Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Budidaya Kepiting Soka dengan Metoda Sangkar Massal Suswanto, Iman; Sirodjul Munir, Achmad Mulyadi
Jurnal Pengabdi Vol 1, No 1 (2018): APRIL 2018
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2854.997 KB) | DOI: 10.26418/jplp2km.v1i1.25467

Abstract

Mangrove forest stores enormous economic potential. Economic activity in the mangrove forest village Dabong was catching mangrove clams, fish, shrimp and mud crab. Cultivation of soft-shelled crabs can be done with simple methods such as single cage and mass cage combained moulting pool to facilitate moulting monitor the change of the crab skin. Advantages of moulting pool are  ease moulting time monitoring and crab moulting secure against attack other animals.Cultivation of soft-shelled crabs need to be developed extensively for broad economic benefits for the sailor. The results indicate that the development of aquaculture activities shelled crabs using mass cage and moulting pool provide greater benefits. Labor productivity with the same can be increased up to 4- fold compared to a single cage aquaculture way. Excellence moulting pool caused by intensive monitoring for skin exchange both day and night.
PENGARUH ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP P. palmivora PENYEBAB PENYAKIT BUSUK BUAH PADA KAKAO Yunita, Yunita; Suswanto, Iman; Sarbino, Sarbino
Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 8, No 2 (2018): Perkebunan dan Lahan Tropika
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.746 KB) | DOI: 10.26418/plt.v8i2.29802

Abstract

Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh P.palmivora merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao kerena menyebabkan kerugian cukup besar pada hasil panen. Salah satu cara pengendalian busuk buah menggunakan asap cair tempurung kelapa. Penelitian ini bertujuan memperoleh konsentrasi asap cair untuk menekan aktivitas P.pamivora. Penelitian berlangsung selama tiga bulan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan 0%, 5%, 10%, 20%, 40% dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% di ulang 3 kali. Parameter yang diamati adalah jumlah bercak dan panjang bercak, pengamatan dimulai pada hari kelima setelah inkubasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengendalian penyakit busuk buah menggunakan cuka kayu efektif pada konsentrasi 5% dan 10% yang mampu menghambat aktivitas P.palmivora.Kata Kunci: Buah kakao, asap cair tempurung kelapa,  P.palmivora
KARAKTERISASI TRICHODERMA HARZIANUM ASAL LAHAN GAMBUT SEBAGAI AGENS ANTAGONIS TERHADAP PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG SAWIT SECARA IN VITRO Nandung, Elsy; Suswanto, Iman; Ramadhan, Tris Haris
Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 8, No 2 (2018): Perkebunan dan Lahan Tropika
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.823 KB) | DOI: 10.26418/plt.v8i2.29798

Abstract

T. harzianum  merupakan agen antagonis yang digunakan untuk pengendalian hayati. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman cendawan dari beberapa jenis vegetasi di lahan gambut,  mengetahui kemampuan daya hambat dan sifat-sifat lain T. harzianum penentuan sifat yang dapat digunakan sebagai penciri T. harzianum sebagai agens pengendali busuk pangkal batang, dan kemampuan mendegradasi kitin sebagai salah satu komponen dinding sel Ganoderma spp.. Pengujian ini dilakukan melalui hasil isolasi T. harzianum dari beberapa areal, inkubasi menggunakan media PDA kemudian dilakukan pencirian berdasarkan uji antagonis, uji pertumbuhan, morfologi dan mekanisme penghambatan, uji kitinase dilakukan dengan menginkubasi cendawan  T. harzianum  pada media kolodial kitin diamati zona bening setiap hari.   Keragaman cendawan dari berbagai wilayah relatif sama. Agen pengendali Ganoderma spp. seperti busuk pangkal batang banyak ditemukan pada wilayah yang ditumbuhi cabai dan hutan belukar. Pencirian T. harzianum terbaik berdasarkan tingginya daya hambat, kerapatan spora dan mekanisme penghambatan. Mekanisme penghambatan bersifat hiperparasit mampu menekan pertumbuhan Ganoderma spp. melalui degradasi kitin.Kata kunci : Busuk Pangkal Batang, Gambut, Pencirian T. harzianum, Sawit
Epidemi Penyakit Hawar Beludru Septobasidium pada Kebun Lada dengan Jenis Tajar Berbeda Suswanto, Iman; Rianto, Fadjar
Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 4, No 2 (2014): PERKEBUNAN DAN LAHAN TROPIKA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (551.502 KB) | DOI: 10.26418/plt.v4i2.9368

