Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

WINNING STRATEGY MUHAMMAD LUTFI- FERRY SOFIYAN IN ELECTION CONCURRENT 2018 IN THE CITY OF BIMA WAHYU UDIN; SUNARSO SUNARSO
Jurnal Studi Pemerintahan Vol 11, No 1 (2020): February 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jgp.111111

Abstract

Local elections in 2018 will be followed by 171 regions spread across 34 provinces throughout Indonesia. The 2018 simultaneous local elections aim to elect regional leaders, namely the Governor and the Major / Regent. The City of Bima is a part of the simultaneous local election to elect the Major and Deputy Major of Bima. The election contest was followed by the couple Muhammad Lutfi and Feri Sofiyan from the Golkar and PAN parties. This couple is known by their supporters as Lutfer (Lutfi Feri). The couple's victory is inseparable from the strategy used to win the position of Major and Deputy Major of Bima 2018. Therefore, in this paper discuss the strategy used by the Lutfer pair in winning political competition in the City of Bima. The winning strategy includes the strategy carried out by the candidate pair, the coalition / bearer party, the success team and volunteers / sympathizers. The method used in this paper is based on the results of research by researchers in the City of Bima. The purpose of this paper is to find out the strategies used by the Lutfer pair, coalition / bearer parties, success teams, and volunteers / sympathizers in winning the 2018 Bima Major election. The results of the study show the strategies adopted by the candidate pairs, coalition / bearer parties, team success, volunteers / sympathizers include network strategies (actors, establishing communication), imaging strategies (print media / electronic media messages) and political campaign strategies ( political attributes, meetings).
Strategi Pembentukan Ketahanan Pribadi Siswa Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Untuk Membangun Kesadaran Bernegara (Studi Di SMA Taruna Nusantara Magelang Jawa Tengah) Diyah Kartika Dewi; Sunarso Sunarso
Jurnal Ketahanan Nasional Vol 26, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkn.53132

Abstract

ABSTRACT           This study aims to analyze the strategy of forming student’s personal resilience based on Pancasila values to build state awareness in Taruna Nusantara High School. This research uses a qualitative approach to the type of case study. Determination of the subject using a purposive technique. Data collection using observation and interview. The data analysis component uses interactive models while the validity of the data uses member check. The results showed that there were several strategies in the formation of personal endurance based on Pancasila values to build state awareness in Taruna Nusantara High School, namely (1) acculturation of Pancasila values through school culture using the exemplary and participatory approach of all school members, (2) carrying out project activities and, (3) the teacher carries out innovative learning. The formation of self-defense based on Pancasila values is important because it can produce a strong personality, nationalistic spirit, and be able to restore national identity.ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pembentukan ketahanan pribadi berbasis nilai-nilai Pancasila untuk membangun kesadaran bernegara di SMA Taruna Nusantara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Penentuan subjek menggunakan teknik purposive. Pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara. Komponen analisis data menggunakan interactive models sedangkan keabsahan data menggunakan member check. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa strategi dalam pembentukan ketahanan pribadi berbasis nilai-nilai Pancasila untuk membangun kesadaran bernegara di SMA Taruna Nusantara, yaitu (1) pembudayaan nilai-nilai Pancasila melalui budaya sekolah dengan menggunakan pendekatan keteladanan dan partisipastif dari semua warga sekolah, (2) melaksanakan kegiatan terproyek dan, (3) guru melaksanakan pembelajaran yang inovatif. Pembentukan ketahanan diri siswa berbasis nilai-nilai Pancasila penting untuk dilakukan karena dapat menghasilkan pribadi yang tangguh, berjiwa nasionalis, dan mampu mengembalikan jati diri bangsa 
Bentuk Krama Bahasa Jawa Dialek Banyumas dan Bahasa Jawa Dialek Yogyakarta-Surakarta: Sebuah Perbandingan Sunarso Sunarso
Humaniora Vol 12, No 1 (2000)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1389.251 KB) | DOI: 10.22146/jh.1299

