Setyobekti, Andreas Budi
STT Bethel Indonesia, Jakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

The Concept of Paul's Katallage and Hilasmos: Internalization Through Group Counseling for Millennials Hasiholan, Anggi Maringan; Setyobekti, Andreas Budi; Trisna, Robert Paul
Bisma The Journal of Counseling Vol 5, No 3 (2021): Bisma The Journal of Counseling
Publisher : Department of Guidance and Counseling, FIP, Undiksha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/bisma.v5i3.42431

Abstract

The Atonement wrought by Jesus Christ is the foundation of the Christian faith that must be held and believed to gain one's salvation. Paul calls this concept with two words Katallage and Hilasmos which means restoring the relationship between God and sinful man to live again to the design that God has ordained. However, this concept rarely gets attention because Christians focus more on Justification. In addition, the atonement made by Jesus is also tricky for the millennial generation to accept in this postmodern era because of the relativism and pluralism spirit contained in it. That is why it is necessary to build the concept of atonement that Jesus did and implement it to the youth. The research method used is a qualitative case study, namely the implementation to the youth of the Ministry of Refreshment, Bekasi. The results showed that the atonement made by Jesus brought a mandate to the younger generation of the Refresh Ministry to glorify God and spread this atonement to others who have not reconciled. This value inculcation carries out a discipleship model that balances teaching and encounter.
Pemahaman Aktivis GBI Kapten Tendean Tentang Perlengkapan Rohani Orang Percaya Berdasarkan Teks Efesus 6:10-18 Andreas Budi Setyobekti
Diegesis : Jurnal Teologi Vol 5 No 2 (2020): DIEGESIS: JURNAL TEOLOGI
Publisher : Bethel Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46933/DGS.vol5i254-63

Abstract

Pemahaman Aktivis GBI Kapten Tendean Tentang Perlengkapan Rohani Orang Percaya Berdasarkan Teks Efesus 6 :10-18.Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksegese teks Efesus 6:10-18 untuk mendapatkan maknanya guna dijadikan landasan teologis dalam menemukan sejauh mana pemahaman aktifis/pelayan tentang perlengkapan rohani orang percaya. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif dengan mengeksegese Efesus 6:10-18 serta menerapkannya untuk mendapatkan pemahaman aktifis/pelayan melalui survey menggunakan alat bantu Google Form. Hasil penelitiannya adalah : aktivis Tuhan di GBI Kapten Tendeaan belum seluruhnya memahami dengan benar makna dari perlengkapan rohani orang percaya dengan baik dan benar. Sebagian dari mereka tidak menerapkan makna perlengkapan rohani orang percaya dalam keseharian kehidupan mereka. Rekomendasi: Gereja perlu memperbanyak pertemuan doa di tengah minggu dan aktivis telah memahami tentang pentingnya penginjilan oleh karena itu perlu diadakan praktek-praktek penginjilan yang
Ekstraksi Pemahaman Cyprianus tentang Extra Ecclesiam Nulla Salus bagi Gereja Pentakosta di Era Postmodern Anggi Maringan Hasiholan; Andreas Budi Setyobekti
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 4, No 1: Juli 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v4i1.75

Abstract

The postmodern era is closely related to pluralism and relativism. All are subject to this principle, including human salvation. Jesus, the only way of salvation, is not accepted absolutely, let alone the Extra Ecclesiam Nulla Salus principle (outside the church there is no salvation) which was coined by the church father Cyprian. This principle is considered too exclusive because it does not provide room for people outside the church to get salvation. In addition, this teaching was also declared null and void by the times. Is this true? That is why it is important to extract this Cyprian understanding that can be used as guidance for the Pente-costal church. The method used is descriptive qualitative with data collection techniques through library research. The data is then extracted and linked to the actions that have been carried out by the Pentecostal church or synod so far. The results of the study indicate that there is a close relationship between ecclesiology and Christology and soteriology. This principle also supports the authority and duty of the church in conveying salvation to men and maintaining pure teaching.AbstrakEra postmodern erat kaitannya dengan pluralisme dan relativisme. Semua dike-nakan prinsip ini, termasuk keselamatan manusia. Yesus satu-satunya jalan keselamatan saja tidak diterima secara absolute apalagi prinsip Extra Ecclesiam Nulla Salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) yang dicetuskan oleh bapa gereja Cyprianus. Prinsip ini dianggap ter-lalu ekslusif karena tidak memberikan ruang bagi orang diluar gereja mendapatkan kese-lamatan. Selain itu ajaran ini juga dinyatakan batal oleh perkembangan zaman. Apakah benar demikian? Itu sebabnya, penting untuk mengekstraksi pemahaman Cyprianus ini yang dapat menjadi pegangan bagi gereja Pentakosta. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi keperpustakaan. Data selanjutnya diekstraksi dan dikaitkan dengan tindakan yang telah dilakukan oleh gereja atau sinode Pentakosta selama ini. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan erat antara eklesiologi dengan kristologi dan soteriologi. Prinsip ini juga memberikan dukungan akan otoritas dan tugas gereja dalam menyampaikan keselamatan kepada manusia dan menjaga ajaran yang murni.
The Concept of Paul's Katallage and Hilasmos: Internalization Through Group Counseling for Millennials Anggi Maringan Hasiholan; Andreas Budi Setyobekti; Robert Paul Trisna
Bisma The Journal of Counseling Vol. 5 No. 3 (2021): Bisma The Journal of Counseling
Publisher : Department of Guidance and Counseling, FIP, Undiksha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/bisma.v5i3.42431

