Tina Asmarawati
Universitas Islam Syekh-Yusuf

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Perspektif Hukum dalam Main Hakim Sendiri Tina Asmarawati
Nurani Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i1.8951

Abstract

Pengeroyokan yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini sering diberitakan baik dalam media cetak maupun televisi. Maling yang dihajar hingga babak belur, pemerkosa yang dianiaya keluarga korban, bahkan yang lebih miris yaitu kejadian pembakaran oleh warga terhadap orang-orang yang diduga sebagai dukun santet. Tidak dapat dipungkiri selain di kota-kota besar, pengeroyokan terhadap orang yang diduga tersangka kejahatan juga terjadi di berbagai daerah.Di Kabupaten Solok  (Nagarai) warga yang terpancing emosinya mengeroyok seorang pemuda (A) hingga tewas yang dianggap sering kali mengganggu ketentraman dan keamanan lingkungan setempat. Korban yang tidak menerima tuduhan tersebut kemudian berusaha untuk menikam ketua pemuda yang menasihatinya. karena kesal ketua pemuda yang kemudian diikuti oleh warga kampung tersebut mengejar korban dan smengeroyoknya hingga tewas.Keresahan masyarakat terhadap aksi pembegalan pada akhirnya memunculkan "pengadilan jalanan" sebagaimana telah diutarakan di atas terhadap para .pelakunya.Bagaikan sudah menjadi "tradisi" di Indonesia, pelaku kejahatan yang berhasil ditangkap warga pasti harus merasakan hukuman dari "hakim-hakim jalanan" sebelum diamankan polisi.Namun, aksi "hakim-hakim jalanan" itu pada akhirnya juga membuat miris karena terlampau brutal dan sadis. Masih segar di ingatan publik, pelaku begal di Tangerang Selatan yang dihakimi dan dibakar hidup-hidup oleh massa demikian juga beberapatahun yang lalu didaerah sekitar Kopti, Kalideres. Menurut peneliti D A, dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan empat faktor penyebab mengapa ada koresponden yang masih memilih main hakim sendiri. Pertama, rendahnya kepercayaan publik bahwa aparat penegak hukum akan bertindak adil. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang menunjukkan angka 46,7 persen publik tidak percaya sama sekali pada aparat. Sementara, yang percaya sebesar 42,2 persen.Mayoritas publik juga cenderung percaya bahwa proses hukum yang dilakukan aparat hukum di Indonesia mudah diintervensi oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Misalnya, kedekatan dengan aparat hukum atau kompensasi materi. Sementara hanya sebesar 23,4 persen yang masih menaruh harapan terhadap aparat hukum bahwa aparat masih bisa bekerja secara independen. "Gambaran ini menunjukan bahwa mindset publik penuh curiga dengan proses hukum yang berjalan.