Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Perlindungan Atas Merek Dagang Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 2, No 1: Februari-Juli 2021
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v2i1.564

Abstract

Brand is a potential economic asset for the owner of rights to the brand. Therefore the use of rights to the brand are often related to monopolistic practices and unfair business competition, the legal protection attached to it, namely as an object against him over the rights of individuals or legal entities. Good management of the brand will generate huge profits for holders of rights to the brand. Sometimes the brand plays an important role before the public decides to choose the item. Imitation, counterfeiting, piracy or pemboncengan brand is mostly behavioral businesses that bad faith in business. These actions are sometimes indeed an effective solution in facing competition in the market, but on the other hand, they certainly cause losses for brand rights holders, the consumer community, and of course the state. Therefore, it is necessary to provide legal protection for a brand.  Keywords: Legal Protection; Brand rights.AbstrakMerek merupakan aset ekonomi yang sangat potensial bagi pemilik hak atas merek. Oleh karena penggunaan hak atas merek sering kali berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum. Manajemen yang baik terhadap merek akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemegang hak atas merek. Kadangkala merek memegang peranan penting sebelum masyarakat memutuskan akan memilih barang tersebut. Peniruan, pemalsuan, pembajakan ataupun pemboncengan merek merupakan sebagian prilaku pelaku usaha yang beritikad tidak baik dalam menjalankan usahanya. Perbuatan tersebut terkadang memang merupakan solusi efektif dalam menghadapi persaingan di pasaran, tapi disisi lain tentu menimbulkan kerugian bagi pemegang hak merek, masyarakat konsumen, dan tentu saja negara. Karena itu perlu diberikan perlindungan hukum atas suatu merek Kata Kunci : Perlindungan Hukum; Hak Merek.
PENGATURAN MUTU PRODUK PANGAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK ATAS KEAMANAN DAN KENYAMANAN KONSUMEN Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 1, No 1: Februari 2020
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v1i1.333

Abstract

Pangan merupakan salah saltu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Hasil dari kegiatan mengonsumsi produk pangan pada gilirannya akan berpengaruh juga pada kondisi kesehatan fisik/jasmani atau mental/rohani. Menginat pentingnya pangan bagi hidup dan kehidupan manusia, maka pangan haruslah juga memenuhi kriteria ataupun standar kesehatan, dalam artian aman dikonsumsi. Amatlah penting mengetahui pengaturan mutu produk pangan di Indonesia, agar pelaku usaha produk pangan maupun masyarakat selaku konsumen mengetahui produk pangan yang aman dan nyaman dikonsumsi dan terlindungi dari bahaya ataupun dampak buruk dari suatu produk pangan yang seharusnya tidak dikonsumsi. Kata Kunci: Pengaturan, mutu, Produk Pangan
KODE ETIK PROFESI HAKIM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PROFESI HAKIM YANG BERINTEGRITAS Mario Agusta; Chindy Oeliga Yensi Afita; Syafrinia Syafrinia
DATIN LAW JURNAL Vol 1, No 2: Agustus-Desember 2020
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v1i2.452

Abstract

Bahwa keadilan merupakan kebutuhan pokok rohaniah setiap orang dan merupakan perekat hubungan sosial dalam bernegara. Pengadilan merupakan tiang utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta dalam proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegak martabat dan integritas Negara. Hakim Sebagai figur sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak. Putusan Pengadilan yang adil menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Putusan Pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan keadilan yang dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama manusia dan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari dan tirta merupakan cerminan perilaku Hakim harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Maha Esa, adil, bijaksana berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah laku, bemakna pengalaman tingkah laku sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketaqwaan tersebut akan mendorong Hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai tuntunan agama masing-masing. Seiring dengan keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan, sering muncul tantangan dan godaan bagi para Hakim. Untuk itu, Pedoman Perilaku Hakim merupakan konsekuensi dari kewenangan yang melekat pada jabatan sebagai Hakim yang berbeda dengan warga masyarakat biasa.
Menyanyikan Ulang Lagu Dalam Perspektif Perlindungan Hak Cipta Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 3, No 1 (2022): Februari-Juli
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v3i1.856

Abstract

AbstrakPerkembangan internet yang begitu pesat telah pula mengembangkan berbagai kegiatan di masyarakat. Salah satu manfaat positif di dunia internet adalah dapat mendukung munculnya berbegai kreatifitas yang kemudian dengan konten-konten tersebut selain menjadi ajang unjuk kreatifitas, juga dapat menjadi sumber penghasilan. Di bidang seni yaitu seni suara berupa lagu, akhir-akhir ini, kegiatan menyanyikan ulang sebuah lagu sedang banyak dilakukan. Dalam menyanyikan ulang lagu tersebut ada yang menaynyikan dengan cara orisinil seperti penyanyi aslinya, ada yang mengaransemen ulang musiknya, dan adapula yang menyanyikan dengan warna suaranya masing- masing. Sebagai sebuah hasil kreatifias dari intelektual penciptanya, maka sudah seharusnya lagu haruslah mendapat perlindungan, sehingga pencipta yang sudah payah menciptakan lagu tersebut tidak mendapat kerugian. Kata kunci: hak cipta, lagu, menyanyikan ulang, internet.
Politik Hukum Pidana Mati Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia M. Nanda Setiawan; Cindy Oeliga Yensi Afita; Halida Zia; Mario Agusta
Jurnal Politik dan Pemerintahan Daerah Vol 4, No 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/jppd.v4i2.51