Abstract

The Atonement wrought by Jesus Christ is the foundation of the Christian faith that must be held and believed to gain one's salvation. Paul calls this concept with two words Katallage and Hilasmos which means restoring the relationship between God and sinful man to live again to the design that God has ordained. However, this concept rarely gets attention because Christians focus more on Justification. In addition, the atonement made by Jesus is also tricky for the millennial generation to accept in this postmodern era because of the relativism and pluralism spirit contained in it. That is why it is necessary to build the concept of atonement that Jesus did and implement it to the youth. The research method used is a qualitative case study, namely the implementation to the youth of the Ministry of Refreshment, Bekasi. The results showed that the atonement made by Jesus brought a mandate to the younger generation of the Refresh Ministry to glorify God and spread this atonement to others who have not reconciled. This value inculcation carries out a discipleship model that balances teaching and encounter.
Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam upaya mencegah radikalisme Pakpahan, Gernaida Krisna; Salman, Ibnu; Setyobekti, Andreas Budi; Sumual, Ivonne Sandra; Christi, Apin Militia
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.351

Abstract

As the basis of the Indonesian state, Pancasila has positive values that can be realized in all aspects, including the younger generation who will encourage the lives of Indonesian people. This must be considered because of the exposure to radicalism that is currently targeting the younger generation. For this reason, educational institutions need to instill the noble values of Pancasila to their students as early as possible, so that the values of togetherness and unity that are upheld are not intolerant. This is also done in the academic community of Bethel Indonesia Theological College (STT). The method used to uncover these facts is a case study that describes social interactions through an in-depth survey. The results of the study stated that STT Bethel Indonesia institutionally and individually practice the values of Pancasila by respecting existing differences, whether ethnicity, race, or class. STT Bethel Indonesia instills Pancasila values in every student through religious and educational activities. The narrative that is built for students is to love each other because it is a mandate given by God to humans to do. AbstrakSebagai dasar negara Indonesia, Pancasila memiliki nilai-nilai positif yang dapat mewujud dalam segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk generasi muda yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa Indonesia. Ini harus dipertimbangkan karena terpaan radikalisme yang saat ini menyasar generasi muda. Untuk itulah lembaga pendidikan perlu menanamkan nilai-ni-lai luhur Pancasila kepada peserta didiknya sedini mungkin, agar nilai-nilai ke-bersamaan dan persatuan yang dijunjung tidak intoleran. Hal ini juga yang di-lakukan di lingkungan civitas academica Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bethel Indonesia. Metode yang digunakan untuk mengungkap fakta tersebut adalah studi kasus, yang menggambarkan interaksi sosial melalui survei mendalam yang intensif. Hasil penelitian menyatakan bahwa STT Bethel Indonesia, baik secara institusional maupun individual, mengamalkan nilai-nilai Pancasila de-ngan menghargai perbedaan yang ada, baik suku, ras, maupun golongan. STT Bethel Indonesia menanamkan nilai pancasila pada setiap siswa melalui kegiatan keagamaan dan pendidikan. Narasi yang dibangun bagi siswa adalah saling mencintai karena merupakan amanah yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk dilakukan.
Telaah Teologis Pelayanan Diakonia Berdasarkan Kisah Para Rasul 6:1-7 Serta Relevansinya Bagi Pelayanan Gereja di Era Disrupsi Andreas Budi Setyobekti
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 2 (2023): Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i2.274

