Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Praktik Permohonan Dispensasi Kawin di Pengadilan (Studi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019) Mochammad Agus Rachmatulloh; Chafidz Syafiuddin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 9 No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v9i1.23752

Abstract

The age of marriage for men and women is 19 years. If there is an age deviation, the marriage can only be carried out after obtaining a marriage dispensation from the court. There are many applications for dispensation from marriage in Indonesia, each year there is a significant increase. The reason that is often put forward is that the relationship between the prospective bride and groom is very close, parents are afraid that they will fall into acts that are contrary to religion. The number of cases is high and to anticipate disparities in the handling of cases, as well as the process of adjudicating has not been regulated in a clear and detailed manner, so that the administration of justice runs smoothly, the Chief Justice of the Supreme Court stipulates Supreme Court Regulation Number 5 of 2019 concerning Guidelines for Adjudicating Applications for Marriage Dispensation. In this regulation, there are new provisions that regulate the procedure for examining cases that are different from the previous one. It is important to know about child marriage through the mechanism for applying for a marriage dispensation, it is interesting to discuss how the practice of applying for a marriage dispensation is carried out in court. The study method used was a normative legal research method, with a statutory approach, and PMA primary legal materials Number 5 of 2019. The application for a marriage dispensation was based on urgent reasons, accompanied by supporting evidence and listening to all interested parties. The examining judge is a single judge, with the classification having a decision letter as a juvenile judge or other provisions. In the examination, judges and substitute clerks may not use trial attributes, use language and methods that are easy for children to understand and understand. The legal considerations that must be contained in the determination are that they have given advice and heard the statements of interested parties, otherwise the determination will be null and void. The decision was taken after careful and comprehensive consideration, still based on legal facts, and involving the child for whom dispensation was requested, based on the spirit of preventing child marriage. Everything is done in order to realize a fair determination for children and all interested parties.
STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM DI AFGHANISTAN Mochammad Agus Rachmatulloh; Dewi Faridah; Nurul Hidayati; Choirotul Jannah; Royanis Ansory
Minhaj: Jurnal Ilmu Syariah Vol. 3 No. 2 (2022): Juli
Publisher : Lembaga Penerbitan Jurnal Ilmiah Institut Agama Islam Bani Fattah Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52431/minhaj.v3i2.943

Abstract

Abstrak: Artikel ini menguraikan tentang perkembangan hukum keluarga Islam di negara Afghanistan  mulai dari mahar, perkawinan anak, poligami sampai perceraian, serta tipologi dalam pembaharuannya. Dalam praktik kehidupan berbagsa dan bernegara seiring dengan perkembangan zaman, tempat, waktu dan kondisi perkembangan dan pembaharuan hukum keluarga Islam selalu dibutuhkan, walaupun sebenarnya hukum keluarga Islam sendiri telah diatur dalam syari’at Islam. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode dokumen dan Fokus Grup Diskusi (FGD). Adapun rumusan masalah yaitu: Bagaimana perkembangan hukum keluarga Islam di Afghanistan? Bagaimana tipologi pembaharuan hukum keluarga Islam di Afghanistan? Adanya perkembangan hukum keluarga Islam terutama terkait  mahar, perkawinan anak, poligami dan perceraian. Tipologi pembaharuannya menggunakan tipe adaptif unifikasi madzhab dan progresif unifikasi yang berarti bahwa negara Afghanistan menyatukan hukum fiqh, hukum sipil dan madzhab.
Eksistensi Hukum Adat Dalam Tata Hukum Indonesia Amrita Ajeng Safitri; Ibnu Khoirun; Syafira Puji Astutik; Mochammad Agus Rachmatulloh
Rechtenstudent Journal UIN KHAS Jember Vol. 3 No. 2 (2022): Rechtenstudent August 2022
Publisher : Sharia Faculty, KH. Achmad Siddiq State Islamic University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/rch.v3i2.124