Abstract

Hawar beludru Septobasidium spp. menjadi penyebab utama penurunan produksi lada di Kalimantan Barat. Pada awal kemunculan penyakit umumnya dijumpai pada kebun tua yang tidak terawat. Saat ini penyakit ini dapat dijumpai baik pada kebun yang terawat maupun tidak terawat. Penelitian bertujuan mengenal gejala, penyebaran penyakit dan hubungan antara berbagai anasir penyakit dengan perkembangan patogen di kebun lada dengan tajar yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman sakit memperlihatkan gejala dengan tingkat keparahan beragam dan penyakit dijumpai di semua sentra lada Kalimantan Barat. Intensitas penyakit di Kabupaten Sambas dan Mempawah termasuk berat menunjukkan banyak dijumpai kebun lada yang puso. Perkembangan penyakit memiliki keeratan hubungan dengan temperatur (x1) dan kepadatan spora (x2) baik pada kebun dengan tajar hidup maupun tajar mati. Konsistensi besarnya nilai korelasi ini dijadikan dasar dalam penyusunan model regresi multivariat pada kebun dengan tajar hidup dan mati berturut-turut y= 17,58 - 0,19 x1 + 0,43 x2 dan y=15,30 - 0,18x1 + 0,65 x2. Penyakit berkembang baik saat temperatur udara (x1) mencapai 24 oC dan kepadatan spora (x2) di kebun mencapai 7 spora/cm2. Kata kunci: hawar beludru, lada, tajar dan Septobasidium
The Screening of Fungi for Antagonistic Acidofilic Lignocellulolitic on Peat Soil of Fusarium Disease -, Nursadin; Suswanto, Iman; -, Supriyanto
Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 2, No 1 (2012): PERKEBUNAN DAN LAHAN TROPIKA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.873 KB) | DOI: 10.26418/plt.v2i1.1960

Abstract

Fusarium wilt disease is one of disease that considerable losses to the tomato plant. This disease can cause sudden death, this is due to damage to the base of the stem or cancer. Plants infected adults are able to survive and shape but the result is very little fruit and small fruit. Besides caused by pathogens, constraints cultivation in peatsoil is a peat substrate forming the lignin and cellulose are normally difficult to decompose. This study aims to find the best fungi as biological control agents against F. oxysporum and the ability to survive in acidic conditions and was able to decipher the compound lignin and cellulose. The research was conducted at the Laboratory of Plant Diseases Faculty of Agriculture, University of Tanjungpura Pontianak, January to June 2012. Implementation of the study include the isolation of fungi from peat soils, test antagonism towards the development of F. oxysporum, hipovirulensi test, capabilities and outlines the lignin and cellulose asidofilik test. Results isolation from peat obtained 7 isolates of fungi, that is Aspegillus brevipes, A. niger, Penicillium corylophillum, P. janthillenum, Rhizopus sp, Trichoderma harzianum and T. koningii. The test results antagonistic to F. oxysporum isolates obtained 2 are able to act as antagonists and suppressed the development of F. oxysporum. Both of these isolates were T. harzianum and T. koningii. Besides being able to act as antagonists, both isolates are able to decompose lignin into simpler compounds. In describing cellulose, A. niger has a greater ability than other isolates. Almost all isolates were classified into asidofilik fungus, only A. brevipes were not included asidofilik because diameter growth at pH 3 did not reach 75% compared to pH 6. Keywords: Antagonistic fungi, acidofilic, fusarium wilt.
Uji Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa dalam Pengendalian Phytophthora sp. Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao secara In Vitro Pangestu, Erna; Suswanto, Iman; Supriyanto, Supriyanto
Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 4, No 2 (2014): PERKEBUNAN DAN LAHAN TROPIKA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (652.119 KB) | DOI: 10.26418/plt.v4i2.9375