Abstract

Mengingat luasnya pemakaian bahasa Jawa dapatlah diduga adanya perbedaan kata ngoko, krama, krama inggil, krama andhap, dan madya antara suatu dialek dan dialek lainnya misalnya antara dialek Yogyakarta dan Banyumas. Penelitian ini mengkaji pemakaian bentuk kata ngoko, krama inggil, krama andhap dan madya pada bahasa Jawa dialek Banyumas, di kalangan penutur yang berbeda-beda kelompok sosialnya dan perbandingannya dengan bentuk ngoko, krama, dan madya yang terdapat pada bahasa Jawa dialek Yogyakarta-Surakarta.
Variabel Kelas Sosial, Umur, dan Jenis Kelamin Penutur dalam Penelitian Sosiolinguistik Sunarso Sunarso
Humaniora No 4 (1997)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (758.483 KB) | DOI: 10.22146/jh.1936

Abstract

Di dalam karangan singkat ini hendak dikemukakan tiga faktor sosial yaitu kelas sosial, umur, dan jenis kelamin yang merupakan variabel bebas dalam penelitian sosiolinguistik. Tujuannya ada1ah memeperlihatkan beberapa hasil penelitian dan pandangan para ahli terhadap korelasi ketiga variabel yang dimaksudkan dengan pemakaian bahasa. Variabel-variabel yang lain akan dibahas pada kesempatan lain.
Eufemisme: Referensi dan Latar Belakangnya Sunarso Sunarso
Humaniora No 9 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1129.014 KB) | DOI: 10.22146/jh.2056

Abstract

Bahasa sebenarnya bukanlah semata-mata alat untuk mengkomunikasikan informasi, tetapi bahasa juga merupakan alat yang sangat penting untuk memantapkan dan mempertahankan hubungan dengan orang lain. Penggantian suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk kebahasaan lain yang bernilai rasa nalus disebut dengan eufemisme. (Dalam bahasa Yunani eu berarti 'baik' dan pheme berarti 'ujaran'.) Akan tetapi, eufemisme sebetulnya tidak hanya berkaitan dengan penggantian kata yang bernilai rasa kasar dengan kata yang bernilai rasa naius saja, melainkan berhubungan juga dengan kata pantang atau kata tabu, yaitu kata yang tidak boleh digunakan dalam suasana tertentu menurut norma tutur suatu masyarakat bahasa. Karena terdapat kata yang tidak boleh digunakan tersebut, penutur berusaha mencari bentuk penggantinya, yaitu bentuk eufemistik (Cf. Ullmann, 1970:205). Demikianlah, karangan singkat ini membicarakan seluk-beluk eufemisme yang dipakai di datam bahasa Indonesia. Pokok persoalan yang dibahas meliputi (1) referensi eufemisme, (2) sebab-sebab timbulnya eufemisme, dan (3) analisis bentuk eufemistik.
MENGATASI MASALAH KETENAGAKERJAAN DALAM PJPTII SEBAGAI STRATEGI UNTUK MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL Sunarso Sunarso; Puji Lestari
Jurnal Cakrawala Pendidikan CAKRAWALA PENDIDIKAN, EDISI 1,1995,TH.XIX
Publisher : LPMPP Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/cp.v1i1.9171

Abstract

Sebagai salah satu negara berkembang. Indonesiamenghadapi tiga masalah besar dalam pembangunannya.Ketiga pcrmasalahan tersebut aclalah ma:;;alah ketcllilgakerjaan,masalah pemerataan pendapatan, dan masalah pcngcntasankemiskinan. Ketiga permasalahan tcrsebut mcmpunyaikaitan yang sarigat erat, di samping menduduld posisi sangatstrategis dalam membentuk ketahanan nasian~;ll Indone~ia.Tutisan ini mencaba untuk melihat salah satu aspek saja,yaitu ketenagakerjaan dikaitkan d~ngan ketihanan nasianal.Masalah ketenagakerjaan dalam PJPT I belutTI banyakterpecahkan. Pengangguran terselubung masih mt:numpuk. didaerah pedesaan, sedangkan jumlah tenaga .kerja set:;ngahmenganggur semakin memadati wilayah perkotaan. PadahaJ.dalam menyongsong era iinggal landas. masalah kclcr,agakerjaanyang kini populer dengan sebutan llsumbcr dayamanusia" menjadi masalah strategis, sehingga masalah ketenagakerjaanmerupakan kunci dari keberhasilan PJPT I1mendatang.GBHN 1993 khususnya dalam Repelita VI sebagai awaldari PJPT II mengamanatkan bahwa kebijaksanaan ketenagakerjaanlebih diarahkan pada upaya penciptaan dan perluasanlapangan kerja. peningkatan IIlutu tenaga kerja, serta kesejahteraandan keselamatan tenaga kerja. Guna mewujudkanamanat GBHN tersebut hendaknya masalah ketenagakerjaandipecahkan secara integralistik, komprehensif dan !iotassek1C'ral, mengingat masalah ketenagakerjaan sangat terkaitdengan ketahanan nasional.
KEMAJEMUKAN ETNIK DI INDONESIA (SEBUAH RF3SIKO ATAU POTENSI ?) Sunarso Sunarso
Jurnal Cakrawala Pendidikan CAKRAWALA PENDIDIKAN, EDISI 3,1996,TH.XV
Publisher : LPMPP Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.821 KB) | DOI: 10.21831/cp.v3i3.9243