Abstract

Korupsi merupakan masalah yang besar dan menarik sebagai persoalan hukum yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Di dalam politik hukum pidana Indonesia, korupsi itu bahkan dianggap sebagai suatu bentuk pidana yang perlu didekati secara khusus dan diancam dengan pidana yang cukup berat. Tindak pidana korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dirumuskan dalam pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 yang menyatakan bahwa pidana mati dapat dijatuhkan jika melakukan korupsi pada keadaan tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana politik hukum pidana mati dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe penelitian yurudis normatif. Hasil dan pembahasan Sebagai negara hukum seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) maka sudah pasti hukumlah yang menjadi panglima tertinggi. Kebijakan hukum pidana dapat diartikan dengan cara bertindak atau kebijakan dari negara (pemerintah) untuk menggunakan hukum pidana dalam mencapai tujuan tertentu, terutama dalam menanggulangi kejahatan, memang perlu diakui bahwa banyak cara maupun usaha yang dapat dilakukan oleh setiap negara (pemerintah) dalam menanggulangi kejahatan. Salah satu upaya untuk dapat menanggulangi kejahatan, diantaranya melalui suatu kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana. Kebijakan formulasi hukum pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ditujukan kepada pelaku tindak pidana korupsi. Pidana mati itu sendiri sudah diatur di dalam Undang-undang Tipikor hanya saja hingga saat ini belum ada satupun pelaku tindak pidana korupsi dijatuhkan hukuman mati.
Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Catering Terhadap Konsumen Yang Keracunan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Diindonesia Maryani Maryani; Halida Zia; Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 4, No 1 (2023): Februari
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v4i1.981

Abstract

ABSTRAK Salah satu cara bertahan dari krisis ekonomi adalah dengan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, salah satunya adalah dengan usaha catering. Namun, kasus yang terjadi akhir-akhir ini adalah adanya kasus keracunan makanan karena makanan catering. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Selain  tanggung jawab dari pelaku usaha juga diperlukan pengaturan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha catering/ jasaboga terhadap perlindungan konsumen yang keracunan berdasarkan UUPK NO 8 Tahun 1999. Analiisis penelitian yang digunakan adalah secara kualitatif karena tidak mengandung angka, penulisan nya digunakan metode penelitian hukum normatif. Penulisan ini berjudul “Pertanggung jawaban Pelaku Usaha Catering Terhadap  Konsumen Yang Keracunan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Diindonesia” yang bertujuan untuk membahas mengenai Pengaturan Pelaku Usaha Catering/ Jasaboga Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pertanggung jawaban pelaku usaha Jasaboga/ Catering terhadap Perlindungan konsumen yang mengalami keracunan makanan. Kesimpulan yang dapat ditarik melalui tulisan ini adalah pertanggungjawaban pelaku usaha dan perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami keracunan makanan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Kata Kunci       : Pertanggung jawaban, Pelaku Usaha Catering/ Jasaboga, Perlindungan Konsumen
Perlindungan Hukum Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah Masyarakat Suku Anak Dalam Di Dusun Dwi Karya Bakti”. Halida Zia; Mario Agusta; Nirmala Sari; Desi Afriyanti
RIO LAW JURNAL Vol 4, No 1 (2023): Februari-Juli
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/rlj.v4i1.1027

Abstract

Konsepsi hukum adat dapat dirumuskan sebagai konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Sifat komunalistik menunjuk kepada adanya hak bersama para anggota masyarakat hukum adat atas tanah, tanah adat merupakan tanah kepunyaan bersama, yang diyakini sebagai karunia suatu kekuatan gaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan masyarakat hukum adat. Adapun kelompok tersebut bisa merupakan masyarakat hukum adat yang teritorial (desa, marga, nagari, hutan) bisa juga merupakan masyarakat hukum adat genealogik atau keluarga, seperti suku dan kaum Permasalahan yang timbul dalam masyarakat Suku Anak Dalam dikarenakan tidak adanya dasar hukum peralihan hak atas tanah sebagai akibat dari perbuatan waris, hibah ataupun jual beli. Hak yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat suku anak dalam sering kali dicabut atau diambil alih begitu saja oleh kelompok masyarakat lainnya dikarenakan tidak adanya pembuktian atas peralihan atas tanah yang diperoleh dari perbuatan jual beli, hibah dan waris, sehingga hak kepemilikan tersebut tidak memiliki kepastian hukum tujun penelitian untuk mengetahui bagaimana proses peralihan hak kepemilikan tanah masyarakat suku anak dalam didusun dwi karya bakti. Pendekatan penelitian yang digunakan penulis yaitu pendekatan penelitian Yuridis Empiris yang berarti peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan mencari keterangan langsung dari masyarakat Suku Anak Dalam tentang bagaimana Peralihan Hak Atas Tanah yang dimiliki olehnya. Proses peralihan kepemilikan hak atas tanah pada masyarakat suku anak dalam di dusun dwi karya bakti sebagian telah dilakukan dengan cara tertulis melalui proses pewarisan, jual-beli dan waris, namun pada proses tersebut masih terdapat beberapa masyarakat yang belum melakukan secara tertulis. Tinggalkan budaya Nomaden (berpindah-pindah), guna demi keabsahan identitas yang telah diberikan pemerintah terhadap masyarakat suku anak dalam, tingkatkan pendidikan pada anak-anak agar kehidupannya dimasa yang akan mendatang lebih baik lagi serta ikutilah segala peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Peralihan; Hak; Tanah; Suku Anak Dalam.
Perlindungan Atas Merek Dagang Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 2, No 1 (2021): Februari 2021
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v2i1.564