Abstract

Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora sp. dan pengaruhnya terhadap jumlah sporangium dan klamidospora. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas perlakuan asap cair tempurung kelapa pada konsentrasi 0%, 0,02%, 0,043%, 0,085%, 0,17% dan 0,34%. Masing – masing perlakuan diulang sepuluh kali. Percobaan ini dilakukan secara in vitro pada medium agar yang telah dicampur dengan asap cair. Analisis statistik menunjukkan  LC50 dalam penelitian ini adalah sebesar 0,11%. konsentrasi di atas LC50 secara nyata menekan pembentukan sporangium dan klamidospora. Kata kunci : asap cair, busuk buah, kakao
PENGENDALIAN HAMA KUMBANG BADAK PADA KEBUN KELAPA MASYARAKAT Suswanto, Iman; Sarbino, Sarbino; Maherawati, Maherawati
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 4, No 5 (2020): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.586 KB) | DOI: 10.31764/jmm.v4i5.2953

Abstract

Abstrak: Kelapa sebagai tanaman yang diusahakan turun-temurun masyarakat di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kuburaya, menghadapi masalah serangan hama. Sebagian besar pohon kelapa terserang parah hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros Linn). Dampak serangan hama menyebabkan penurunan produktivitas kelapa sangat drastis. Kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan dengan metode ceramah dan praktek. Materi ceramah bertujuan untuk memberi bekal kepada masyarakat tentang perlindungan tanaman kelapa terhadap hama kumbang badak. Metode praktek dilakukan dengan transfer teknologi berupa, perbanyakan isolat Metarhizium spp. pada media jagung dan larva kumbang serta pembuatan perangkap kumbang badak menggunakan tumpukan sisa sampah kebun kelapa dan trapping dengan feromon. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa peserta menguasai perbanyakan Metharhizum spp. baik pada media jagung maupun larva. Peserta dapat membuat perangkap kumbang badak menggunakan sampah kebun. Pemasangan perangkap di 6 titik selama 10 minggu menunjukkan bahwa populasi kumbang badak di perkebunan kelapa tergolong tinggi. Secara keseluruhan penggunaan jamur Metarhizium dan feromon mampu mengurangi populasi kumbang badak. Pengendalian hama kumbang badak akan efektif apabila dilakukan oleh setiap petani kelapa dan dilaksanakan secara terus menerus sampai populasi hama dibawah ambang ekonomi. Abstract: As a plant cultivated from generation to generation in Kubu District, Kubu Raya Regency, coconut plants face pest attacks. Most of the coconut trees are badly affected by the rhinoceros beetle (Oryctes rhinoceros Linn). The impact of pest attacks caused a drastic decrease in coconut productivity. Community service activities are carried out using lecture and practical methods. The lecture material aims to provide provisions for the community about protecting coconut plants against rhino beetle pests. The practical method was carried out by transferring technology in the form of multiplication of isolates of Metharhizum spp. in the media of maize and beetle larvae and making rhino beetle traps using a pile of coconut garden waste and trapping with pheromones. The activity results showed that the participants mastered the propagation of Metharhizum spp both on maize and larval media. Participants can make rhino beetle traps using garden waste. Laying traps at 6 points for ten weeks shows that the rhino beetle population in coconut plantations is high. Overall, the use of Metarhizium mushrooms and pheromones was able to reduce the rhino beetle population. Rhino beetle control will be useful if done by every coconut farmer and carried out continuously until the pest population is below economic threshold
Teknologi Tepat Guna Pemurnian Minyak Kelapa Tradisional Di Desa Mengkalang Jambu Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Maherawati; Iman Suswanto
Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 4 No. 3 (2020): Dinamisia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/dinamisia.v4i3.3766

