Peni Susetyorini
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 25 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Pelaksanaan Sistem Elektronic Data Interchange (EDI) di Pelabuhan Tanjung Emas sebagai Alternatif Prosedur Kepabeanan Susetyorini, Peni
Pandecta Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian  adalah untuk mendapatkan gambaran dan data tentang  pelaksanaan sistem EDI di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, serta menemukan hukum  dalam pelaksanaan sistem EDI yang dapat dipakai sebagai alat bukti bila terjadi sengketa di pengadilan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, dengan subyek penelitian Elektronik Data Interchange (EDI) di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Sampel diambil dengan menggunakan teknik puposive random sampling, dengan wawancara maupun pengamatan dalam pengambilan datanya dengan memanfaatkan studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teori. Hubungan hukum dengan pengangkut dalam praktek jual beli dapat dilakukan dengan baik oleh pembeli maupun penjua dengan menggunakan Bill of Loading B/ L. B/L yang dilakukan ternyata memiliki banyak kekurangan. Salah satu kekurangan penggunaan B/L adalah dapat disalah gunakan oleh pihak lain dan proses transfernya lambat sehingga adakalanya barang datang lebih dahulu daripada B/L. Penerapan system electronic bill of loading ( EDI ) dapat mengantisipasi kekurangan dari B/LAThe purpose of this study is to gain insight and data on the implementation of EDI systems in the Port of Tanjung Golden Semarang, and discovered the law in the implementation of EDI systems that can be used as evidence in the event of a dispute in court. From the approach used in this study is an empirical method of juridical, with study subjects Electronic Data Interchange (EDI) in Port of Tanjung Golden Semarang. Samples were taken by using a random sampling technique puposive, with interviews and observations in the data retrieval using library research in order to obtain the theoretical basis. Legal relationship with the carrier in the practice of buying and selling can be done by both buyer and penjua using the Bill of Loading B / L. B / L is made it has many shortcomings. One drawback to the use of B / L is that it can be misused by other parties and the transfer process is slow, so sometimes it arrives earlier than the B / L. The application of electronic bill of loading system (EDI) can be anticipated shortage of B / L.
Pelaksanaan Sistem Elektronic Data Interchange (EDI) di Pelabuhan Tanjung Emas sebagai Alternatif Prosedur Kepabeanan Susetyorini, Peni
Pandecta Research Law Journal Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v5i2.2297

Abstract

Tujuan dari penelitian  adalah untuk mendapatkan gambaran dan data tentang  pelaksanaan sistem EDI di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, serta menemukan hukum  dalam pelaksanaan sistem EDI yang dapat dipakai sebagai alat bukti bila terjadi sengketa di pengadilan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, dengan subyek penelitian Elektronik Data Interchange (EDI) di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Sampel diambil dengan menggunakan teknik puposive random sampling, dengan wawancara maupun pengamatan dalam pengambilan datanya dengan memanfaatkan studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teori. Hubungan hukum dengan pengangkut dalam praktek jual beli dapat dilakukan dengan baik oleh pembeli maupun penjua dengan menggunakan Bill of Loading B/ L. B/L yang dilakukan ternyata memiliki banyak kekurangan. Salah satu kekurangan penggunaan B/L adalah dapat disalah gunakan oleh pihak lain dan proses transfernya lambat sehingga adakalanya barang datang lebih dahulu daripada B/L. Penerapan system electronic bill of loading ( EDI ) dapat mengantisipasi kekurangan dari B/LAThe purpose of this study is to gain insight and data on the implementation of EDI systems in the Port of Tanjung Golden Semarang, and discovered the law in the implementation of EDI systems that can be used as evidence in the event of a dispute in court. From the approach used in this study is an empirical method of juridical, with study subjects Electronic Data Interchange (EDI) in Port of Tanjung Golden Semarang. Samples were taken by using a random sampling technique puposive, with interviews and observations in the data retrieval using library research in order to obtain the theoretical basis. Legal relationship with the carrier in the practice of buying and selling can be done by both buyer and penjua using the Bill of Loading B / L. B / L is made it has many shortcomings. One drawback to the use of B / L is that it can be misused by other parties and the transfer process is slow, so sometimes it arrives earlier than the B / L. The application of electronic bill of loading system (EDI) can be anticipated shortage of B / L.
TINJAUAN YURIDIS PENYALURAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) MELALUI JASA PERIKLANAN ILEGAL DI MALAYSIA SEBAGAI KEJAHATAN TRANSNASIONAL TERORGANISIR Soekotjo Hardi Winoto , Peni Susetyorini, Muhammad Fahmi Setiadin*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.58 KB)

