Wiflihani Wiflihani
Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Medan, Indonesia

Published : 24 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Upacara Sipaha Sada Pada Agama Parmalim Di Masyarakat Batak Toba Dalam Kajian Semiotika Wiflihani, Wiflihani; Suharyanto, Agung
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 3, No 1 (2011): Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bunyi gondang hasapi mengalun dari dalam parsantian (rumah ibadah) mengiringi Ihutan (pemimpin agama) yang berdiri paling depan diantara kepulan dupa dari sanganonna, sambil manortor (menari) yang diikuti semua pengikutnya yang manatea (menari sambil duduk bersila). Asap (dupa) yang berasal dari sanganon (sebagai simbol alat pemanasnya) dan perasan jeruk purut sebagai pangurason untuk air pemandiannya, kain putih (hio putih) sebagai kain pembalutnya (abit sabinna) serta kain panjang tenun (ulos jugia na so pipot) sebagai kain gendongannya. Dalam upacara ini, Simarimbulubosi dipercayai berkenan menerima "sembah" dari orang yang percaya kepadanya dengan bentuk "sembah"nya adalah persembahan bermacam pelean (sesaji). Persembahan pelean (sesaji) tersebut terdiri dari kambing putih dan ayam "berwarna hitam bercampur putih" (jarumbosi) dan sesaji lainnya sebagai kurban untuk menyambut hari kelahirannya.
Kontribusi Seni Bagi Pendidikan Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 4, No 1 (2012): Penelitian dan artikel ilmiah pendidikan/non kependidikan ilmu sosial dan buday
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kontribusi seni dalam pendidikan adalah bagaimana Nilai keindahan seni tidak hanya merupakan ekspresi yang menyimak keindahan dan memperkaya khasanah batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti manusia. Dalam hal ini, pendidikan juga sangat berperan penting bagi pemahaman (apresiasi) seni bagi masyarakat melalui karya seni yang ditampilkan seniman. Tidak hanya itu, seniman juga memerlukan pendidik dan kritikus seni untuk menyambungkan karya seni bagi masyarakat. Pendidikan yang memberi peluang bagi apresiasi seni yang lebih luas bagi masyarakat, akan dapat memberikan pendalaman yang lebih pada seni. Secara otomatis, seni juga akan dapat memberikan sumbangan pada proses pendidikan, mapun sebaliknya
GENDANG LIMAPULUH KURANG DUA PADA MASYARAKAT ETNIS KARO DI SUMATERA UTARA Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 5, No 2 (2013): Penelitian dan artikel ilmiah pendidikan/non kependidikan ilmu sosial dan buday
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lewat media iringan bunyi-bunyian (musik), cerita mitos kejadian dunia (kosmogoni) pada satu masyarakat tertentu disajikan dengan sedemikian indah dan terasa menggugah perasaan bagi siapa saja yang mendengarkannya meskipun tidak melalui dialog secara literer. Demikian pula dengan Gendang Karo Limapuluh Kurang Dua yang berisi tentang cerita kosmogoni yang dipercayai oleh masyarakat Karo. Melalui media musik yang disajikan oleh 4 orang Sierjabaten yang terdiri dari: pengual 1, pengual 2, penarune dan penabuh gong.  Gendang ini berdurasi hampir 2 jam yang terbagi dalam 6 frase, terdiri dari 48 gendang tanpa teks tertulis, dan mempunyai makna dan arti berlainan antara satu gendang dengan gendang yang lain. Teriakan allep-allep sebanyak 3 kali yang artinya luapan tanda gembira (hore-hore) oleh semua yang hadir, selalu menjadi tanda bagi setiap akhir dan memulai frase.
Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara Wiflihani, Wiflihani; Suharyanto, Agung
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 6, No 2 (2014): JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Makyong traditional theatre is a Malayan performing art belong to the indigenous Malays people in North Sumatra, which is knownly originated from Malaysia and Thailand. It was acculturated intimately with the North Sumatra malay costums since had been develop-ped and staged by Royal of Serdang Sultanate. The traditional theatre then had become a entertainment form by for the people in which it performed entertainly and comical staging for refreshing the audience. Nowadays it is a folk art form which  has revived by urban community that performs humors and jokes as the dominant feature in the show. It is staged by spend approxi-mately one and a half hour where it becomes more fascinated in watching in term merely several aspect such as artistics, meanings, symbols, and other which are trapped audience in hard thougth.
Gonrang dan Gual dalam Dinamika Masyarakat Simalungun Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 7, No 2 (2015): JUPIIS: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Non Kependidikan dalam Ranah Ilmu-ilmu
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This writing purposes to understand on the musical instrument of gonrang in social dynamic of Simalungun people. As an ensemble, gonrang of Simalungun plays a significant role in the funeral ceremony. The main fuction of the percussion instrument is to summon the spirit of ancestors for advices and blessing. For Simalungun people, there are two gonrangs which is known, namely gonrang sipitu-pitu or gonrang bolon and gonrang sidua-dua dagang. However, the common term in accompanying a song for gonrang musical ensemble is gual.