Abstract

Scjak ~alrun 1970-an masolah ctnik, kembali tampil keatas pentaspolilik di Irerhag~ti negnrs. Tarnpiinys masalah tersebut discbabkan olchberbagni kekeccwasn bcrlsrut dalarn nation state (negara bangsa) yaitunegsm dcngm bcrmacarn-macam etnik. Bahkan futurolog Alvin Tofilermeramnlknn bahwa ~nasalshe tnik ini aknn berlanjut terus sampai abad ke21.Indonesia tcrmasilk negrtrs yang memiliki begi~ub snyak ctnik..?.C - Dnlam usianyo yang tala11 mcncsyai setcngah abad Icbih, Indonesiapcrnah menghndapi bcrbagai mscam pemberontakan yang sebagian jelas ''bermotilkan kcridakpunsso ctnik. psdahal dengan aiasan apapun pemberontaknnctnik yang mcluas jclus merupsknn faktor disintcgratif yangberbahnya rcrhnd;~pk ci~luhanb angs.Kcbijnksanxan yang dilnkukan pemerintali Indonesia terhadapmasnlnl~ ctnik adplah, di salu sisi pcrnerintah tetap mcwaspadai kemungkinanrimbulnya gejolak ct:rik yang bersifat disintegmtif. Tetapi pada sisiyang lain pcmcrintnh juga tncnganut kebijaksanaan yang sangat akomada?if tcrlndsp eksistcnsi clnik: Ol'kh'ksreda itu kemampuan lxeventif danrepresif yang mcrnadai untuk rncnccgnh, menangkal-dan rnenanggulangip ,kemungkinan pcrnber~ntakan~clnitket ap.p,erl! dipelihara, seieng dengan-upaya mencrusknn kcbijakalj rncmenuhi aspirasi dan kepentingan dari . .seluruh etnik ynngada. Disamping itu difirlukan juga kajian rnendalam,rnengcnai etnik bag; ncgara dengan tingkal kemajemukan yang tin -s~perti~lndonesiaS.c, bab,.pengabaian tCrl~adapm. asalah ini akan menim-.bulkan gejolak polilik,.)?adahal bila dicermati dan diantisipasi denganb?i'k7l!al tcrscbut' bisn dihindari. Balkan kemajamukan elnik di Indonesia .jbstru merupnkan poten bukan suntu rdsikb atau kernwanan.
DEMOKRASI DI INDONESIA (KONSEP, PROSPEK, DAN IMPLEMENTASINYA) Sunarso Sunarso
Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol 10, No 1 (2010): Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v10i1.21002