Abstract

Indonesia digemparkan dengan iklan penjualan TKI di Malaysia. TKI yang bekerja di Malaysia dijual layaknya barang dagangan. Hal ini terjadi karena kurangnya perlindungan dan kualitas dari TKI yang dikirim sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki. Faktor ini merupakan awal dari rentannya TKI diperlakukan semena-mena di luar negeri. Dengan kurangnya kemampuan dan minimnya ilmu pengetahuan, para TKI sering diperlakukan tidak manusiawi. Perdagangan orang melalui periklanan penyaluran TKI ilegal dapat dikategorikan sebagai kejahatan transnasional terorganisir berdasarkan Protokol Palermo tahun 2000. Karena tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara, tindakan yang melibatkan atau memberi dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metode-metode yang dipergunakan melampui batas-batas teritorial suatu negara. Perdagangan orang telah diatur oleh hukum internasional dan hukum nasional. Kewajiban Negara dalam melaksanakan pendampingan TKI korban perdagangan orang yaitu, Negara pihak harus melindungi privasi dan identitas dari korban perdagangan orang, dengan cara menerapkan penegakan hukum.
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 13/PUU-XVI/2018 TERHADA PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DI INDONESIA Vrilda, Teresa; Susetyorini, Peni; Roisah, Kholis
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (836.528 KB)

Abstract

Pengesahan perjanjian internasional merupakan cara pernyataan sebuah negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian internasional. Mahkamah Konstitusi menerbitkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.13/PUU-XVI/2018 terkait UU Perjanjian Internasional yang dilaterbelakangi perbedaan pendapat mengenai proses pengesahan perjanjian internasional. Perlu diketahui bagaimana dampak Putusan Mahkamah Konstitusi ini terhadap proses pelaksanaan pengesahan perjanjian internasional dengan melihat perbandingan praktek pengesahan perjanjian internasional di berbagai negara. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang mengkaji implementasi dari hukum positif. Bahan hukum dianalisa menggunakan metode kualitatif menggunakan data deskriptif analisis, dengan tujuan memberikan penjelasan mengenai pengesahan perjanjian internasional pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No.13/PUU-XVI/2018. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan proses pengesahan perjanjian internasional pada masing-masing negara dikarenakan adanya perbedaan landasan konstitusi serta perbedaan konsep distribusi wewenang lembaga negara. Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XVI/2018 memberikan interpretasi baru terhadap perjanjian internasional yang harus disahkan dengan undang-undang sehingga terdapat peran DPR sebagai bentuk kontrol rakyat dan bersesuaian denga ketentuan dalam Pasal 11 UUD NRI 1945.
KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF UNCLOS 1982 Peni Susetyorini
Masalah-Masalah Hukum Vol 48, No 2 (2019): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.439 KB) | DOI: 10.14710/mmh.48.2.2019.164-177

Abstract

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kondisi geografis yang strategis dan  kaya akan sumberdaya alam, namun semuanya masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal demi kemakmuran bangsa. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, mulai dari kesalahan paradigma pembangunan hingga carut marutnya upaya penegakan hukum kemaritiman. Kendala pemenuhan intrastruktur yang memadai dalam kemaritiman merupakan kendala utama yang harus diselesaikan pemerintah, karena keberadaan infrastruktur akan memungkinkan pelayanan yang lebih baik. Persoalan pembenahan sistem penegakan hukum melalui penguatan dan koordinasi antar lembaga yang berwenang di laut akan sangat menunjang bagi terciptanya keselarasan penegakan hukum, sehingga para pelaku kemaritiman akan mendapatkan kepastian kepada siapa mereka harus menggantungkan harapannya bila mereka mendapatkan kesulitan di laut. Penelitian ini bertujuan menganalisis hak dan kewajiban negara dalam mengimplementasikan Konvensi Hukum Laut (Unclos) 1982 yang telah diratifikasi oleh negara Indonesia  dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The Sea, dan menganalisis kebijakan kelautan Indonesia dalam upaya mewujudkan negara Indonesia sebagai poros maritim dunia.
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DI INDONESIA Rahayu Rahayu; Kholis Roisah; Peni Susetyorini
Masalah-Masalah Hukum Vol 49, No 2 (2020): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.818 KB) | DOI: 10.14710/mmh.49.2.2020.202-212