Abstract

Hukum adat Indonesia menjadi bagian penting dari aturan atau norma yang lahir dan muncul dari adat istiadat atau kebiasaan dari masyarakat yang senantiasa berkembang serta memiliki hubungan dengan kegiatan manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, pada umumnya hukum adat berbentuk tidak tertulis, selalu dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat, sebab mempunyai akibat hukum. Tujuan dari penulisan artikel ini merupakan sebagai pemahaman serta menelaah mengenai latar belakang dari munculnya hukum adat di Indonesia, pertumbuhan hukum adat Pada zaman kerajaan Hindu, kerajaan Islam, pada masa ekspansi kompeni, korelasi antara hukum adat dengan politik hukum kolonial dan hukum adat pasca kemerdekaan. Menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan historis. Hasil dari penelitian ini adalah hukum adat sudah ada sejak masa kerajaan Hindu sebagai aturan masyarakat berlangsung sejak masa polinesia melayu yang berlanjut sampai masa kesultanan pada masa kerajaan Islam. Kemudian ketika mulai masuknya bangsa barat kedalam wilayah Indonesia, hukum adat sedikit mengalami pergeseran dan penyesuaian dengan diterapkannya hukum positif barat di Indonesia. Tetapi mayoritas dari masyarakat Indonesia lebih memilih menggunakan dan menegakkan hukum adat ini, pasalnya hukum adat ini sudah melekat pada masyarakat sejak zaman-zaman sebelumnya. Hingga pada akhirnya eksistensi dari perkembangan hukum adat ini mendapat sebuah kepastian pada masa pasca kemerdekaan Indonesia, karena secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya dalam pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945.
Pemenuhan Hak Perempuan Pasca Cerai Gugat: (Eksistensi SEMA Nomor 2 Tahun 2019 di Pengadilan Agama Nganjuk) Mochammad Agus Rachmatulloh
Samawa Vol 2 No 2 (2022): Juli
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The presence of SEMA Number 2 of 2019 regarding the fulfillment of women's rights after a divorce, regarding its application at the Nganjuk Religious Court has not been carried out because there are several factors that hinder its implementation. This study uses the type of empirical legal research. This study uses an socio-legal approach, namely by knowing the facts that occur in the field, the source of the data used is primary through interviews with the Nganjuk Religious Court Judges and secondary data, namely SEMA No. 2 of 2019. The results of the research conducted show that the inhibiting factor in the implementation of SEMA No. 2 of 2019 regarding the fulfillment of women's rights after the divorce was contested, namely the absence of the husband when the divorce was contested, causing the rules not to be implemented, the absence of instructions from the head of the court who had to apply SEMA and the lack of knowledge of the divorced wife about the law, as well as the discrepancy between the Compilation of Islamic Law which requires implement the fulfillment of women's rights after a divorce.
EFFECTIVENESS OF MEDIATION IN PREVENTING DIVORCE IN THE LAND OF PAPUA Baitur Rohman; Mochammad Agus Rachmatulloh
JAS : Jurnal Ahwal Syakhshiyyah Vol 4 No 2 (2022): Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS)
Publisher : Fakultas Agama Islam UNISMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jas.v4i2.17607

Abstract

Mediation as an alternative dispute resolution, of course, provides a fairly large maslahah value to those who are litigating. Mediation in divorce cases in the Religious Courts is a mandatory stage before the case proceeds to the trial stage. The main problem in the research, how is the effectiveness of mediation in preventing divorce in Papua. The focus of the research is on the successes and failures as well as the factors that influence the implementation of mediation at the three Religious Courts in Papua (Jayapura, Sentani and Arso). The purpose of the study was to analyze the effectiveness of mediation in preventing divorce in Tanah Papua. This type of empirical legal research is qualitative in nature with a juridical-sociological approach. Primary data sources for Judges and Registrars at the three Religious Courts. Data collection methods are observation, interviews, and documentation studies. Data analysis techniques with data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results show the percentage of successful mediation of divorce cases over the last four years: Jayapura Religious Court 10.3%; Sentani 1.8%; and Arso 2.3%. Based on the results of these percentages, it is concluded that the role of mediation to prevent divorce in the three Religious Courts has not been effective. Factors that influence: The professionalism of judges is still low; The minimum number of mediators; and the litigants. The research implication is that so that the implementation of mediation in preventing divorce in Tanah Papua can run effectively, strategic steps must be taken, namely: Increasing the quantity and quality of mediator judges in the Religious Courts; Optimizing the role of Mediator from outside the court; Develop partnerships with BP4 in mediating and fostering sakinah families. Keywords: Effectiveness, Mediation, Divorce, Papua   EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENCEGAH TERJADINYA PERCERAIAN DI TANAH PAPUA  Abstrak Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, tentu memberikan nilai maslahah cukup besar terhadap mereka yang berperkara. Mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama merupakan tahapan wajib dilaksanakan sebelum perkara dilanjutkan ke tahap persidangan. Masalah pokok dalam penelitian, bagaimana efektifitas mediasi dalam mencegah terjadinya perceraian di Tanah Papua. Fokus penelitian mengenai keberhasilan dan kegagalan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan mediasi pada tiga Pengadilan Agama di Papua (Jayapura, Sentani dan Arso). Tujuan penelitian untuk menganalisis efektifitas mediasi dalam mencegah terjadinya perceraian di Tanah Papua. Jenis penelitian hukum empiris, bersifat kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Sumber data primer Hakim dan Panitera pada tiga Pengadilan Agama tersebut. Metode pengumpulan data observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisa data dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil menunjukkan prosentase keberhasilan mediasi perkara perceraian selama empat tahun terakhir: Pengadilan Agama Jayapura 10,3%; Sentani 1,8%; dan Arso 2,3%.  Berdasarkan hasil prosentase tersebut, diambil kesimpulan bahwa peran mediasi untuk mencegah terjadinya perceraian di tiga Pengadilan Agama tersebut belum efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi: Profesionalisme hakim yang masih rendah; Minimnya jumlah mediator; dan Para pihak yang berperkara. Implikasi penelitian, agar pelaksanaan mediasi dalam mencegah terjadinya perceraian di Tanah Papua dapat berjalan dengan efektif maka harus dilakukan langkah-langkah strategis yaitu: Meningkatkan kuantitas dan kualitas para hakim mediator di Pengadilan Agama; Optimalisasi peran Mediator dari luar pengadilan; Mengembangkan kerjasama kemitraan dengan BP4 dalam melakukan mediasi dan pembinaan keluarga sakinah. Kata Kunci: Efektifitas, Mediasi, Perceraian, Papua
Tinjauan Asas Equalty Before the Law terhadap Penegakan Hukum di Indonesia Ibnu Alwaton Surya Waliden; Selvia Fitri Maulida; Mochammad Agus Rachmatulloh
Verfassung: Jurnal Hukum Tata Negara Vol 1 No 2 (2022)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.456 KB) | DOI: 10.30762/vjhtn.v1i2.186