Abstract

Masalah kemiskinan di Indonesia hingga saat ini belum menemukan jalan keluarnya. Berbagai faktor menjadi penyebab masalah ini, antara lain sosial, pendidikan, dan sumber daya permodalan. Masalah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk gereja. Selama ini gereja mencari bentuk bagaimana agar pelayanan diakonia relevan di era disrupsi? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep pelayanan diakonia berdasarkan Kisah Para Rasul 6:2 dan relevansinya dengan pelayanan gereja di era disrupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif implementatif dari eksegesis Kisah Para Rasul 6:2 sebagai prinsip dan formula. Hasil penelitian menyatakan bahwa pelayanan diakonia memiliki hubungan dengan pertumbuhan jemaat jika pelayan dipenuhi dengan Roh Kudus. Oleh karena itu, perlu dipilih seorang diaken yang fungsinya membantu pelayanan, terutama bagi jemaat yang kurang mampu secara ekonomi. Model yang diterapkan adalah diakonia karikatif, reformatif dan transformatif. Bentuk relevansi layanan diakonia pada era disrupsi adalah layanan digital, seperti transfer e-banking, grab food dan gofood, dan diakonia non-digital yaitu pengiriman melalui jasa kurir seperti Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Titipan Kilat, Sicepat, Pos Kilat. Kajian ini memberikan konsep pelayanan gereja yang berorientasi pada tingkat ekonomi seseorang. Melalui penelaahan Kisah Para Rasul 6:2, gereja dapat mengambil tanggung jawab untuk memecahkan masalah ekonomi jemaat.
Telaah Teologis Pelayanan Diakonia Berdasarkan Kisah Para Rasul 6:1-7 Serta Relevansinya Bagi Pelayanan Gereja di Era Disrupsi Andreas Budi Setyobekti
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 2 (2023): Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i2.274

Abstract

Masalah kemiskinan di Indonesia hingga saat ini belum menemukan jalan keluarnya. Berbagai faktor menjadi penyebab masalah ini, antara lain sosial, pendidikan, dan sumber daya permodalan. Masalah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk gereja. Selama ini gereja mencari bentuk bagaimana agar pelayanan diakonia relevan di era disrupsi? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep pelayanan diakonia berdasarkan Kisah Para Rasul 6:2 dan relevansinya dengan pelayanan gereja di era disrupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif implementatif dari eksegesis Kisah Para Rasul 6:2 sebagai prinsip dan formula. Hasil penelitian menyatakan bahwa pelayanan diakonia memiliki hubungan dengan pertumbuhan jemaat jika pelayan dipenuhi dengan Roh Kudus. Oleh karena itu, perlu dipilih seorang diaken yang fungsinya membantu pelayanan, terutama bagi jemaat yang kurang mampu secara ekonomi. Model yang diterapkan adalah diakonia karikatif, reformatif dan transformatif. Bentuk relevansi layanan diakonia pada era disrupsi adalah layanan digital, seperti transfer e-banking, grab food dan gofood, dan diakonia non-digital yaitu pengiriman melalui jasa kurir seperti Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Titipan Kilat, Sicepat, Pos Kilat. Kajian ini memberikan konsep pelayanan gereja yang berorientasi pada tingkat ekonomi seseorang. Melalui penelaahan Kisah Para Rasul 6:2, gereja dapat mengambil tanggung jawab untuk memecahkan masalah ekonomi jemaat.
EDUKASI DINI TENTANG PORNOGRAFI BAGI USIA REMAJA AWAL BAGI SISWA/I SMA PRESTASI PRIMA JAKARTA Anggi Maringan Hasiholan; Juniati Manik; Meylin Tanga; Andreas Budi Setyobekti
Jurnal PKM Setiadharma Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal PkM Setiadharma
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47457/jps.v4i2.387

Abstract

Adolescence is a period of searching for identity and a high desire to know many things, including sexuality and pornography. Advances in technology make it easy for teenagers to access and watch pornographic content so that they become addicted. This condition hurts adolescents' brain systems and behavior, so it is necessary to provide an early understanding of viewing pornographic content wisely. The purpose of this article is to describe educational efforts for teenagers at Prestasi Prima Jakarta High School. The research method used is descriptive qualitative. Community Service activities are carried out through webinars using a google meet with the Prestasi Prima Jakarta High School students who are members of a Christian spiritual fellowship as participants. The results of this webinar provide enlightenment and understanding to teenagers, especially about the importance of knowing the effects of pornography addiction, which can damage their self-confidence, and how to deal with it when they are addicted to pornography.
Ritual midodareni sebagai medium spiritualitas Kristen: Perspektif triad-theological Steven Jack Land Andreas Budi Setyobekti
KURIOS Vol. 9 No. 2: Agustus 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v9i2.798