Abstract

Traditional coconut oil has the potential to be developed into commercial oil. These community service activities are a) coconut oil production practices, b) introduction of coconut oil refining technology and c) assessment of people's perceptions of coconut oil production. The variables used are the process of making oil, product quality, technology transfer and people's motivation to make oil. Questionnaire data were analyzed with contingencies to show the close relationship between variables and community groups. The results of the activity showed that there were two ways of making traditional coconut oil, using fresh coconut milk and fermented coconut milk. The resulting oil is crude coconut oil with a characteristic rancid odor, dark color and not durable. The process of oil production is a variable that shows real differences between young and old groups, while other variables are not significantly different. As many as 75% of young group respondents stated that the process of making coconut oil at a somewhat difficult to difficult level. The close relationship between the respondent group and the process of making coconut oil has high accuracy, which is 0.64. Improving coconut oil manufacturing techniques with the refining process can be one way to improve quality and efforts to support the commercialization of traditional coconut oil.
PENINGKATAN KUALITAS MINYAK KELAPA TRADISIONAL DENGAN TEKNOLOGI PEMURNIAN SEDERHANA Maherawati; Iman Suswanto
Jurnal Pengolahan Pangan Vol 7 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/pangan.v7i1.66

Abstract

Pemanfaatan kelapa sebagai minyak telah dilakukan masyarakat, namun sebagian besar baru menghasilkan minyak kelapa mentah (crude coconut oil) yang belum layak untuk diperdagangkan karena berwarna gelap, berbau tengik, dan tidak tahan lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas minyak kelapa tradisional dengan teknologi pemurnian sederhana berupa netralisasi, degumminng, dan filtrasi. Pembuatan minyak kelapa tradisional di masyarakat umumnya menggunakan santan segar atau santan yang telah dimalamkan (santan fermentasi). Sebelum proses pemurnian, dilakukan karakterisasi minyak kelapa mentah dari bahan baku santan fermentasi dan santan segar. Pengujian karakteristik minyak menunjukkan bahwa minyak kelapa yang dibuat dari santan fermentasi mempunyai kadar asam lemak bebas (0,95±0,02%) yang lebih tinggi dibandingkan minyak dari santan segar (0,80±0,00%). Proses pemurnian minyak kelapa dilakukan dengan metode netralisasi menggunakan larutan NaOH 0,96%, proses degumming menggunakan garam, dan filtrasi menggunakan kain saring. Teknologi pemurnian sederhana berhasil menurunkan kadar air minyak kelapa dari 0,24±0,01% menjadi 0,11±0,02% setelah pemurnian dan menurunkan kadar asam lemak bebas dari 0,80±0,00% menjadi 0,33±0,02% setelah pemurnian. Minyak kelapa yang telah dimurnikan mempunyai kenampakan visual lebih jernih. Teknologi pemurnian yang dilakukan berhasil meningkatkan kualitas minyak kelapa tradisional yang dihasilkan masyarakat.
Improved properties of Pepper (Pepper nigrum L.) using Mutagen Ethyl Methane Sulphonate (EMS) Iman Suswanto; Indri Hendarti; Tris Haris Ramadhan
Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi dan Budidaya Perairan Vol 20 No 2 (2022): Jurnal Agroqua
Publisher : University of Prof. Dr. Hazairin, SH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32663/ja.v20i2.3023

Abstract

The study aimed to determine the LC50 using EMS on pepper and obtain a better mutant than the parents. The material used was Indian variety pepper, and the chemical mutagen was Ethyl Methane Sulphonate (EMS). Two hundred Indian Cultivar pepper seeds obtained from community gardens were treated with EMS mutagen at a concentration of 0; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8, and 1.0% with 3 hours of immersion. Observations consisted of germination, mutagen damage and agronomic characters. The LC50 calculation was obtained from the regression relationship of dead sprouts with several doses of EMS application which had the best fitting curve with the highest determination value (R2). The results showed that pepper germination was relatively low (62%). The impact of using EMS mutagens causes growth inhibition or even death of sprouts. The higher the concentration, the higher the mortality rate. The relationship between the concentration of mutagens and the mortality rate follows the polynomial equation y = 188.45x – 97.21x2 + 2.71 with a determination value of 99%. Based on the regression model, the LC50 value is 0.3%. In this study, the EMS concentration of 0.2% succeeded obtaining a better mutant pepper than the parental. indicated by increasing the length and width of the cotyledons, respectively, 20 and 24% greater than the control.