Didik Bagiyowinadi
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Dinamika Persahabatan Barnabas dan Paulus Didik Bagiyowinadi
Seri Filsafat Teologi Vol. 30 No. 29 (2020)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/serifilsafat.v30i29.12

Abstract

Barnabas and Paul are the apostles for the Gentiles. Luke does not mention explicitly that both are close friends (philos). This article explores their relationship from the writings of Luke and Paul himself and shows that these apostles who have different backgrounds are not only co-workers or companions in proclaiming gospel. Both have become friends, not because of their quantity of togetherness, but because of the quality of their relationship that marked by mutual belief and support, and one mind-one heart in their joy and suffering in service. Although in the second missionary journey they are separated, the spirit of love is prioritized so that they find the good ending. The dynamic of their friendship would inspire those who are doing the same assignment.
Penyembuhan Luka Batin Melalui Pengampunan Belajar Dari Pengalaman Yusuf Dan St. Maria Goretti Didik Bagiyowinadi
Seri Filsafat Teologi Vol. 26 No. 25 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tubuh yang terluka bisa dibersihkan, diobati, dan dibalut (Luk 10:34) agar segera pulih dan sembuh. Tahapan proses pemulihannya bisa dicek dan diukur. Bagaimana bila yang terluka itu batin atau hati kita, adakah obatnya, bagaimana proses penyembuhannya? Bahkan kadang yang membuat hati kita terluka, tidak menyadari hal itu. Ironisnya, terkadang mereka itu justru orang-orang terdekat, yang sering kita jumpai, bahkan yang paling dekat di hati kita. Bagaimana kita perlu mengolah dan menyembuhkan batin kita agar kita tidak menjadi lumpuh dan trauma dari pengalaman pahit di masa lalu? Tulisan ini bermaksud menyajikan proses pengalaman mengampuni sesama yang bersalah kepada kita sebagai terapi penyembuhan luka batin. Di sini kita akan belajar dari pergumulan Yusuf mengampuni kakak- kakaknya, perintah dan teladan Yesus mengampuni musuh, dan kata-kata pengampunan St. Maria Goretti terhadap Alessandro Serenelli yang telah melukai dan membunuhnya. Diharapkan tulisan ini memberi inspirasi dan dorongan bagi kita untuk berani mengampuni sesama sebagai proses penyembuhan luka-luka batin yang kita alami.
Mewartakan Injil Dengan Gembira Dan Berbelas Kasih Belajar Dari Gereja Para Rasul Didik Bagiyowinadi
Seri Filsafat Teologi Vol. 25 No. 24 (2015)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam anjuran apostolik Evangelii Gaudium Paus Fransiskus mendorong Gereja agar lebih berani dan berkomitmen untuk keluar menjumpai yang menjauh dan menyambut yang tersingkir (EG 14). Beliau tegaskan “Saya lebih menyukai Gereja yang memar, terluka, dan kotor karena keluar di jalan-jalan daripada Gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman melekat pada rasa amannya sendiri” (EG 49). Maka Gereja diajak sungguh-sungguh membagikan kabar gembira Injil dengan penuh sukacita. Sementara dalam bula Misericordiae Vultus untuk menyambut Tahun Yubileum Kerahiman sebagai kenangan 50 tahun penutupan Konsili Vatikan II yang akan dimulai pada Hari Raya Maria Immakulata, 8 Desember 2015, Paus Fransiskus menekankan sifat belas kasih Allah yang terpancar dalam diri Yesus. Maka para pengikut Kristus pun diundang untuk menjadi saksi belas kasih Allah, “Hendaklah kamu berbelas kasih (oiktirmones), sama seperti Bapamu adalah berbelas kasih (oiktirmôn)” (Luk 6:36). Sebagai- mana orang Samaria yang tergerak hati oleh belas kasihan (splagkhnizomai, Luk 10:33),1 kita diajak untuk menyembuhkan mereka yang terluka dengan siraman minyak penghiburan, membalutnya dengan belas kasih dan mengobatinya dengan solidaritas dan merawatnya dengan penuh kesiagaan. Selama tahun Kerahiman ini kita diajak untuk merefleksikan dan mengembangkan karya-karya belas kasih yang membantu kebutuhan sesama baik dalam bidang jasmani maupun rohani.
Jalan-Jalan Kebahagiaan Menurut Sabda Bahagia (Mat. 5:3-12) Didik Bagiyowinadi
Seri Filsafat Teologi Vol. 24 No. 23 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang zaman modern sering melukiskan kebahagiaan sebagai rasatentram di hati karena apa yang didambakannya dapat terwujud. Makamereka yang hidupnya serba sukses secara kasat mata, seperti orang yangkaya, berkuasa, populer, dan sehat-walafiat, dianggap sebagai orang yangbahagia,1 minimal dilihat lebih beruntung daripada mereka yang hidupnyaserba pas-pasan, tidak punya pengaruh, hanya orang kebanyakan, atau yangsakit-sakitan. Menjadi pertanyaan memang, apakah mereka yang suksessecara kasat mata itu sudah pasti bahagia dan sebaliknya apakah merekayang “kurang beruntung” itu tidak dapat mengalami kebahagiaan?