Abstract

Brand is a potential economic asset for the owner of rights to the brand. Therefore the use of rights to the brand are often related to monopolistic practices and unfair business competition, the legal protection attached to it, namely as an object against him over the rights of individuals or legal entities. Good management of the brand will generate huge profits for holders of rights to the brand. Sometimes the brand plays an important role before the public decides to choose the item. Imitation, counterfeiting, piracy or pemboncengan brand is mostly behavioral businesses that bad faith in business. These actions are sometimes indeed an effective solution in facing competition in the market, but on the other hand, they certainly cause losses for brand rights holders, the consumer community, and of course the state. Therefore, it is necessary to provide legal protection for a brand.  Keywords: Legal Protection; Brand rights.AbstrakMerek merupakan aset ekonomi yang sangat potensial bagi pemilik hak atas merek. Oleh karena penggunaan hak atas merek sering kali berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum. Manajemen yang baik terhadap merek akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemegang hak atas merek. Kadangkala merek memegang peranan penting sebelum masyarakat memutuskan akan memilih barang tersebut. Peniruan, pemalsuan, pembajakan ataupun pemboncengan merek merupakan sebagian prilaku pelaku usaha yang beritikad tidak baik dalam menjalankan usahanya. Perbuatan tersebut terkadang memang merupakan solusi efektif dalam menghadapi persaingan di pasaran, tapi disisi lain tentu menimbulkan kerugian bagi pemegang hak merek, masyarakat konsumen, dan tentu saja negara. Karena itu perlu diberikan perlindungan hukum atas suatu merek Kata Kunci : Perlindungan Hukum; Hak Merek.
KODE ETIK PROFESI HAKIM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PROFESI HAKIM YANG BERINTEGRITAS Mario Agusta; Chindy Oeliga Yensi Afita; Syafrinia Syafrinia
DATIN LAW JURNAL Vol 1, No 2: Desember 2020
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v1i2.452

Abstract

Bahwa keadilan merupakan kebutuhan pokok rohaniah setiap orang dan merupakan perekat hubungan sosial dalam bernegara. Pengadilan merupakan tiang utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta dalam proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegak martabat dan integritas Negara. Hakim Sebagai figur sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak. Putusan Pengadilan yang adil menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Putusan Pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan keadilan yang dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama manusia dan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari dan tirta merupakan cerminan perilaku Hakim harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Maha Esa, adil, bijaksana berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah laku, bemakna pengalaman tingkah laku sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketaqwaan tersebut akan mendorong Hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai tuntunan agama masing-masing. Seiring dengan keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan, sering muncul tantangan dan godaan bagi para Hakim. Untuk itu, Pedoman Perilaku Hakim merupakan konsekuensi dari kewenangan yang melekat pada jabatan sebagai Hakim yang berbeda dengan warga masyarakat biasa.
Menyanyikan Ulang Lagu Dalam Perspektif Perlindungan Hak Cipta Mario Agusta
DATIN LAW JURNAL Vol 3, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v3i1.856

Abstract

AbstrakPerkembangan internet yang begitu pesat telah pula mengembangkan berbagai kegiatan di masyarakat. Salah satu manfaat positif di dunia internet adalah dapat mendukung munculnya berbegai kreatifitas yang kemudian dengan konten-konten tersebut selain menjadi ajang unjuk kreatifitas, juga dapat menjadi sumber penghasilan. Di bidang seni yaitu seni suara berupa lagu, akhir-akhir ini, kegiatan menyanyikan ulang sebuah lagu sedang banyak dilakukan. Dalam menyanyikan ulang lagu tersebut ada yang menaynyikan dengan cara orisinil seperti penyanyi aslinya, ada yang mengaransemen ulang musiknya, dan adapula yang menyanyikan dengan warna suaranya masing- masing. Sebagai sebuah hasil kreatifias dari intelektual penciptanya, maka sudah seharusnya lagu haruslah mendapat perlindungan, sehingga pencipta yang sudah payah menciptakan lagu tersebut tidak mendapat kerugian. Kata kunci: hak cipta, lagu, menyanyikan ulang, internet.