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang perlindungan hak asasi manusia pengungsi dan pencari suaka di Indonesia dengan menggunakan pendekatan sociolegal. Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara mendalam dan studi pustaka yang selanjutnya dianalisis secara induktif kualitatif. Studi ini menyimpulkan bahwa meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, namun tetap memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia para pengungsi dan pencari suaka yang berada di wilayah Indonesia. Melalui Perpres Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, Pemerintah Indonesia memiliki keberpihakan yang sangat kuat terhadap pemenuhan hak asasi manusia para pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke wilayah Indonesia dengan menerapkan prinsip non-refoulement.
IMPLIKASI HUKUM TINDAKAN INVASI IRAK TERHADAP KUWAIT DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Adhiyaksha Danar Karendrarswara; Peni Susetyorini; Joko Setiyono
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.11 KB)

Abstract

Irak adalah sebuah Negara di timur tengah yang meliputi bagian terbesar daerah mosopotamia serta ujung barat laut dari pegunungan zagros dan bagian timur dari gurun suriah. Melihat sumber daya yang melimpah di Kuwait akhirnya Irak memutuskan untuk mengirim pasukannya untuk menyerang Kuwait dan mengambil alih Kuwait. Inilah puncak kemarahan Saddam Husein. Irak terus menguasai Kuwait kurang lebih dua hari dan membuat kepala Negara beserta rakyat Kuwait mengungsi ke Arab Saudi. Tindakan invasi Irak terhadap Kuwait ini menuai banyak kecaman dari pihak Negara lain yang sangat dirugikan dengan adanya hal tersebut seperti halnya Amerika, dan juga pihak dewan Keamanan PBB juga ikut membentuk untuk menyelesaikan konflik tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembenaran ketentuan hukum internasional dalam tindakan invasi Negara serta untuk mengetahui implikasi hukum yang timbul terhadap invasi yang dilakukan oleh Irak terhadap Kuwait. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data pokok yang digunakan dalam penulisan ini ialah data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Tindakan invasi Negara tidak dibenarkan oleh ketentuan hukum internasional karena telah melanggar peraturan dan ketentuan Piagam PBB. Implikasi hukum yang timbul terhadap invasi yang dilakukan oleh irak terhadap Kuwait yaitu timbulnya peraturan yang bertujuan untuk memelihara keamanan dan perdamaian internasional, melakukan tindakan terhadap agresi atau yang melanggar perdamaian dan melakukannya dengan cara-cara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, penyesuaian atau penyelesaian situasi atau perselisihan internasional yang dapat mengarah kepada pelanggaran internasional. Saran yang diberikan adalah seharusnya kita lebih mengedepankan cara-cara yang diplomatis dan perdamaian daripada menempuh peperangan sehingga akan tercipta keamanan dan perdamaian dunia. Hendaknya Hukum Internasional memberikan kecaman dan sanksi yang tegas kepada Negara yang melakukan invasi dengan brutal seperti yang telah dilakukan Irak terhadap Kuwait agar tidak ada negara yang menderita lagi dan hal tersebut juga dapat menjadi ancaman bagi Negara- Negara lain yang telah melakukan invasi.
ILLEGAL FISHING KAPAL VIETNAM AKIBAT OVERLAPPING BATAS MARITIM ZEE INDONESIA DENGAN VIETNAM Romi Gaku Setojati; Lazarus Tri Setyawanta Rebala; Peni Susetyorini
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1114.375 KB)

Abstract

Indonesia sebagai Negara kepulauan telah mengakui UNCLOS 1982. Indonesia memiliki hak berdaulat di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pada wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), di Laut Natuna Utara, kapal ikan Vietnam kerap melakukan tindakan Illegal Fishing. Penelitian ini bertujuan mengkaji upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi kasus overlapping area di ZEE dan untuk menganalisis dasar penegakan hukum ZEE Indonesia di Laut Utara Kepulauan Natuna. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan data sekunder dan menganalisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan berdasarkan UNCLOS 1982, sengketa pada wilayah overlapping di ZEE ini seharusnya diselesaikan dengan suatu persetujuan penentuan batas wilayah ZEE, negara pihak sengketa dapat mengadakan provisional arrangemen untuk meminimalisir sengketa di wilayah Laut Natuna Utara.
PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA INDONESIA DALAM MELINDUNGI ANAK BUAH KAPAL YANG MENJADI SANDERA PEMBAJAKAN KAPAL ARK TZE DI PERAIRAN POINTE NOIRE REPUBLIK KONGO Anindya Icchanaya Devi; Lazarus Tri Setyawantara; Peni Susetyorini
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (904.685 KB)