Abstract

Penegakan hukum merupakan upaya tegaknya serta berfungsinya nilai-nilai keadilan yang tertuang dalam aturan formal. Namun, yang kerap menjadi penghambat adalah tindakan oknum aparat penegak hukum yang bertentangan dengan prosedur yang ada. Artikel ini membahas penegakan hukum di Indonesia dalam perspektif konstitusi dan asas equality before the law dengan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris melalui studi kepustakaan. Hasilnya, terjadinya beberapa penyimpangan dalam proses penegakan hukum yang menjadi hambatan dalam mewujudkan asas equality before the law. Penyebab yang paling mempengaruhi, salah satunya, moralitas dari aparat penegak hukum itu sendiri.
Penetapan Perkawinan dengan Wali Hakim Akibat Wali Adhal di Pengadilan Agama Nganjuk Muhammad Qoyyum Kridho Utomo; Moh Nafik; Mochammad Agus Rachmatulloh
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v4i2.4864

Abstract

Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife, with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. The pillars of marriage include prospective husbands, prospective wives, marriage guardians, two witnesses, and consent. The wali adhal case that took place at the Nganjuk Religious Court occurred when the prospective bride's lineage guardian hesitated or even refused to marry her daughter on the grounds that the prospective groom was not yet established in his work or because of problems with Javanese customs calculations, including house directions and calculations wetton. A guardian who does not want to marry off his daughter is called a wali 'adhal. The focus of the problem taken is how the procedure and form of the determination of guardian adhal and the basis for consideration of the panel of judges in granting the determination of the guardian judge to replace wali adhal at the Nganjuk Religious Court. It is a normative legal research, with a case approach and a conceptual approach. Using primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. The procedure and form of stipulation of guardian adhal at the Nganjuk Religious Court is in accordance with the applicable laws and regulations. The basis for the consideration of the panel of judges at the Nganjuk Religious Court which granted the determination of the guardian judge to replace the guardian adhal due to customary reasons and economic problems in the determination of 3 (three) cases was not in accordance with syar'i law. The reason does not concern the pillars and conditions for the validity of a marriage as required by syar'i law and the prevailing laws and regulations in Indonesia, so that reason must be set aside and the application granted.
Pendidikan Antikorupsi bagi Paralegal Komunitas untuk Isu Pemilihan Umum di Kota Kediri Rizki Dermawan; Moch Choirul Rizal; Mochammad Agus Rachmatulloh; Muhammad Fajar Sidiq Widodo
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 8 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Praktik-praktik transaksional yang cenderung koruptif dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia ditengarai akan tetap terjadi, karena masih ditemukannya sikap yang cenderung permisif terhadap korupsi. Padahal, praktik yang koruptif itu perlahan-lahan akan menggerus kehidupan demokrasi dan menghancurkan kedaulatan rakyat. Mengingat masalah tersebut, penelitian ini merumuskan pola yang baik terkait pendidikan antikorupsi bagi paralegal komunitas untuk isu pemilu oleh organisasi bantuan hukum (OBH) perguruan tinggi (PT) di Kota Kediri. Penelitian ini termasuk sebagai penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan kebijakan dan pendidikan. Hasilnya, kebijakan tentang bantuan hukum memberikan kepercayaan kepada OBH yang terverifikasi dan terakreditasi untuk memberikan bantuan hukum secara litigasi dan nonlitigasi untuk masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi. OBH PT di Kota Kediri belum semua terverifikasi dan terakreditasi, sehingga berpengaruh pada pendanaan untuk menjalankan program-programnya. Namun, keadaan demikian tidak dapat dijadikan alasan untuk menutup ruang pelayanan kepada masyarakat, mengingat sumber daya manusia yang dimiliki oleh PT, misalnya, adalah pendidikan antikorupsi bagi paralegal komunitas untuk isu pemilu dengan berbasis pada cara-cara yang partisipatif dan dialogis.