Fitri Sepviyanti Sumardi
Fakultas Kedokteran Universitas Zhengzhou Cina

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pengelolaan Anestesi untuk Evakuasi Hematoma Epidural pada Wanita dengan Kehamilan 22–24 Minggu Fitri Sepviyanti Sumardi; Nazaruddin Umar; Nancy Margareta Rehatta; Siti Chasnak Saleh
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2434.859 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol5i2.67

Abstract

Tujuh sampai 8% dari seluruh wanita hamil pernah mengalami trauma yang dapat menyebabkan kematian ibu akibat traumanya, bukan akibat kehamilannya. Pengelolaan anestesi pada wanita hamil yang akan menjalani operasi dengan anestesi umum di luar seksio sesarea, terutama operasi bedah kepala, memberikan tantangan tersendiri kepada para ahli anestesi, karena terdapat 2 orang pasien yang harus dikelola agar menghasilkan nilai luaran klinis yang baik untuk keduanya. Kami akan melaporkan seorang wanita 22 tahun G1P0A0 dengan kehamilan 22–24 minggu, yang akan menjalani operasi evakuasi hematoma epidural akibat kecelakaan motor yang terjadi sebelumnya, tanpa dilakukan seksio sesarea, mengingatkan usia kehamilan masih dalam trimester kedua. Pertimbangan perubahan anatomi dan fisologis pada kehamilan, upaya agar aliran darah uteroplasenta adekuat serta efek teknik dan obat anestesi terhadap otak dan aliran darah uteroplasenta harus dipikirkan secara matang, karena faktor-faktor kritis akan menunjukkan derajat cedera kepala yang lebih berat, sehingga hasil nilai luaran klinis ibu dan janin buruk. Pada kasus ini ini ibu dapat pulang dengan kehamilan yang baik.Management of Anesthesia in Epidural Hematoma Evacuation with Pregnancy 22-24 WeeksSeven to 8% of pregnant women had experienced trauma that can lead to maternal deaths due to trauma not as result of her pregnancy. Management of anesthesia in pregnant women who will undergo surgery with general anesthesia outside caesarean section, especially neurosurgery, providing a challenge to the anesthesiologist, because there are two patients who must be managed in order to have good clinical score outcomes for both patients. We will report a 22-year-old woman who will undergo surgery epidural hematoma evacuation due to a motorcycle accident that occurred previously, without performed caesarean section, reminiscent of gestation is still in the second trimester. Consideration of anatomical and physiological changes in pregnancy and effort that uteroplacental blood flow should be considered carefully, because critical factors will indicate the degree of head injury more severe, so that the results of the clinical outcomes of mother and fetus is bad. In this case mother and her pregnancy can discharge from hospital with good condition.
Kajian Konsep Lund dan Konsep Rosner untuk Tatalaksana Cedera Otak Traumatik Berat Fitri Sepviyanti Sumardi; Iwan Abdul Rachman; Sri Rahardjo
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2554.002 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i2.248

Abstract

Tatalaksana pasien dengan cedera otak traumatik (COT) berat mengalami perubahan berkesinambungan selama 30 tahun terakhir. Tatalaksana yang diarahkan di unit perawatan intensif (intensive care unit/ICU) mengacu pada tatalaksana klinis sebagai titik akhir terapi utama, bertujuan untuk mempertahankan variabel fisiologis tertentu secara ketat dalam rentang target yang telah ditentukan. Satu alternatif terhadap terapi konvensional ini adalah konsep Lund yang mengutamakan penurunan tekanan mikrovaskular. Konsep Lund termasuk suatu strategi target volume untuk mengendalikan tekanan intrakranial, berasal dari Universitas Lund Swedia, lebih dari 27 tahun yang lalu dan tetap masih kontroversi sampai saat ini. Sejak tahun 1996, American Brain Trauma Foundation dan European Brain Injury Consortium, yang mengacu pada konsep Rosner, telah menerbitkan dan memperbarui panduan untuk tatalaksana cedera otak traumatik. Para ahli sangat menyadari adanya patologi intrakranial multifaktorial yang terlihat pada pasien COT berat dan kompleksitas mekanisme cedera otak sekunder setelah trauma primer, akan menemukan bahwa revisi ini sulit untuk dipahami. Hubungan antara peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan hasil luaran klinis yang lebih buruk sudah terbukti. Menyederhanakan fisiologi otak setelah COT berat ke strategi tatalaksana pasien bedasarkan ambang batas adalah berkaitan erat dengan hubungan interaksi komplek antara: peningkatan TIK, aliran darah otak, dan metabolisme otak. Review of Lund Concept and Rosner Concept for Therapy of Severe Traumatic Brain InjuryAbstractThe management of patients with severe traumatic brain injury (TBI) has undergone continuous changes over the past 30 years. Management directed at the intensive care unit (ICU) refers to clinical management as the main end point of therapy, aiming to maintain certain physiological variables strictly within a predetermined target range. One alternative to this conventional therapy is the Lund concept which prioritizes the reduction of microvascular pressure. The concept of Lund includes a volume target strategy for controlling intracranial pressure, from Lund University in Sweden, more than 27 years ago and remains controversial to date. Since 1996, the American Brain Trauma Foundation and the European Brain Injury Consortium, which refers to the Rosner concept, have published and updated guidelines for the management of traumatic brain injury. Experts are well aware of the multifactorial intracranial pathology seen in severe TBI patients and the complexity of the mechanism of secondary brain injury after primary trauma will find that this revision is difficult to understand. The relationship between increased intracranial pressure (ICP) and worse clinical outcome has been proven. Simplifying the physiology of the brain after severe TBI to the patient's management strategy based on the threshold is closely related to the relationship between complex interactions: increased ICP, cerebral blood flow (CBF), and brain metabolism.
Tatakelola Anestesi untuk Dekompresi Kraniektomi pada Cedera Otak Traumatik Berat dengan Penyulit Obesitas Morbid Fitri Sepviyanti Sumardi; Iwan Abdul Rachman; Bambang J. Oetoro
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2618.353 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i1.247