Abstract

Kedaulatan merupakan ciri dari sebuah negara yang merdeka namun kedaulatan memiliki konsekuensi berupa hak dan kewajiban antara negara dengan warga negara. Salah satu kewajiban negara adalah memberikan perlindungan. Perlindungan warga negara yang berada di luar wilayah teritorial merupakan kewajiban yang dibebankan terhadap negara. Kewajiban tersebut muncul karena hubungan yang dimiliki oleh negara dan warga negara yang dikuatkan didalam Hukum Internasional menjadikan negara wajib turut serta dalam upaya perlindungan warga negara. Perlindungan tersebut muncul dalam permasalahan pembajakan kapal Ark Tze dimana tiga orang anak buah kapal Ark Tze yang merupakan warga negara Indonesia menjadi sandera para pembajak. Muncullah perlindungan negara Indonesia yang aktif saat itu juga dengan adanya pergesekan antara yurisdiksi Indonesia dengan negara lain.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dengan bahan kepustakaan, bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis kualitatif. Perlindungan oleh negara terhadap individu yang berada di luar wilayahnya merupakan hal yang wajib sehingga perlu bagi perwakilan negara untuk melakukan upaya perlindungan.Upaya tersebut berupa proteksi diplomatik terhadap warga negara yang masih berada diluar negeri, proteksi ini menjadi upaya pertama karena warga negara berada di luar teritorial, perlindungan yang dilakukan oleh negara merupakan konsekuensi adanya kewarganegaraan yang dimiliki oleh individu. kejahatan pembajakan kapal Ark Tze merupakan kasus yang melibatkan beberapa yurisdiksi yang berlaku secara bersamaan, setiap yurisdiksi saling berbenturan dengan kepentingan dari yurusdiksi lain. Yurisdiksi yang dapat berlaku berupa yurisdiksi universal, yurisdiksi korban, yurisdiksi pelaku, atau yurisdiksi negara bendera kapal.
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN BENGKULU SELATAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Wahyu Prawiro Pratama*, Amiek Soemarmi, Peni Susetyorini
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.579 KB)

Abstract

Dinas kelautan dan perikanan salah satu lembaga yang mengatur kebijakan teknis dibidang pengelolaan wilayah pesisir dapat dilaksakan dengan baik dalam pelaksanaan otonomi daerah dan apakah hambatan serta upaya peyelesaiannya dari dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkkan Undang-undang No 1 Tahun 2014 tentang wilayah pesisir dan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.Rumusan masalah dalam penulisan hukum ini yaitu :Bagaimana pengaturan pengelolaan  wilayah pesisir Kabupaten Bengkulu Selatan dalam pelaksanaan otonomi daerah dan Apakah hambatan dalam pengelolan wilayah pesisir di Kabupaten Bengkulu Selatan Tujuan dari penelitian tersebut : untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan dan pengaturan Wilayah pesisir dalam pelaksanaan otonomi daerah dan mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Bengkulu Selatan.Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normative. Pendekatan yuridis normative adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dimana data sekunder itu diproleh Undang – Undang, hasil penelitian, jurnal serta hasil karya ilmiah. Dari data yang diproleh maka dianalisis dengan metode deskriptif – analisis yang disajikan dalam bentuk laporan kualitatif.Penelitian yang telah dilaksnakan, maka disimpulkan bahwa peran dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bengkulu Selatan dalam pengelolaan wilayah pesisir belum lah optimal dikarenakan adanya hambatan-hambatan yuridis mau pun non-yuridis hal ini ditunjukkan dengan kurang nya pembangunan maupun tenaga-tenaga ahli dalam masalah perikanan maupun masalah pengelolaan wilayah pesisir..Saran untuk Dinas Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah pengelolaan wilayah pesisir di kabupaten Bengkulu Selatan lebih berperan aktif dalam mengelola wilayah pesisir dalam bentuk pembanguanan sarana infrastruktur maupun rehabilitasi wilayah pesisir yang terkena abrasi.