Abstract

Sejarah peristilahan demokrasi  dapat ditelusuri jauh ke belakang. Konsep ini ditumbuhkan pertama kali dalam praktik negara kota Yunani dan Athena (450 SM dan 350 SM). Dalam tahun 431 SM, Pericles, seorang negarawan ternama Athena, mendefinisikan demokrasi dengan mengemukakan beberapa kriteria: (1) pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung.; (2) kesamaan di depan hukum; (3) pluralisme, yaitu penghargaan atas semua bakat, minat, keinginan dan pandangan; dan (4) penghargaan terhadap suatu pemisahan dan wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individual.            Samuel Huntington mengidentifikasi tiga gelombang demokratisasi dalam sejarah manusia. Gelombang pertama antara tahun 1828 hingga 1926, gelombang kedua tahun 1943 hingga tahun 1962, Sejak tahun 1974, menurutnya, dunia memasuki gelombang ketiga demokratisasi dengan lebih banyak lagi negara menjadi demokratis. Gelombang demokratisasi ini juga diikuti arus balik di mana beberapa negara yang telah menjadi demokrasi kembali menjadi otoriter. Kendati demikian, gelombang demokratisasi selalu datang dan lebih banyak negara menjadi demokratis. Demokrasi, meskipun ada arus balik, adalah suatu yang tak terelakkan dan bakal hadir bagi semua negara.            Indonesia adalah salah satu dari negara yang sedang memasuki gelombang ini. Setelah 32 tahun berkuasa, rezim Jenderal Soeharto  yang kuat tiba-tiba runtuh pada 21 Mei 1998 di tengah krisis ekonomi Asia. Kondisi politik Indonesia, bagaimanapun, masih belum jelas benar apakah kekuatan-kekuatan demokrasi akan menang.
MENGENAL FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN-PAUL SARTRE SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN Sunarso Sunarso
Informasi Vol 36, No 1 (2010): INFORMASI
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.408 KB) | DOI: 10.21831/informasi.v1i1.5659

Abstract

Pendidikan dan filsafat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Filsafat bagi pendidikan berperan sebagai pedoman yang memberikan arahan dan tujuan  pendidikan. Sedangkan pendidikan bagi filsafat merupakan suatu ‘ruang’ yang selalu memberinya tempat untuk hidup dan terus berkembang melalui kegiatan-kegiatan teoritis maupun praktis dalam pendidikan. Filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre dapat digunakan sebagai dasar pijakan  dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Sartre, manusia adalah individu yang bebas. Namun kebebasan yang dimilikinya selalu terbatasi dengan fakta akan adanya kebebasan individu lain. Manusia adalah bebas untuk melakukan dan mendefinisikan dirinya sendiri secara individual.  Manusia tidak lain adalah bagaimana ia menjadikan dirinya sendiri.  Belajar adalah menjadikan dirinya sendiri otonom dan menyadari adanya orang lain sehingga dapat menciptakan dunianya sendiri yang berarti bagi dirinya dan bagi kehidupan orang lain atau lingkungannya. Namun demikian, kita tetap harus selektif terhadap pemikiran Sartre tentang peniadaan Tuhan. Dalam merumuskan konsep kebebasan individu, Sartre mengasumsikan bahwa tanpa bantuan Tuhan, manusia dapat bebas mendefinisikan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan hidupnya. Pandangan ini jelas bertentangan dengan falsafah dasar negara kita yaitu Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
PHASE TRANSFORMATION OF CASO4 GRANULES TO CACO3 GRANULES BY DISSOLUTION–PRECIPITATION REACTION WITH 12 HOURS IMMERSION TIME Difa Putri Utami; Decky Joesiana Indrani; Bambang Irawan; Sunarso Sunarso
Dentino : Jurnal Kedokteran Gigi Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : FKG Unlam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/dentino.v4i2.7052

Abstract

Background: Synthetic bone graft is a material that resembles human bone phase and is developed due to clinical demand. Calcium carbonte (CaCO3/Calcite) has been used as bone substitution one of the methods to fabricate calcite is phase transformation by dissolution–precipitation reaction.  Previous study did the same method but with lower temperature (<100ºC). Calcium sulfate anhydrate (CaSO4) granules used as precursor is immersed in 0.5 mol/L sodium carbonate (Na2CO3) solution at 100ºC for 12 h.  Objective: This study aims to fabricate CaCO3 granules from CaSO4 granules when the temperature is higher than the previous study. Methods: Fabricate CaCO3 granules using CaSO4 granules as precursor by dissolution-precipitation reaction in Na2CO3 solution with 12 h immersion time with 100ºC temperature. Powder X-ray diffraction patterns and Fourier transform infrared spectra study will be performed to characterize the granules. Results:  CaCO3 granules are fabricated by dissolution-precipitation reaction in Na2CO3 solution with 12 h immersion time when the temperature was 100ºC. Conclusion: CaSO4 granules used as precursor are a potential material to fabricate CaCO3 by using dissolution-precipitation reaction with 12 hours immersion time and 100ºC temperature.