Dinalara Dermawati Butarbutar
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERANAN BALAI LELANG SWASTA TERHADAP PELAKSANAAN LELANG Dinalara Dermawati Butarbutar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (982.527 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.924

Abstract

ABSTRAKHubungan perkreditan diawali dengan pembuatan kesepakatan antara nasabah (debitur) dan bank (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Dalam transaksi perkreditan atau peminjaman uang, terdapat dua jenis perikatan ditinjau dari segi pemenuhan pembayaran kembali uang yang dipinjam. Pertama, transaksi kredit tanpa jaminan atau unsecured transaction. Kedua, transaksi kredit yang dilindungi jaminan atau secured transaction. Hal ini tentu berkaitan dengan risiko yang mungkin saja terjadi apabila terdapat kegagalan dalam pelunasan utang oleh debitur. Debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi secara sukarela, maka kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Penyelesaian kredit macet diharapkan dapat lebih terfokus dan terarah, sehingga pencapaian hasil dapat optimal. Penyelesaian kredit macet tahap awal sebelum terjadinya eksekusi biasanya dilakukan melalui negosiasi dan upaya terakhir yang dilakukan melalui litigasi, hal ini merupakan proses dalam mengeksekusi atau menjual barang yang dijadikan jaminan utang melalui penjualan lelang. Penjualan lelang ini dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri, Kantor Pelayanan Piutang danLelang Negara (KP2LN) dan Balai Lelang, bagi bank-bank swasta dapat melakukan parate eksekusi melalui Balai Lelang Swasta, yang pelaksanaannya lebih cepat dan pasti dibandingkan dengan KP2LN. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan pengkajian terhadap Peranan Balai Lelang Swasta Terhadap Pelaksanaan Lelang Objek jaminan tersebut. Kata Kunci: Kreditur, Debitur, Balai Lelang Swasta, Lelang.ABSTRACTThe credit relationship begins with making an agreement between the customer (the debtor) and the bank (the creditor) as outlined in the form of a credit agreement. In credit transactions or money lending, there are two types of engagement in terms of meeting the repayment of borrowed money. First, unsecured credit transactions. Second, credit transactions that are protected by collateral or secured transactions. This certainly relates to risks that might occur if there is a failure in paying off debts by the debtor. Debtors who cannot fulfill their achievements voluntarily, the creditor has the right to claim the fulfillment of his receivables, namely the debtor's assets used as collateral. Non-performing loan settlement is expected to be more focused and targeted, so that optimal results can be achieved. Settlement of bad loans at the initial stage before the execution is usually done through negotiations and the last attempt made through litigation, this is the process of executing or selling goods that are used as collateral for debt through auction sales. This auction sale can be done through the District Court, the Office of Receivables and State Auctions (KP2LN) and the Auction Hall, for private banks to parate execution through the Private Auction Hall, which is faster and more certain compared to KP2LN. In connection with this the authors conducted a study of the Role of Private Auction Centers Against the Implementation of the Guaranteed Object Objects.Keywords: Creditors, Debtors, Private Auction Centers, Auctions.
MENGATASI KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE/GUNTAI Dinalara Dermawati Butarbutar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (854.224 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.929

Abstract

ABSTRAKTanah merupakan sumber daya yang penting bagi masyarakat, baik sebagai media tumbuh tanaman, maupun sebagai ruang atau wadah tempat melakukan berbagai kegiatan. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dengan Pelaksanaan PP Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 224 Tahun 1961 jo. Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 1964 diatur adanya larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai, yang menyatakan bahwa pemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya dilarang, yaitu agar petani bisa aktif dan efektif dalam mengerjakan tanah pertanian miliknya, sehingga produktivitasnya bisa lebih optimal. Dan dalam kenyataannya masih banyak terdapat orang yang memiliki tanah pertanian secara absentee/guntai, sehingga dalam prakteknya adanya peraturan mengenai larangan tanah absentee/guntai belum bisa diterapkan secara efektif, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemilikan tanah secara absentee/guntai, sehingga dapat mencari jalan keluar untuk mengatasi kepemilikan tanah absentee/guntai.Kata Kunci: Kepemilikan Tanah, Absente, masyarakat. ABSTRACTLand is an important resource for the community, both as a medium for growing plants, as well as a space or container for carrying out various activities. As the implementation of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles (UUPA), the government issued Law Number 56 of Prp of 1960 concerning Determination of Agricultural Land Area with Implementation of PP Number 224 of 1961 concerning Implementation of Land Distribution and Giving Compensation , in Article 3 paragraph (1) PP Number 224 of 1961 jo. Article 1 PP No. 41 of 1964 regulates the prohibition of absentee / guntai land ownership, which states that the ownership of agricultural land by people who live outside the sub-district where the land is located is prohibited, namely so that the farmer can be active and effective in working his agricultural land, so that productivity can be optimized. And in fact there are still many people who have absentee / guntai agricultural land, so that in practice the existence of regulations regarding absentee / guntai land prohibition cannot be applied effectively, so this study aims to find out about the factors that cause absentee land ownership. / guntai, so they can find a way to overcome absentee / guntai land ownership.Keywords: Land Ownership, Absente, community.