa Kini Berdasarkan Kisah Para Rasul 1-6 Ferri Melki Pandeirot; Tjutjun Setiawan; Rinawati
Jurnal Missio Cristo Vol. 6 No. 2: Jurnal Missio-Cristo Oktober 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sola Gratia Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58456/missiocristo.v6i2.49

Abstract

Leadership is an ever-present topic that can be found in almost any knowledge discipline. Good or bad fate of society or mankind is determined by its leaders. This research examines how the spiritual condition of the Apostles after Jesus was ascended to heaven. After Jesus was ascended to heaven, the apostles and followers of Jesus lost a figure, a leader, an example giver who guided their lives. This situation could have affected the spiritual condition and firmness in holding all the teachings and commands of Jesus; how their leadership was when facing Jewish leaders, priests, chief guards of the Temple, elders and scribes, the Religious Court and the Sadducees who generally hated them, as well as the attitude they showed to the public, especially the early church. This study uses a descriptive qualitative method with a literature study approach based on research on the Book of the Apostles 1-6. The purpose of this research is that today's ministers of God may learn how to behave correctly when they lose a role model and spiritual leader in their lives and how to continue Christian leadership through the example of the apostles and other disciples. Because actually the example of life is the main sermon for believers of all ages so that through the words and deeds of the Gospel of Jesus can be witnessed to the ends of the world, to be a blessing to many people. The author concludes that the example followed by the apostles from the Lord Jesus, the Great Teacher, can be shown through their leadership who relied on the Holy Spirit to the Jews and the early congregation who believed in the news of salvation. Even the leadership, attitude of life and example of the apostles became a culture in the early congregation so that it became a magnet and extraordinary movement for the development of Christians in the early years of the Christian era. The leadership of the apostles has also animates and changes the lives of many people and raises many leaders who love Christ. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Kepemimpinan adalah topik yang selalu ada dan dapat dijumpai di hampir semua disiplin ilmu. Baik buruknya nasib masyarakat ataupun umat manusia ditentukan oleh pemimpinnya. Penelitian ini mengkaji bagaimana kondisi kerohanian Para Rasul setelah Yesus terangkat ke sorga, Sejak Yesus terangkat ke sorga, para rasul dan murid-murid Yesus yang lain kehilangan figur, sosok pemimpin, pemberi teladan yang menuntun kehidupan mereka. Situasi ini bisa saja mempengaruhi kondisi kerohanian serta keteguhan dalam memegang semua ajaran dan perintah Yesus; bagaimana kepemimpinan mereka ketika menghadapi pemimpin Yahudi, imam-iman, kepala pengawal Bait Allah, tua-tua dan ahli Taurat, Mahkamah Agama serta orang-orang Saduki yang secara umum membenci mereka, juga sikap yang mereka tunjukkan pada orang banyak terutama jemaat mula-mula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kepustakaan berdasarkan penelitian pada Kitab Para Rasul 1-2. Tujuan dari penelitian ini agar para pelayan Tuhan masa kini boleh belajar bagaimana bersikap yang benar ketika kehilangan sosok teladan dan pemimpin rohani dalam kehidupan mereka dan bagaimana melanjutkan kepemimpinan Kristen lewat teladan para rasul dan murid-murid lainnya. Sebab sesungguhnya teladan hidup adalah khotbah yang utama bagi orang percaya segala zaman sehingga lewat perkataan dan perbuatan Injil Yesus boleh disaksikan sampai ke ujung dunia, menjadi berkat bagi banyak orang. Penulis mengambil kesimpulan bahwa teladan yang diikuti oleh para rasul dari Tuhan Yesus sang Guru Agung, dapat ditunjukkan lewat kepemimpinan mereka yang mengandalkan Roh Kudus pada orang-orang Yahudi serta jemaat mula-mula yang percaya akan berita keselamatan. Bahkan kepemimpinan, sikap hidup dan teladan para rasul menjadi suatu budaya pada jemaat mula-mula sehingga menjadi magnet dan kegerakkan yang luar biasa bagi perkembangan umat Kristen pada awal tahun Masehi. Kepemimpinan para rasul juga telah menjiwai dan mengubah hidup banyak orang serta memunculkan banyak pemimpin yang mengasihi Kristus.