Abstract

Anestesi dan pembedahan mungkin meyebabkan risiko yang cukup besar untuk pasien obesitas, apalagi obesitas morbid. Populasi orang gemuk meningkat, baik di negara maju dan berkembang, sehingga para ahli anestesi lebih sering menghadapi tantangan dalam mengelola pasien obesitas. Trauma multipel bertanggung jawab atas 5 juta kematian per tahun di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian utama bagi orang-orang muda di bawah 40 tahun, mewakili peristiwa akut dan tak terduga. Kami akan melaporkan seorang lelaki 36 tahun dengan obesitas morbid, BMI 48,97 kg/m2, yang mengalami multipel trauma akibat kecelakaan lalulintas, yang akan menjalani operasi evakuasi perdarahan subdural dan dekompresi kraniektomi. Pemilihan obat dan dosis aman sangat sulit pada pasien dengan multipel trauma, karena mungkin status volumenya tidak diketahui secara akurat. Rencana anestesi harus mempertimbangkan status resusitasi dan riwayat penyakit penyerta lain. Peran penting lainnya dari anestesiologis adalah pencegahan cedera sekunder yang disebabkan oleh syok berulang atau resusitasi tidak tepat. Anesthesia Management for Craniectomy Decompression on Severe Brain Traumatic Injury with Comorbid Morbid Obesity AbstractAnesthesia and surgery may cause considerable risk for obese patients, especially morbid obesity. Obese populations increase, both in developed and developing countries, so anesthesiologists more often face challenges in managing obese patients. Multiple traumas is responsible for 5 million deaths per year worldwide and is the leading cause of death for young people under 40, representing acute and unexpected events. We will report a 36-year-old man with morbid obesity, a BMI of 48.97 kg/m2, who experienced multiple traumas due to a traffic accident, who will undergo an evacuation operation for subdural hemorrhage and craniectomy decompression. The selection of drugs and safe doses is very difficult in patients with multiple traumas, because their volume status may not be accurately known. Anesthetic plan must consider resuscitation status and history of other comorbidities. Another important role of anesthesiologist is the prevention of secondary injury caused by recurrent shock or improper resuscitation.
Hematoma Subdural pada Bayi dengan Acquired Prothrombine Complex Deficiency (Apcd) Syndrome Di Rs. Hasan Sadikin Dari Juli 2010 Sampai Februari 2011 Fitri Sepviyanti Sumardi; Dewi Yulianti Bisri; Tatang Bisri
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 1, No 4 (2012)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.038 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol1i4.179

