Syahid Syahid
UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

KONSEP FITRAH PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM MENURUT HAMKA DAN AN-NABHANI Hunainah Hunainah; Syahid Syahid
QATHRUNÂ Vol 4 No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Program Studi Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fitrah merupakan perkara yang penting, agar manusia mengetahui hakikat dan tujuan eksistensinya. Sistem pendidikan yang berjalan saat ini adalah sistem pendidikan yang berasaskan sekularisme yang bertentangan dan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan rumusan konsep pendidikan yang sesuai dengan fitrah manusia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Hamka dan an-Nabhani merumuskan konsep fitrah?; dan (2) Apa persamaan dan perbedaan pemikiran Hamka dan an-Nabhani dalam membahas konsep fitrah?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode eklektik, yaitu memilih dan mencampur beberapa metode, yang terdiri dari penelitian kepustakaan (library research) dan analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Fitrah adalah potensi dasar manusia untuk melakukan serangkaian aktivitas sebagai penunjang pelaksanaan fungsi kekhalifahannya di muka bumi. Salah satu potensi dasar manusia adalah potensi daya pikir (al-aql) yang membutuhkan pengembangan berupa pendidikan yang sesuai dengan fitrah manusia; (2) Persamaan pemikiran Hamka dan an-Nabhani dalam membahas konsep fitrah, keduanya membahas bahwa: (a) fitrah sebagai potensi dasar yang cenderung atau tunduk pada aturan aturan Allah; (b) potensi dasar manusia di antaranya adalah akal, yakni potensi daya pikir; dan (c) potensi dasar manusia membutuhkan pengembangan. Sedangkan perbedaan pemikiran kedua tokoh adalah: (a) Hamka mendefinisikan fitrah sebagai potensi dasar yang mendorong manusia untuk melakukan serangkaian aktivitas sebagai penunjang fungsi kekhalifahannya di muka bumi; potensi dasar tersebut berupa jiwa (al-qalb), jasad (al-jism) dan akal (al-aql); sedangkan (2) an-Nabhani tidak mendefinisikan fitrah; beliau hanya menjelaskan bentuk fitrah sebagai potensi dasar manusia berupa potensi hidup (taqah al-hayawiyah) yang terdiri dari kebutuhan jasmani (hajat al-udwiyah) dan naluri (gharaiz); dan potensi daya pikir (al-aql).