Gonrang dan Gual dalam Dinamika Masyarakat Simalungun Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 7, No 2 (2015): JUPIIS (Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial) DESEMBER
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This writing purposes to understand on the musical instrument of gonrang in social dynamic of Simalungun people. As an ensemble, gonrang of Simalungun plays a significant role in the funeral ceremony. The main fuction of the percussion instrument is to summon the spirit of ancestors for advices and blessing. For Simalungun people, there are two gonrangs which is known, namely gonrang sipitu-pitu or gonrang bolon and gonrang sidua-dua dagang. However, the common term in accompanying a song for gonrang musical ensemble is gual.
Teater Tradisional Melayu Makyong dalam Lintasan Sejarah dan Kekinian Di Sumatera Utara Wiflihani, Wiflihani; Suharyanto, Agung
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 6, No 2 (2014): JUPIIS (Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial) DESEMBER
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Makyong traditional theatre is a Malayan performing art belong to the indigenous Malays people in North Sumatra, which is knownly originated from Malaysia and Thailand. It was acculturated intimately with the North Sumatra malay costums since had been develop-ped and staged by Royal of Serdang Sultanate. The traditional theatre then had become a entertainment form by for the people in which it performed entertainly and comical staging for refreshing the audience. Nowadays it is a folk art form which  has revived by urban community that performs humors and jokes as the dominant feature in the show. It is staged by spend approxi-mately one and a half hour where it becomes more fascinated in watching in term merely several aspect such as artistics, meanings, symbols, and other which are trapped audience in hard thougth.
Upacara Sipaha Sada Pada Agama Parmalim Di Masyarakat Batak Toba Dalam Kajian Semiotika Wiflihani, Wiflihani; Suharyanto, Agung
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 3, No 1 (2011): JUPIIS (Jurnal Pendidikan Ilmu Ilmu Sosial) JUNI
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bunyi gondang hasapi mengalun dari dalam parsantian (rumah ibadah) mengiringi Ihutan (pemimpin agama) yang berdiri paling depan diantara kepulan dupa dari sanganonna, sambil manortor (menari) yang diikuti semua pengikutnya yang manatea (menari sambil duduk bersila). Asap (dupa) yang berasal dari sanganon (sebagai simbol alat pemanasnya) dan perasan jeruk purut sebagai pangurason untuk air pemandiannya, kain putih (hio putih) sebagai kain pembalutnya (abit sabinna) serta kain panjang tenun (ulos jugia na so pipot) sebagai kain gendongannya. Dalam upacara ini, Simarimbulubosi dipercayai berkenan menerima "sembah" dari orang yang percaya kepadanya dengan bentuk "sembah"nya adalah persembahan bermacam pelean (sesaji). Persembahan pelean (sesaji) tersebut terdiri dari kambing putih dan ayam "berwarna hitam bercampur putih" (jarumbosi) dan sesaji lainnya sebagai kurban untuk menyambut hari kelahirannya.
Kontribusi Seni Bagi Pendidikan Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 4, No 1 (2012): JUPIIS (Jurnal Pendidikan Ilmu Ilmu Sosial) JUNI
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kontribusi seni dalam pendidikan adalah bagaimana Nilai keindahan seni tidak hanya merupakan ekspresi yang menyimak keindahan dan memperkaya khasanah batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti manusia. Dalam hal ini, pendidikan juga sangat berperan penting bagi pemahaman (apresiasi) seni bagi masyarakat melalui karya seni yang ditampilkan seniman. Tidak hanya itu, seniman juga memerlukan pendidik dan kritikus seni untuk menyambungkan karya seni bagi masyarakat. Pendidikan yang memberi peluang bagi apresiasi seni yang lebih luas bagi masyarakat, akan dapat memberikan pendalaman yang lebih pada seni. Secara otomatis, seni juga akan dapat memberikan sumbangan pada proses pendidikan, mapun sebaliknya
GENDANG LIMAPULUH KURANG DUA PADA MASYARAKAT ETNIS KARO DI SUMATERA UTARA Wiflihani, Wiflihani
JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Vol 5, No 2 (2013): JUPIIS (Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial) DESEMBER
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lewat media iringan bunyi-bunyian (musik), cerita mitos kejadian dunia (kosmogoni) pada satu masyarakat tertentu disajikan dengan sedemikian indah dan terasa menggugah perasaan bagi siapa saja yang mendengarkannya meskipun tidak melalui dialog secara literer. Demikian pula dengan Gendang Karo Limapuluh Kurang Dua yang berisi tentang cerita kosmogoni yang dipercayai oleh masyarakat Karo. Melalui media musik yang disajikan oleh 4 orang Sierjabaten yang terdiri dari: pengual 1, pengual 2, penarune dan penabuh gong.  Gendang ini berdurasi hampir 2 jam yang terbagi dalam 6 frase, terdiri dari 48 gendang tanpa teks tertulis, dan mempunyai makna dan arti berlainan antara satu gendang dengan gendang yang lain. Teriakan allep-allep sebanyak 3 kali yang artinya luapan tanda gembira (hore-hore) oleh semua yang hadir, selalu menjadi tanda bagi setiap akhir dan memulai frase.