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD) adalah salah satu penyakit serius bayi, menyebabkan tingkat kematian yang tinggi, dan gejala sisa neurologis permanen pada penderita dengan hematoma subdural (SDH). Beberapa penelitian menyatakan tentang hubungan APCD dengan tingginya prevalensi menggunakan minuman ramuan tradisional disertai pembatasan asupan makanan pada ibu menyusui. Kadar Vitamin K2MK4 pada air susu ibu (ASI) yang menggunakan minuman ramuan tradisional ditemukan lebih rendah dari dibandingkan ASI dari ibu yang tidak menggunakan minuman ramuan tradisional.Subyek dan Metode: Enam kasus bayi dengan diagnosis SDH spontan karena APCD, ditinjau dari Juli 2010 sampai Februari 2011 di RS Hasan Sadikin Bandung. Data diambil meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil CT-scan, hasil laboratorium, manajemen dan temuan selama pembedahan serta setelah pembedahan.Hasil: Semua enam bayi menunjukkan bukti memiliki riwayat, tanda dan gejala, dan gangguan perdarahan yang menuju kearah SDH karena APCD. Manajemen pada seluruh kasus di atas termasuk evaluasi awal CT scan, pengobatan intervensi APCD dan bedah menghasilkan hasil keluaran yang baik pada pasca pembedahan dan pemulangan dari rumah sakit.Simpulan: Faktor koagulasi berkepanjangan pada semua kasus menunjukkan risiko lebih tinggi untuk APCD pada bayi. Penatalaksanaan dini APCD prabedah dan pascabedah memberikan hasil yang baik. Tindakan kraniotomi evakuasi kurang dari 3 hari dari interval onset memberikan hasil yang baik pada skor Children Coma Scale (CCS). Subdural Hematoma in Neonates with Acquired Prothrombine Complex Deficiency (Apcd) Syndrome at Hasan Sadikin Hospital from July 2010 till February 2011 Background and Objective: APCD syndrome is one of the most serious diseases affecting infants. It leads to a high mortality rate and permanent neurological sequelae among the survivors when related with SDH. There are reports about high prevalence of using herb-liquor extracts and diet restriction among mothers of infants with the APCD syndrome. Vitamin K2MK4 levels in breast milk obtained from mothers who had used herb-liquor extracts were lower than vitamin K2MK4 levels in breast milk obtained from mothers who had not used herb-liquor extracts.Subject and Method: Six infant cases which diagnosed with spontaneous SDH due to APCD syndrome, reviewed from July 2010 to February 2011 at Hasan Sadikin Hospital Bandung. Data reviewed include history taking, physical examination, CT-scan results, laboratory results, management and findings during operationResult: All six infants showed evidence of having history, sign and symptoms, and bleeding disorder suggesting SDH due to APCD. Management on all cases above included early CT-scan evaluation, the treatment of APCD and immediate surgical intervention resulted on good outcome on post surgery result and hospital disposalConclusions: Prolonged coagulation factors on all cases suggest higher risk for APCD on the infant. Craniotomy evacuation surgery less than 3 days interval from onset immediately gave better outcome on Children Coma Scale (CSS) score.
Kehilangan Penglihatan Pascabedah Laminektomi dalam Posisi Prone Fitri Sepviyanti Sumardi; Dewi Yulianti Bisri; Tatang Bisri
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 1, No 4 (2012)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.038 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol1i4.193

Abstract

Kehilangan penglihatan pascabedah nonocular sangatlah jarang, akan tetapi, harus dipertimbangkan sebagai komplikasi pascabedah yang tidak diinginkan. Kehilangan penglihatan unilateral atau bilateral secara tiba-tiba yang terjadi pascaanestesia umum telah dilaporkan dan dihubungkan dengan berbagai sebab diantaranya syok haemorhagik, hipotensi, hipotermia, kelainan koagulopathi, trauma langsung, emboli, dan penekanan pada bola mata yang berlangsung lama. Kasus: seorang laki-laki berusia 60 tahun dengan diagnosis radiculopathi setinggi L4 e.c protunded disc L4-5 dan L5-S1 yang menjalani laminektomi dalam anestesi umum. Terjadi komplikasi pascabedah berupa kehilangan penglihatan yang disertai opthalmoplegi total akibat oklusi arteri retina sentralis, sindroma kompartemen orbita akut, dan pseudotumor tipe miositis. Visual Loss after Prone Lumbar Spine SurgeryVisual loss after nonocular surgery is a rare but devastating postoperative complication. Sudden unilateral or bilateral visual loss occurring after general anesthesia has been reported and attributed to various causes including haemorrhagic shock, hypotension, hypothermia, coagulopathic disorders, direct trauma, embolism, and prolonged compression of the eyes. Case: a man, 60 years-old with diagnosis radiculopathy in level L4 e.c. protunded disc L4-5 and L5-S1 who required laminectomy in general anesthesia. An unusual complication of visual loss with total opthalmoplegy was caused by central retina artery occlusion, acute ischemic orbital compartement syndrome, and pseudotumor type myositis.