Abstract

Midodareni, carried out in preparation for marriage, still needs to be understood in Christian theology. Midodareni is a Javanese tradition that must be eliminated after someone believes in Jesus. This tension between Christian faith and culture continues into the modern era. If it continues to be preserved, culture will be eliminated and replaced with religious 'culture'. Therefore, an analysis of symbols, activities, and philosophy is needed to be used as a medium for Christian spirituality. This research examines Midodareni's wedding preparations from the perspective of Steven Jack Land's theological triad. The research method used for analysis describes the midodareni tradition with Steven Jack Land's theological triad approach. The research results show that not all midodareni preparations can be applied to Christian wedding preparations. Some processes can be carried out by transforming meaning, but others cannot. Midodareni has implications for society to encourage harmony and holistic education for bridal couples. AbstrakMidodareni dilakukan untuk persiapan pernikahan masih kerap disalahpahami dalam teologi Kristen. Midodareni dianggap sebagai tradisi Kejawen yang harus dihilangkan setelah seseorang percaya kepada Yesus. Ketegangan antara iman Kristen dan budaya ini terus bergulir hingga era modern ini; jika terus dipertahankan, maka budaya menjadi tersingkirkan dan digantikan dengan ‘budaya’ agama. Oleh karena itu, diperlukan analisis terhadap simbol-simbol, aktivitas-aktivitas, dan filosofi untuk dijadikan sebagai medium spiritualitas Kristen. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji  persiapan pernikahan Midodareni dari perspektif triad theological Steven Jack Land. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif tentang tradisi midodareni dengan pendekatan triad theological Steven Jack Land. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persiapan midodareni tidak semuanya dapat diterapkan dalam persiapan pernikahan iman Kristen. Ada prosesi yang dapat dilakukan dengan mentransformasi maknanya, ada juga yang sama sekali tidak perlu dilakukan. Midodareni berimplikasi kepada peran komunitas untuk mendorong keharmonisan dan pendidikan holistik bagi pasangan mempelai.
Pengorbanan Zoroaster bagi Sang Mesias: Penelusuran Identitas orang Majus yang Menghampiri Bayi Yesus Setyobekti, Andreas Budi; Wariki, Valentino; Christanto, Andreas; Hosea, Amos
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 9, No 2: Juni 2023
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v9i2.97

Abstract

The book of Matthew records the virgin birth of Jesus and then turns to the coming of the Magi from the East to see Jesus being born in Bethlehem. The Magi came from a faraway land guided by a bright star different from the other stars. They are synonymous with people who have knowledge of nature and can interpret the stars. Another view states that they are priests from Persia who work as interpreters of dreams. Examining these characteristics, it is suspected that they are Zoroastrians. This research aims to reveal the identity of the Magi, who brought gifts of gold, frankincense, and myrrh to Jesus. The method used is descriptive qualitative with a historical research approach. The results of the research show that there is a relationship between the Zoroastrians and the birth of Jesus. The birth of Jesus was written in non-Jewish treatises so that the news of human salvation has spread to nations, not just Jews. Abstrak Kitab Matius mencatat kelahiran Yesus dari seorang perawan, dan kemudian beralih kepada kedatangan dari orang Majus dari Timur untuk melihat Yesus yang lahir di Betlehem. Orang Majus datang dari negeri jauh dituntun oleh bintang terang yang berbeda dengan bintang lainnya. Mereka identik dengan orang yang memiliki pengetahuan tentang alam dan mampu menafsirkan bintang. Pandangan lain menyatakan mereka sebagai imam dari Persia yang berprofesi sebagai penafsir mimpi. Menelisik kepada ciri-ciri tersebut, maka diduga mereka adalah kaum Zoroaster. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan identitas orang Majus yang membawa persembahan emas, kemenyan, dan mur kepada Yesus. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan penelitian sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kaum Zoroaster dengan kelahiran Yesus. Kelahiran Yesus sudah ditulis dalam risalah-risalah non-Yahudi, sehingga kabar keselamatan manusia sudah tersebar di bangsa-bangsa, bukan hanya Yahudi.