Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh
(Scopus ID: 57211560728) Faculty of Law, Sriwijaya University

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Simbur Cahaya

Kedudukan Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Sumatera Selatan Dalam Struktur Ketatanegaraan RI Yoshua Alexander; Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh; Agus Ngadino; Abunawar Basyeban
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 1, JUNI 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.483 KB) | DOI: 10.28946/sc.v26i1.344

Abstract

The aims of this research are to investigate the status of Regional Judicial Commission in Indonesia’s Constitution case South Sumatra Regional Judicial Commission and its role to maintain and oversee judges. The method used in this research is normative legal research. As a result, in fact the status of Regional Judicial Commission is a supporting organ under the Judicial Commission of Republic of Indonesia. It can be found in the 1945 Constitution Article 24B which gives authority to Judicial Commission to establish regional office. In addition, according to the Law No. 18 of 2011 that Judicial Commission enables to establish regional office in a certain province as its need. It is also stipulated in the Judicial Commission Regulation No. 1 of 2012 that the establishment of regional office aims to the accecibility for regional people in the mater of their report, the efectivity of trial monitoring, and socialization of the regional office in terms of maintainging and upholding of honor and dignity of the judges. 
Pembatasan HAM dengan Alasan Public Health Emergency dalam Hukum HAM dan Hukum Pidana Indonesia Rd. Muhammad Ikhsan; Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh
Simbur Cahaya Volume 28 Nomor 2, Desember 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.304 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.901

Abstract

Konsep “limitation” dapat ditemukan dalam beberapa instrumen hukum hak asasi manusia internasional demikian juga dalam hukum HAM di Indonesia. Konsep ini dapat diterapkan dalam beberapa situasi termasuk dalam keadaan public health emergency. Keadaan saat ini dengan adanya pandemic Covid-19 memaksa negara untuk melakukan pembatasan terhadap hak individu di dalam yurisdiksinya. Hal ini sejalan dengan konsep PHEIC yang beberapa saat lalu diumumkan oleh WHO. Namun demikian bagaimana mekanisme implementasi di lapangan menjadi persoalan lain yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Di Indonesia implementasi dari Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) adalah limitasi dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Karantina kesehatan. Namun demikian, dalam implementasinya di lapangan seringkali PSBB dijadikan sebagai alasan oleh aparat kepolisian untuk dilakukannya mekanisme pidana seperti penahanan terhadap para pelanggar PSBB. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang apakah Public Health Emergency sebagaimana dikemukakan oleh (World Health Organization) WHO dapat menjadi dasar Pembatasan HAM oleh Pemerintah Indonesia dan apa konsep dan mekanisme yang dapat ditawarkan dalam penerapan pembatasan HAM melalui PSBB ini baik dalam sistem hukum HAM maupun dalam sistem hukum Pidana di Indonesia
Presumption of Innocent v. Presumption of Guilt dalam Hak Asasi Manusia Mada Apriandi Zuhir; Nurhidayatuloh Nurhidayatuloh; Annisa Fitri Arum; Nyimas Olivia; Fatimatuz Zuhro; Faiq Tobroni
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.371 KB) | DOI: 10.28946/sc.v26i2.539

Abstract

Asas presumption of guilt menjadi semakin menarik untuk dibahas sebagai respon dari ketidakpuasan asas presumption of innocent untuk diterapkan dalam kasus-kasus tertentu. Apalagi asas presumption of innocent hadir bukan tanpa dasar dan asas ini muncul sebagai amanah Deklarasi HAM Universal sebagai hak fundamental manusia. Namun demikian bagimana jika asas ini dihadapkan dengan kasus-kasus yang luar biasa seperti kasus terorisme dan kepabeanan. Hal ini menjadi persoalan oleh karena di satu sisi hal ini merupakan hak fundamental, namun di sisi lain ada hal luar biasa yang menjadi persoalan apabila asas ini tetap diterapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan case law dengan analisis deskriptif kualitatif, yakni dengan menghadirkan putusan-putusan Pengadilan HAM Eropa yang pernah membahas persoalan tentang presumption of guilt. Paling tidak ada satu kasus penting yang putusannya dijadikan sebagai rujukan dalam membahas soal presumption of guilt ini yakni kasus Salabiaku v. France. Kasus ini menjadi rujukan yang mengikat oleh hakim-hakim di Pengadilan HAM Eropa dan telah dikutip oleh hakim-hakim di penadilan lain. Hasil dari penelitian ini adalah dalam keadaan tertentu presumption of guiltdapat diterapkan dengan catatan negara harus membatasi penerapan prinsip ini dengan cara yang reasonable dengan mempertimbangkan apa resiko yang dipertaruhkan dan apa implikasinya jika asas ini tidak diterapka