Article Per Year (5 Year)
p-Index From 2019 - 2024
0.61
P-Index
This Author published in this journals
All Journal PALAR (Pakuan Law review) Ministrate: Jurnal Birokrasi dan Pemerintahan Daerah Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia
Wahyu Andrianto
Universitas Indonesia
Religion Humanities Decision Sciences, Operations Research & Management Economics, Econometrics & Finance Environmental Science Law, Crime, Criminology & Criminal Justice Public Health Social Sciences

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

 1 
Pasien: Konsumen Yang Unik Thalia Prameswari; Wahyu Andrianto
Jurnal MHKI Vol 1 No 02 (2021): Oktober
Publisher : Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.013 KB) | DOI: 10.53337/jhki.v1i02.8

Abstract

April 20th is celebrated as National Consumer Day, while World Patient Safety Day is celebrated every September 17th. The two commemoration days prove that consumers and patients have a fundamental position, both sociologically and legally. In Indonesia, there are several laws and regulations that provide legal protection for patients. One of them is the Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. However, the question arises regarding whether the patient is a consumer as referred to in the Consumer Protection Act. This is certainly interesting to analyze so that the Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection can provide legal benefits, especially regarding legal protection for patients as consumers.
Peran Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Eksekutorial Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Muhammad Qabul Nusantara; Wahyu Andrianto
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1232.24 KB) | DOI: 10.33751/palar.v8i4.5708

Abstract

Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai dasar pelaksanaan pemerintahan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang menyebutkan mengenai AUPB sebagai prinsip pelaksanaan pemerintahan serta dasar gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Penelitian ini membahas mengenai peran AUPB dalam Eksekutorial Putusan PTUN serta kekuatan AUPB sebagai landasan eksekutorial Putusan PTUN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum dengan jenis penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan tersier, yang mengacu pada norma hukum, peraturan perundang-undangan, penggunaan asas hukum, sistematika hukum, serta sinkronisasi hukum. Peran AUPB dalam eksekutorial Putusan PTUN sebagai bentuk kepatuhan Pejabat dalam melaksanakan putusan PTUN yang berkaitan dengan pembatalan dan pencabutan atas keputusan yang pernah dikeluarkan, serta dikaitkan dengan AUPB sebagai landasan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Jenis asas yang mengatur tentang AUPB apabila Pejabat pemerintah tidak melaksanakan keputusan PTUN melanggar asas kepastian hukum, sebab apabila putusan PTUN telah ada namun tidak ada eksekusi dapat menciptakan ketidakpastian hukum khususnya bagi masyarakat atau badan hukum yang telah mengajukan gugatan. AUPB memiliki kekuatan untuk eksekutorial putusan PTUN, sebab AUPB wajib dilaksanakan dan dijunjung oleh penyelenggara negara sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan. Ketika pejabat tidak menjalankan putusan TUN, secara tidak langsung pejabat tersebut telah melanggar AUPB.
Implementasi Dwangsom sebagai Upaya Paksa dalam Mewujudkan Kepastian Hukum bagi Pelaksanaan Putusan PTUN Chintya Ruth Arini Purba; Wahyu Andrianto
Ministrate: Jurnal Birokrasi dan Pemerintahan Daerah Vol 5, No 1 (2023): Birokrasi dan Pemerintahah di Daerah 10
Publisher : Jurusan Administrasi Publik FISIP UIN SGD Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jbpd.v5i1.23969

Abstract

The State Administrative Court, as an absolute prerequisite for the realization of good governance in a government system, should have a decision that can always be implemented by the losing Defendant so that actions or decisions that harm the community can be immediately corrected, revoked, and a new decision issued by the Government as Defendant. However, in practice, this decision from the TUN Court often needs to be obeyed or implemented. In fact, the Administrative Court Law has provided for the execution of a verdict that Defendant has not implemented within a certain period of time. Particularly in condemnatory decisions, the Administrative Court Law provides coercive measures in the form of dwangsom or forced money to force the Defendant to comply with the decision of the State Administrative Court. Until now, the dwangsom mechanism is still unclear and has resulted in differences in the mechanism for imposing dwangsom by the Panel of Judges who decided on the payment of the dwangsom, which in fact, creates legal uncertainty in the implementation and regulation of dwangsom. Therefore, this analysis will discuss in depth the mechanism for submitting and requesting the imposition of dwangsom, including discussing the Defendants who may be subject to the burden of paying dwangsom.
Co-Authors Chintya Ruth Arini Purba Muhammad Qabul Nusantara Thalia Prameswari